Gibran baru saja selesai melaksanakan solat subuh berjamaah di mesjid Asrama. Saat berangkat tadi ia sudah membangunkan Nadia untuk bersiap solat agar tidak kesiangan. Saat sampai di asrama, ia mendapati Nadia tertidur di atas sajadah dengan mukenahnya yang belum dilepas.
"Nad, Bangun!" Gibran mencolek pipi Nadia tapi gadis kecil itu tidak bergeming. Gibran memutuskan untuk membiarkan nadia dan langsung ke dapur setelah mengganti pakaiannya.
Pagi ini Gibran tidak menyiapkan sarapan karena di hari minggu tugas itu dia serahkan pada Nadia meskipun setiap minggunya hanya roti yang diberi slai dan susu hangat yang bisa disiapkannya.
Gibran membersihkan area dalam rumah, menyapu, mengepel dan mencuci piring. Enaknya menikah dengan seorang prajurit adalah mereka bukan tipe laki-laki yang minta di layani. Suami prajurit sudah terbiasa mandiri dan disiplin dan kebiasaan itu terbawa dalam kehidupan rumah tangga mereka. Tak perlu pusing memikirkan sarapan karena orang-orang seperti Gibran ini tak akan sibuk memerintah hanya untuk mendapatkan sarapan karena mereka bisa menyediakkan untuk diri mereka sendiri.
"Om ngapain?" Nadia muncul ke dapur dengan wajah bantal, rambut singa dan pakaian tidurnya yang Gibran kira sebagai dalaman.
"Menurut Nad? Ambil seragam Nad biar sekalian di cuci."
Muka Nadia langsung cerah mendengar kalimat surga itu. Dengan segera ia kembali ke dalam kamar dan mengambil seragam sekolahnya yang terdiri dari seragam putih abu-abu, batik, pramuka dan seragam putih-putih serta beberapa pasang kaos kaki.
"Ini" Nadia menyerahkan tumpukan pakaian kotor itu pada Gibran. "Terima kasih, Om. Om baik deh." Nadia memeluk Gibran dari belakang dengan erat.
"Sama-sama. Siapin sarapan gih!"
"Siap, Kapten!"
Nadia melepas pelukannyan pada Gibran lalu segera mengabil roti dan slay dari dalam kulkas.
"Om mau rasa apa?"
"Samain aja."
"Coklat ya."
Nadia lantas mengoleskan slay coklat diatas roti saat tak mendapat sahutan dari Gibran. Laki-laki itu bukan pemilih selama bukan makanan cepat saji yang Nadia siapkan.
Setelah rotinya siap. Nadia kemudian membuat dua gelas susu untuk dirinya dan Gibran. Tugas membuat sarapan yang sangat mudah sekalim Padahal tadi ia sudah malas sekali untuk bangun mengingat seragam sekolahnya yang belum di cuci tapi karena Om nya baik, ia hanya perlu menyiapkan sarapan.
"Sudah siaaaap." Nadia berseru senang melihat hasil pekerjaannya diatas meja makan, dua roti slay coklat dan dua gelas susu hangat.
"Om tidak olahraga?" Tanya Nadia saat Gibran duduk di kursinya siap menikmati sarapannya.
"Tidak. Nad ada kegiatan hari ini?"
Nadia berubah murung "Teman-teman Nad ngadain party sejak kemarin trus lanjut hari ini tapi Om gak bakalan ngizinin Nad kan?"
"Hu-um"
Nadia manyun "Udah, berarti Nad bakal di rumah jadi tahanan seharian." keluhnya.
Gibran yang sedang disindir tak terganggu sama sekali. Sudah biasa Nadia melayangkan protes seperti itu jadi cukup mendiamkannya saja dan istrinya itu akan lupa.
Nadia yang gagal menyindir menghela nafas sebal. Sebenarnya ia sudah lupa soal The Narnia tapi karena Omnya bertanya, ia jadi ingat dan kesal lagi. Seharusnya hari ini ia bisa bersenang-senang di puncak bersama teman-temannya tapi karena mendapatkan izin Gibran sama sulitnya dengan mendapatkan SIM, Nadia pun hanya bisa mengikhlaskan hari yang menyenangkan itu berlalu sia-sia.
"Nad suka pantai?"
"Suka."
"Bukannya Nad takut hitam?" Gibran menatap Nadia yang sedang mengunyah roti slaynya.
"Kalau matahari pantai Nad gak takut Om soalnya kulit Nad bakal eksotis kayak bule-bule. Beda cerita kalau di jemur di sekolah, itu sih parah bangat Om, gosong." Jelas Nadia.
"Habisin rotinya. Nad siap-siap, kita ke pantai."
"Hah? Pantai? Om serius?" Nadia meletakkan rotinya begitu saja saat mendengar berita langka ini.
Gibran mengangguk. Ia meneguk habis susunya lalu kembali mengurus cucian. Nadia bersorak senang lalu segera menghabiskan sisa roti dan susu di hadapannya. Ia benar-benar tak menyangka Gibran akan mengajaknya ke Pantai. Terakhir kali Gibran membawanya liburan sekitar tahun lalu ke pulau sumatra tepatnya kota Padang untuk melihat jam gadang dan tempat-tempat wisata yang ada disekitar itu. Nadia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini untuk bersenang-senang. Pantai I am comiiiiiing!!!
.
.
.
"Bang, Istri lu ajak kesini lah, kesian." Ujar Vina yang sejak tadi mengawasi Nadia yang berada tak jauh dari mereka.
"Lu apain sih, Bro? Tadi gue dengar di telfon suara Nadia udah paling semangat. Lah sekarang--" Dewa berdecak sembari berusaha menyalakan api untuk bakar-bakar ikan.
"Izin panggil ya bang?!" Ujar jonathan yang sejak sampai memang sudah paling kepikiran soal Nadia. Istri kaptennya itu tiba-tiba saja muram saat mereka sampai tadi.
"Gak usah, Jon. Biar saya saja." Gibran berdiri dari tempat duduknya untuk menghampiri Nadia.
"Mau pulang?" Gibran duduk disamping Nadia yang bertekuk masam di dekat motor mereka.
"Om kok ngajak mereka sih?" Nadia memukul bahu Gibran kesal. Pikirnya tadi saat Gibran mengajaknya ke pantai, hanya ada mereka berdua ternyata ada rombongan lain yang menyusul mereka, Tiga rekan Gibran yang pernah datang malam-malam ke rumah dan dua orang wanita yang Nadia kenal baik, Vina dan Elsa.
"Kenapa? Rame kan bagus."
"Gak ada bagus-bagusnya. Apalagi ada tante Elsa. Nad gak suka." Sungutnya taj menutup-nutupi ketidaksukaannya pada sosok Elsa yang menurut Nadia hari ini tante itu cantik sekali. Nadia menatap Gibran curiga.
"Om sebenarnya memang janjian kan sama mereka soal pantai ini? Ngaku!"
"Apa bedanya, Nad, yang pentingkan main ke pantai."
"Iiiih Om mah. Nad kesel. Udah sana jauh-jauh!" Nadia mendorong Gibran hingga laki-laki itu terduduk diatas pasir.
"Kalau Nad masih begini, kita pulang saja" Gibran mengeluarkan kunci motor dari kantong celananya yang langsung membuat Nadia panik. Astaga, ia belum merasakan sentuhan air laut untuk waktu yang lama dan sekarang harus pulang tanpa main? Oh tidaaaak.
"Ayo!"
"Jangan pulang. Nad belum main." Cicitnya hampir menangis. Gibran mengulum bibirnya menahan senyum.
"Yakin? Disana ada teman-teman saya, Nad tidak apa-apa?"
Nadia mengangguk ragu-ragu. Yah mau gimana lagi, dia ingin sekali main ke pantai, kalaupun kembali di Asrama palingan cuma nonton tv dan Nadia sudah sangat bosan dengan aktifitas satu itu.
"Berdiri!"
Nadia mengulurkan tangannya yang langsung dipahami dengan baik oleh Gibran yang menarik pelan gadis itu untuk berdiri. Gibran menepuk-nepuk pasir yang melekat di celana belakang Nadia, celana putih pendek setengah paha. Nadia sudah mendapatkan siraman rohani pagi ini karena memakai celana hotpants pilihannya itu dan dengan telinga tebalnya, ia hanya bilang bahwa dia bahkan berniat memakai bikini one piece nya kalau Gibran masih terus mengomelinya.
Gibran dan Nadia berjalan beriringan dengan tangan Nadia yang berada dalam lingkup jemari besar Gibran. Pemandangan itu sontak membuat empat orang dewasa yang tengah duduk di saung melirik sosok lembut berhijab biru laut hari ini dengan tatapan yang sama, Prihatin. Berbeda dengan keempat temannya, Elsa yang menjadi pihak yang tersakiti malah memasang wajah penuh yang semua orang juga tahu bahwa senyum itu mengandung luka di dalamnya.
"Halo, Nad!" Sapa Vina dengan ceria.
"Hi tante, semuanya." Nadia melambaikan tangannya yang bebas lalu duduk di tempat kosong disamping Vina. Gibran menyusul duduk disampingnya, melepas jaketnya untuk menutupi kaki Nadia.
"Eh, udah matang. Wah rejeki Bu Gibran ini sih." Ucap Jonathan memecah kecanggungan dengan delapan ekor ikan bakar diatas daun pisang. Wanginya menguar mengundang lapar ketujuh orang-orang itu.
"Wow, Om Jo, ikannya seger bangat. Nad sukaaa." Nadia dengan semangat menyambut Jonathan dengan memberikan tempat lewat untuk tentara muda itu.
"Iya dong. Khusus untuk Bu Gibran."
Nad mengibaskan tangannya "Panggil Nad aja Om, Nad belum ibu-ibu. Masih muda dan cantik." Ucapnya dengan senyum lebar di wajahnya.
Jonathan langsung melirik tak enak pada seniornya, Kapten Gibran. Bagaimana pun, ia tidak boleh menamai istri kaptennya itu dengan sembarang panggilan.
"Ikutin aja, Jon." Ujar Gibran dengan suara berat.
"Beuh, si Jojon cari mati." Dewa berbisik pelan pada pada Gio yang hanya menanggapi dengan kekehan.
"Nad senang di pantai?" Elsa yang sejak tadi hanya menjadi pendengar dan sesekali menimpali dengan senyum setiap obrolan, membuka suara.
Nadia yang tengah fokus dengan ikan-ikan enak di depannya mengangguk. "Suka banget, tant."
"Wah bagus. Nanti bisa sering-sering ya Bang Gi?" Elsa melirik Gibran yang sedang sibuk mengatur daun pisang untuk tempat nasi.
"Bisa." Jawabnya diiringi senyum tipis.
Nadia yang memang punya dendam sendiri pada sosok Elsa, memutar bola mata diam-diam. Sok baik. Tapi seperti biasa, Nadia tidak akan hanya sekeder menyimpan kejengkelannya dalam hati, ia sudah menyiapkan amunisi yang tepat untuk Dokter Elsa yang cantik.
"Ide yang bagus tuh, Om. Bisa sekalian bulan madu, ya kaaan?" Nadia mengedip manja pada Gibran yang langsung disambut deheman disekitarnya. Nadia menyengir lebar, puas dengan hasil kerjanya. Wajah Elsa langsung sendu. Sempurna.
"Betul Nad. Sebagai pengantin baru, waktu berdua di tempat romantis emang paling pas." Ujar Dewa menambah panas suasana.
"Puncak juga bagus." Vina yang tingkat kepekaannya hampir minus tak kalah membuat suasana semakin semarak dengan godaan-godaan lainnya yang menyusul.
"Bisa kita langsung makan?" Suara berat dan dingin Gibran membuat suasana kembali senyap.
"Ah bener. Gue udah lapar bangat nih." Gio yang sejak tadi diam melanjutkan.
Ketujuh orang tersebut kemudian mulai makan, nasi dan ikan bakar di cocol irisan tomat yang sudah diberi garam dan cabai dengan jumlah yang tidak sedikit. Suasana pantai tak begitu ramai karena pantai yang mereka kunjungi bukanlah pantai yang ada di list para pelancong, tempat tersebut masih asing di telinga orang-orang sehingga yang datang hanya warga sekitar pantai yang tidak terlalu banyak.
"Nad, habisin makanannya. Mubazir." Gibran menyeka keringat yang mengalir di pelipis Nadia dengan punggung tangannya yang tidak menyentuh makanan.
" Kenyang, Om. Nad mau ikan saja."
"Tidak boleh, Nad. Diluar sana banyak orang-orang yang tidak dapat makanan. Masa Nad disini buang-buang nasi."
Nadia manyun, selalu saja. "Iya, Nad habisin." Ujarnya.
Gibran tersenyum tipis, menyelipkan anak rambut nadia yang beterbangan di belakang telingannya.
"Habis. Alhamdulillah." Nadia menjilati jarinya yang menyisakan rasa ikan yang lezat. "Ugh, tangan Nad bau." Keluhnya menatap jijik jari-jarinya.
"Cuci tangan di belakang. Jangan lupa pakai sabun." Ujar Gibran menyerahkan uang dua ribu untuk Nadia.
Nadia mengangguk lalu segera keluar berlari ke belakang untuk membersihkan tangannya. Sepeninggal Nadia, Dewa yang sejak tadi lidahnya gatal ingin berkomentar lalu membuka suara.
"Gue berasa lu lagi ngurusin Anak, Bro." Ujarnya terkekeh.
"Iya, tapi manis kok." Timpal Vina yang sangat menyukai interaksi Gibran dan Nadia.
"Iya, saya juga suka."
"Suka apa lu Jon? Jangan cari masalah lu!" Tuding dewa membuat Jonathan langsung gelagapan.
"Eh eh, jangan salah paham. Maksud saya, saya suka liat bang kapten sama Ibu, rukun dan manis seperti mbak Vina bilang."
"Mbak, mbaaak, lu pikir gue mbak-mbak jamu? Vina aja!"
Jonathan langsung meminta maaf. Benar-benar serba salah jadi junior, gak ada benarnya. Seharusnya ia habiskan saja hari minggunya di gereja, bukan terjebak disini dengan senior-senior tukang bully, tapi mau bagaimana lagi, Dia senang berada diantara mereka.
"Udah, jangan di kerjain terus si Jo, kasian." Ujar Elsa yang langsung mendapat tatapan mata berkaca-kaca dari jonathan.
"Sabar, Jo. Ini bukti cinta kami buat lu." Tambah Gio menepuk-nepuk bahu Jonathan. Sementara Gibran, hanya mengulas senyum tipisnya. Si kapten itu memang paling malas bicara. Jika bukan karena Nadia yang selalu butuh diingatkan dan dinasehati, Gibran adalah orang yang jumlah kata yang diucapkannya sehari bisa di hitung dengan jari.
"Mungkin memang lebih cocok jadi anak." Ujar Elsa tiba-tiba membuat suasana kembali canggung.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 202 Episodes
Comments
Sandisalbiah
emang cocok jd ank.. trus lo yg cocok jadi emaknya gitu..? ngarep.. !
2023-09-03
2
alfanovfa
Kak, Om Gi nya boleh aku masukin koper, tak bawa pulang yak 😌
2023-02-04
1
Moelyanach
om gibran meresahkan. 😂😂😂
2022-11-27
1