Semi militer

"Tiga putaran lagi!"

Nadia menatap Gibran dengan tatapan siap menguliti lelaki berbaju kaos hijau itu yang sekarang tengah santai duduk di pinggiran lapangan dengan sebotol minuman dingin di tangannya. Nadia bahkan dari jauh bisa melihat embun di botol tersebut saking segarnya. Sayangnya ia hanya bisa meneguk air liur menahan haus pasalnya ia sedang di hukum mengelilingi lapangan seluas lapangan bola sebanyak sepuluh putaran oleh pria yang mengaku dirinya sebagai suami yang baik, si lelaki baik-baik. Sungguh, jika Nadia memiliki sihir, hal pertama yang akan ia lakukan adalah mengubah Gibran menjadi kutu agar mudah dimusnahkan.

"Oooom, udahan dooong. Nad capek. Mau mati rasanya."

"Lanjut Nad. Dua putaran lagi! CEPAT!"

Nadia memberenggut kesal tapi tak punya keberanian untuk melawan. Sudah untung Gibran menghukumnya lari keliling lapangan bukannya berendam di kolam asrama bersama lintah dan cacing-cacing yang ia bayangkan saja sudah sangat menggelikan.

Dari kejauhan Gibran terus memperhatikan Nadia. Anak itu sudah membuatnya khawatir semalam. Kalau dia kenapa-kenapa diluar, apa yang harus ia katakan pada orangtua gadis itu kelak. Ia sudah berjanji akan menjaga Nadia seumur hidupnya, hal mudah jika saja Nadia tidak berulah, hidup dengan cara yang lurus sebagai gadis patuh tapi dari segi manapun, Nadia hanya luarnya yang tampak lemah lembut, dalamnya, gadis itu adalah pemberontak.

"Udaahh hah hah hahh--" Nadia menarik nafas ngos-ngosan setelah menyelesaikan sepuluh putaran yang menyiksa. Ia menjatuhkan badannya di dekat Gibran, telentang tanpa menghiraukan sekitarnya. Gibran melirik gadis itu lantas berdecak.

"Minum!" Gibran melempar botol mineral yang langsung ditangkap Nadia. Pemberotak kecil yang suka sekali mencari masalah dengannya. Gibran melepas kaosnya sendiri dan melemparnya menutupi wajah Nadia.

"Ck. Apaan sih om iseng banget?!"

"BH kamu kelihatan." Ujar Gibran tanpa memandang Nadia.

Anjiiiir BH--Gak ada filter tuh mulut. Batin Nadia keki.

Nadia menunduk, meringis saat melihat kaos putihnya mencetak jelas dalamannya yang berwarna hitam.

Nadia mendengus pelan kemudian tanpa pikir panjang memakai kaos hijau Gibran yang wanginya sangat menyenangkan. Bisa ya orang keringetan wangi gini. Nadia mengendus kaos Gibran yang membalut tubuh kecilnya.

"Wowwwwww!!!"

"Ck. Ngapain sih?" Gibran menepis tangan lentik Nadia yang berani mengelus permukaan perutnya. Nadia mendongak menatap Gibran berbinar kagum dengan tetap memaksakan tangannya menyentuh delapan kotak yang mencetak di perut Gibran.

"Om punya juga? Keras banget anjiiir." Tak peduli sorot tak enak dari wajah Gibran, gadis itu malah menikmati saat jari-jarinya menyusuri bongkahan-bongkahan roti sobek milik Omnya. Dibanding oppa-oppa yang kemarin diliatnya, Om Gibrannya ternyata punya yang lebih keren.

"Udah Nad." Gibran menahan tangan nadia, meremas pelan tangan gadis itu dengan tangan besarnya.

Nadia berdecak, Gibran selalu saja tidak membiarkannya merasa senang lama-lama. Padahal kan kapan lagi bisa nikmatin pemandangan indah ini. Sandra pasti kejang-kejang kalau melihat hal ini, Nadia tiba-tiba punya ide mau menjadikan ini bisnis yang menguntungkan. Foto roti sobek Om Gibrannya pasti laku keras di pasaran. Ide cemerlang.

"Ngapain senyum-senyum? Pulang sana!"

"Barengan dong, Om. Kan datengnya juga bareng."

"Saya masih mau disini. Nad liat jalan pulang kan? Tuh, lurus saja di pertigaan belok kanan." Jelas Gibran sembari melakukan push up membuat Nadia menahan nafas melihat otot-otot liat nan kuat milik Gibran. Pantas sih Si tante Elsa gamon, Om Gibran memang dari segi fisik gak kalah sama artis-artis luar sana. Ototnya itu loh, pen bangat Nad gelantungan.

"Kamu ngapain masih disini?"

"Nungguin Om lah."

"Ck. Udah sore."

"Emang."

Nadia yang semula sudah berdiri, langsung menjatuhkan pantatnya diatas punggung Gibran. Membuat laki-laki itu terhenyak jatuh diatas rumput dengan Nadia duduk diatas punggungnya.

"Berdiri Nad!"

"No. Om Push up lagi dong, Nad mau liat cara kerja otot Om." Ujar Nadia dengan senyum lebarnya.

Gibran menghela nafas pendek lalu kembali push up dengan beban Nadia di punggungnya. Lima kali push up, Gibran langsung berdiri membuat Nadia terjerembap.

"Om! Bilang-bilang dong kalau mau berdiri. Nad Jatoh nih. Sakit." Nadia mengelus pantatnya yang baru saja mendarat sempurna diatas rumput.

"Ayo pulang." Gibran mengambil botol minumannya lalu beranjak dari tempat tersebut mengabaikan Nadia yang bersungut dibelakangnya.

"Tungguin!" Nadia berlari kecil mengejar Gibran yang sudah jalan duluan. Langkah lebar dan gesit Gibran membuat Nadia harus berlari-lari kecil agar tak tertinggal dibelakang.

"Om tunggu!" Nadia memegang jari kelingking Gibran saat ia sudah berhasil mengejar laki-laki itu. Keduanya berjalan beriringan dengan Nadia yang bergelayut manja pada Gibran. Gadis itu sesekali iseng mencubit kecil cetakkan di perut Gibran hingga laki-laki itu akhirnya menyelipkan jari-jarinya disela jari-jari kecil Nadia agar berhenti berulah.

Keduanya berjalan dengan keisengan Nadia yang tak ada habisnya. Gibran sampai jengah dibuatnya, gadis kecil itu seakan tidak kehabisan cara untuk menjahilinya. Setelah iseng dengan perut kotaknya, Kini dada telanjangnya yang menjadi sasaran. Tangan kiri Nadia yang bebas sesekali mencuri kesempatan untuk menusuk-nusuk dada bidang Gibran dengan telunjuknya, tidak masalah bagi Gibran jika melakukan semua itu dalam rumah mereka, masalahnya adalah Nadia tak peduli situasi bahkan saat Gibran bertegur sapa dengan rekannya atau juniornya yang juga sedang berolahraga, Nadia tidak berhenti melakukan keisengannya setiap kali Gibran lengah.

"Selamat sore, Om Gibran, Dek Nadia. Olahraga juga?"

Nadia memutar bola mata sebal. Ibu Agus lagi. Dimana-mana ada Ibu agus, Nadia jadi curiga tetangganya itu punya alat pelacak untuk menemukan posisinya dan Gibran. Sudah kayak Iklan sedot WC ada dimana-mana.

"Iya, Bu." Gibran yang si ramah, menjawab dengan senyum santunnya. Sementara disampingnya Nadia hanya berdiri memasang wajah papan.

"Wah, pantas ya Om Gibran kelihatan sehat sekali, ternyata rajin olahraga."

Hei! Nadia langsung memasang waspada. Apa tuh maksudnya ibu-ibu? Nadia melirik tajam Bu Agus yang terlihat menikmati pemandangan di depannya, badan seksi Om Gibrannya.

Ck. Tidak bisa dibiarkan.

Nadia melepas tautan jemari Gibran lalu berdiri didepan lelaki itu dengan dua tangan melipat di dadanya. Ia menempatkan Gibran di belakangnya walaupun sebenarnya percuma karena tinggi Nadia yang hanya 150 koma sekian sekian sentimeter jelas tidak bisa membantu menghalangi Gibran yang memiliki tinggi menjulang.

"Ah, iya dong tante. Kan kesehatan adalah poin penting bagi seorang tentara. Bagaimana mau menjaga negara kalau menjaga badan dari lemak-lemak jahat aja tidak bisa. Ia kan tante?" Nadia memasang senyum paling lebar sementara tetangga yang di depannya itu langsung tertohok karena sosok Pak Agus adalah bapak tentara yang perutnya membuncit saingan dengan ibu-ibu yang hamil sembilan bulan.

"Dek Nadia menyindir suami saya?"

IYA.

"Ah tidak dong tante. Jangan salah paham. Saya sebagai tetangga yang baik hanya berbagi sedikit informasi tentang kesehatan. Supaya kita sama-sama sehat, gitu lho." Nadia dan lidahnya yang lincah. Siapa yang bisa melawan si kecil ini, kosakatanya seolah dibumbui dengan saos cabai sepuluh kilo yang menyebabkan pendengar yang ditujunya merasa terbakar.

"Maaf, Bu Agus. Sudah sore, kami lanjut pulang." Gibran yang sudah melihat tanda-tanda perang kata-kata lantas menarik Nadia untuk kembali berdiri disisi kirinya.

Bu Agus yang semula ingin membalas langsung tersenyum lembut saat Gibran tersenyum padanya. Nadia yang masih tak senang dengan tatapan tidak sopan Bu Agus pada Gibran lalu tanpa pikir panjang memeluk Gibran dari depan, memasang tampang paling imutnya.

"Ooooom gendoooong. Kaki Nad pegeeeel." Nadia mengerjapkan matanya lucu sementara Gibran, jangam tanyakan bagaimana muka laki-laki itu yang pasti Nadia bersumpah ini terakhir kalinya ia berbuat senekad ini.

"Nad, apa-apaan sih? Malu-maluin." Gibran berbisik tajam namun kepalang tanggung, Nadia tak akan mempermalukan dirinya di depan Bu Agus dengan penolakan Gibran.

"Kaki Nad Pegel, Om. Gak bisa jalan." Nadia mengalungkan tangannya dileher Gibran, mengabaikan tatapan Bu Agus yang tampak syok melihat dua sejoli di depannya.

"Kalau Om nolak, Nad em*t pent*l om sekarang. Di depan Tante Agus." Ancam Nadia dalam posisi menempel dengan wajah tepat di dada Gibran. Cukup insiden pizza di hadapan Elsa, Nad tidak akan di permalukan lagi terlebih di depan tetangga nyinyirnya.

Gibran menggeram dalam hati. Nadia benar-benar menguji kesabarannya. Ia tidak akan membiarkan anak kecil ini lolos dengan mudah. Tanpa menunggu lama, Gibran langsung mengangkat gadis itu, dalam gendongannya. Senyum kemenangan langsung terbit di wajah Nadia, ia mengaitkan kedua kakinya mengelilingi punggu Gibran sedangkan kedua tangannya ia lilitkan dileher Gibran. Dengan begini, tak ada seorangpun yang bisa melihat badan Omnya. Nadia menempelkan badannya seperti lintah, kepalanya menyeruak dibalik bahu Gibran.

"Ayo pulang" Nadia berucap semanja mungkin. " Kami duluan ya tante." Ujarnya dengan senyum lebarnya melambaikan tangan pada tetangganya yang menatapnya dengan bola mata siap keluar dari kelopaknya.

"Permisi bu Agus." Ujar Gibran menahan dirinya untuk tidak membanting tubuh Nadia sekarang juga.

.

.

"Yeeee sampe deh!" Nadia bersorak saat keduanya sudah berada di depan rumah. Nadia melepaskan kedua tangannya dari leher Gibran, ia juga melepaskan kaitan kakinya di punggung Gibran siap turun tapi ternyata Kedua lengan kekar Gibran menahannya.

"Om, Nad mau turun" Katanya saat tak berhasil meloloskan diri.

"Bukannya Nad mau di gendong sama Om? Kakinya kan pegal." Ucap Gibran dengan nada dibuat semanis mungkin. Nadia langsung pias, nada suara Gibran yang semanis madu itu adalah pertanda buruk untuknya.

"Ampun Om. Jangan apa-apain Nad." Nadia menangkupkan kedua tangannya memohon pengampunan. Perasaan ngeri itu bahkan menjalari punggungnya saat tangan Gibran mengelus-elus punggungnya.

"Om tidak akan macam-macam kok sayaaaang." Gibran berjalan masuk ke dalam rumah. Pintu bahkan di tutup hanya dengan satu tendangan membuat Nadia semakin panik. Entah apa yang akan dilakukan Gibran padanya yang pasti bukan hal baik untuk dipikirkan.

"Om Mau ngapain Nad?" Nadia di turunkan diatas tempat tidur. Gadis itu beringsut mundur saat melihat tatapan dingin yang menakutkan dari Gibran.

"Lepas kaos kamu!" Titahnya dengan kedua tangan berkacak di pinggangnya. Mata elangnya tak putus menatap Nadia.

"Om mau apa?" Bukannya melepas kaosnya, Nadia malah merapatkan kaos milik Gibran itu di badannya. Ia memang mempermainkan Gibran tadi tapi ia tak benar-benar akan melakukannya kalaupun Gibran menolak permintaannya. Nadia masih punya malu, masih memiliki harga dirinya sebagai gadis baik-baik, putri Bunda dan Ayahnya.

"Buka!" Gibran membentak.

Airmata Nadia mulai mengalir dipipinya. Ia belum pernah melihat Gibran semurka ini. Ia hanya bercanda tapi kenapa Gibran begitu serius menanggapinya.

"Jangan Om. Nad gak mau." Tolaknya semakin merapatkan badannya dikepala ranjang.

Gibran mendengus lalu secepat kilat menarik tangan Nadia hingga terjatuh kearahnya. Gibran lalu memaksa melepas kaos Nadia walaupun gadis itu memberontak melakulan perlawanan. Kaos milik Gibran terlepas.

Nadia semakin panik melihat keseriusan Gibran melepaskan pakaian di badannya. Ia tidak memikirkan sebelumnya tapi apakah dirinya sudah sangat keterlaluan tadi sampai membuat Gibran menjadi mengerikan seperti ini?

"Om please. Jangan. Nadia minta ampun om, maafin Nad. Nad gak akan gitu lagi. Janji." Nadia mengiba dalam kuasa Gibran yang masih berusaha melepas satu lapis bajunya lagi. Dan kaos putihnyapun lepas menyisakan dalaman atasnya yang berwarna hitam kontras dengan kulit putih porselinnya. Nadia memeluk tubuhnya sendiri setelah Gibran mendorongnya kembali jatuh diatas ranjang. Lelaki itu masih tetap diam, menyorot tajam Nadia yang sudah half-n*ked.

"Ooom Ampuni Nadia. Nad jangan diapa-apain. Nad malu ooom." Nadia mengiba. Memeluk tubuhnya dengan kepala menunduk dalam. Airmata dipipinya mengalir dengan deras.

"Malu? Nad Malu? Bukannya kamu sudah tidak punya malu?" Gibran meraih dagu Nadia agar mendongak. Ia bisa melihat wajah gadis itu yang penuh airmata tapi melepaskan Nadia sekarang bukan rencananya. Gadis ini harus diberi sedikit pelajaran agar menyadari kekeliruannya dan tidak mengulanginya lagi.

"Maafin Nadia. Nadia janji tidak akan seperti ini lagi. Tolong maafin Nadia Om." Nadia memohon disela tangisnya. Ia tidak ingin terlihat lemah di depan siapapun tapi ditatap seorang laki-laki meskipun itu adalah Om Gibran, suaminya, dalam keadaan seperti ini sangat membuatnya terpukul dan malu.

"Bangun!"

Nadia menggeleng. Lantas Gibran menarik tangannya dan membawanya dalam gendongan. Nadia tak memberontak sebab kedua tangannya ia gunakan untuk menutupi badannya. Ia hanya bisa menangis, menunggu vonis apa yang akan di jatuhkan Gibran padanya.

Nadia terbelalak saat Gibran membawanya melewati ruang tengah, ke dapur dan membuka pintu dapur yang langsung menyajikan pemandangan aliran air berwarna hijau pekat dibelakang rumah, kolam asrama.

"Om, om gak serius kan mau lakuin ini?" Nadia bertanya panik. Ia tak lagi memperdulikan keadaan tubuhnya, kedua tangannya kini mengait kuat leher Gibran tak mau lepas.

"Ini pelajaran untuk Nad hari ini." Ucap Gibran dengan senyum tipis yang mengerikan.

"Gak mau! Om Please, jangan om. Nad minta maaf. Nad gak--- Kyaaaaaa!!!!"

BYUUUUUUUURRRRR!!!!

"lima menit." Ucap Gibran dengan wajah super kakunya menonton Nadia yang mulai hujatannya untuk Gibran.

***

Terpopuler

Comments

Sri Suhartini

Sri Suhartini

Gak gtu dong cara mendidik nya.. Walau tentara .

2023-04-29

2

Sri Suhartini

Sri Suhartini

Gak suka karakter gibran sadis banget sama nadia... Sikap nadia masih wajar dong.... Gibran berlebihan sikap nya.

2023-04-29

1

alfanovfa

alfanovfa

ingat Bu Agus, ingat ayam warna warni 😂

2023-02-04

1

lihat semua
Episodes
1 Gadis nakalnya Om
2 Rumah hijau
3 Tante-tante cantik
4 Tamu tak di undang
5 Drama Makan malam
6 Drama Nadia
7 Pembuat Onar
8 Kabur dari Penjara
9 Semi militer
10 Om-om Tentara
11 Istri-Istri Tentara
12 Main ke Pantai
13 Penjaga Gadis Nakal
14 Ketika Om Tidak Ada
15 Di Ospek Lagi
16 Peliharaan Om-Om
17 Pelajaran dari Om
18 Pelajaran lainnya
19 Dapat Kunjungan
20 Kunjungan Lain
21 Malam mingguan
22 Bocor
23 Yang bersayap
24 Menu Makan Malam
25 Lebih dari 3000
26 Marahnya Gibran
27 Buatan sendiri
28 Milik Nadia
29 Dirgahayu Om Gi
30 Pewaris Gaudia Group
31 Alat Negara
32 Hari H
33 Obatnya Om Gibran
34 Jika harus pisah
35 Istri Sah Gibran Al Fateh
36 Habis manis lalu pergi
37 Menunggu Om Gi kembali
38 Kehidupan Istri Prajurit
39 Terima kasih sudah berjuang.
40 Bunga hidup untuk Om Gi
41 Anak SMA VS Om Tentara
42 Asal Om Gibran Bahagia
43 Tante-tante tutup panci
44 Calon Papa mama yang baik
45 Tugas Negara diatas Keluarga
46 Airmata Seorang Persit
47 Musuh bersama
48 Cemburunya Nadia
49 Nadia dan Om Gibran
50 Mencari Nadia
51 Usaha mendapatkan Maaf
52 Para Lelaki
53 Istrinya Gibran
54 Susu pisang spesial ala Nadia
55 Jalan sama Om-Om
56 Antara Sayang dan cinta
57 Wanitanya Om Gibran
58 Ujian bersama
59 Senjata makan Tuan
60 Salah siapa?
61 Ada apa dengan Om Gi?
62 Ngidam.
63 Satu garis samar lainnya
64 Ngidam Bucin
65 Hati yang Om Gi sakiti
66 Barisan Para Fans
67 Barisan para Fans 2
68 Butuh Piknik
69 Ada hati yang harus dijaga
70 Masih Anak Sekolah
71 Guguk menggonggong, Nadia berlenggok
72 Janji yang diingkari
73 Sumpah seorang Prajurit
74 Tentang Dokter Elsa
75 Hari-hari Terakhir
76 Tak Kenal Maka Tak sayang
77 Rumahku adalah istanaku
78 Matahari terbit di sayap Garuda
79 Menyesuaikan Diri
80 Hari Pertama di tempat Baru
81 Orang-orang Baik
82 Berburu peradaban
83 Istri yang baik
84 Tetangga Rese
85 Milikku
86 Diabaikan
87 Kepergian Nadia
88 Jarak dan Waktu
89 Kata Tanpa Rasa
90 Berita Kelulusan
91 Satu-satunya
92 Jangan Pergi
93 Obrolan serius
94 Anak hasil didikan Gibran
95 Memaafkan dan Menghargai
96 Om-om Serba Bisa
97 Badai Tak Terduga
98 Penyejuk Hati
99 Senandung Cinta Nadia
100 Om Gibran yang Baik
101 Jaga dia untukku
102 Aku pasti kembali
103 Manis Manja
104 Suami sayang Istri
105 Lidah Tetangga
106 Kata Dokter
107 Definisi Cinta
108 Para Pemburu
109 Ulat Sagu
110 Hak milik Gibran
111 Nadia Bakpau
112 Pasangan Serasi???
113 Pria menyebalkan
114 Acara Malam
115 Bayi besar Nadia
116 Obrolan pasangan
117 Lelaki Pujaan
118 Suami Nadia
119 Selamat Datang
120 Ibu dan Ayah Navia
121 Permintaan Maaf
122 The Girls in your Area
123 Balada Cinta Gendis
124 Tour Gratis Distrik
125 Anak Rantau
126 Kisah yang tak diinginkan
127 Pulang kembali
128 Lelaki baik itu masih Ada
129 Om Gi dan Make Up
130 Dia marah?
131 Lebih Sakit
132 Ibu terbaik
133 Hukuman Termanis
134 Mode Biasa
135 Saat Jauh
136 Perkara Kabar
137 Perkara Kabar 2
138 Sesal Tiada Guna
139 Hari yang Aneh
140 Buayanya Nad
141 Oh Ternyata
142 Pesona gadis muda
143 Lelaki Romantis
144 Kaum Milenial dan Orang-Orang Dewasa
145 Mahasiswa Cantik
146 Lelaki Beraroma Segar
147 Dalam Dekapan Om Gi
148 Para Senior Laknat
149 Para Pengganggu
150 Om Gi Yang Lugu
151 Sampai Jumpa Kesayangan
152 Istri, Ibu, dan Mahasiswi
153 Janji-janji Palsu
154 Disini Hanya Untukmu
155 Nadia Oh Nadia
156 Bersama selamanya
157 Kembali Kerutinitas
158 Vitamin C-nya Nadia
159 Kemerdekaan Tak Abadi
160 Kawasan Wajib Lapor
161 Istrinya Kapten Gibran
162 Bela Negara
163 Topik Utama
164 Teguran Keras
165 Malaikat Itu Nyata Adanya
166 Mari hadapi bersama
167 Atasan Sang Kapten
168 Menjaga Milik Pribadi
169 Jabatan Baru
170 Bos Kecil
171 Mahasiswi Pencitraan
172 Tentang sebuah kepercayaan
173 Ada Apa Dengan Om Gi?
174 Menjadi Dewasa
175 Nadia Hebat
176 Bukan manusia sempurna
177 Hari yang Sibuk
178 Airmata si Cantik
179 Nadia Dan Para Wanita Bar-Bar
180 Rasanya Cinta
181 Dilabrak
182 Harta yang berharga
183 Kejutan
184 Love you more
185 Bencong
186 Permintaan Pertama
187 Saran-saran
188 Bakti Sosial
189 Misi Kemanusiaan
190 Operasi Penyelamatan
191 Bahagiaku itu Kamu
192 Di tenda pengungsian
193 Terlalu Memuja
194 Muka Dua
195 Masa Tenang
196 Amit-amit
197 Melepaskan
198 Kumat
199 Menikah itu....
200 Pasca Wedding
201 Ekstra Part. Rindu Berat
202 Ekstra Part 2. Kesayangan
Episodes

Updated 202 Episodes

1
Gadis nakalnya Om
2
Rumah hijau
3
Tante-tante cantik
4
Tamu tak di undang
5
Drama Makan malam
6
Drama Nadia
7
Pembuat Onar
8
Kabur dari Penjara
9
Semi militer
10
Om-om Tentara
11
Istri-Istri Tentara
12
Main ke Pantai
13
Penjaga Gadis Nakal
14
Ketika Om Tidak Ada
15
Di Ospek Lagi
16
Peliharaan Om-Om
17
Pelajaran dari Om
18
Pelajaran lainnya
19
Dapat Kunjungan
20
Kunjungan Lain
21
Malam mingguan
22
Bocor
23
Yang bersayap
24
Menu Makan Malam
25
Lebih dari 3000
26
Marahnya Gibran
27
Buatan sendiri
28
Milik Nadia
29
Dirgahayu Om Gi
30
Pewaris Gaudia Group
31
Alat Negara
32
Hari H
33
Obatnya Om Gibran
34
Jika harus pisah
35
Istri Sah Gibran Al Fateh
36
Habis manis lalu pergi
37
Menunggu Om Gi kembali
38
Kehidupan Istri Prajurit
39
Terima kasih sudah berjuang.
40
Bunga hidup untuk Om Gi
41
Anak SMA VS Om Tentara
42
Asal Om Gibran Bahagia
43
Tante-tante tutup panci
44
Calon Papa mama yang baik
45
Tugas Negara diatas Keluarga
46
Airmata Seorang Persit
47
Musuh bersama
48
Cemburunya Nadia
49
Nadia dan Om Gibran
50
Mencari Nadia
51
Usaha mendapatkan Maaf
52
Para Lelaki
53
Istrinya Gibran
54
Susu pisang spesial ala Nadia
55
Jalan sama Om-Om
56
Antara Sayang dan cinta
57
Wanitanya Om Gibran
58
Ujian bersama
59
Senjata makan Tuan
60
Salah siapa?
61
Ada apa dengan Om Gi?
62
Ngidam.
63
Satu garis samar lainnya
64
Ngidam Bucin
65
Hati yang Om Gi sakiti
66
Barisan Para Fans
67
Barisan para Fans 2
68
Butuh Piknik
69
Ada hati yang harus dijaga
70
Masih Anak Sekolah
71
Guguk menggonggong, Nadia berlenggok
72
Janji yang diingkari
73
Sumpah seorang Prajurit
74
Tentang Dokter Elsa
75
Hari-hari Terakhir
76
Tak Kenal Maka Tak sayang
77
Rumahku adalah istanaku
78
Matahari terbit di sayap Garuda
79
Menyesuaikan Diri
80
Hari Pertama di tempat Baru
81
Orang-orang Baik
82
Berburu peradaban
83
Istri yang baik
84
Tetangga Rese
85
Milikku
86
Diabaikan
87
Kepergian Nadia
88
Jarak dan Waktu
89
Kata Tanpa Rasa
90
Berita Kelulusan
91
Satu-satunya
92
Jangan Pergi
93
Obrolan serius
94
Anak hasil didikan Gibran
95
Memaafkan dan Menghargai
96
Om-om Serba Bisa
97
Badai Tak Terduga
98
Penyejuk Hati
99
Senandung Cinta Nadia
100
Om Gibran yang Baik
101
Jaga dia untukku
102
Aku pasti kembali
103
Manis Manja
104
Suami sayang Istri
105
Lidah Tetangga
106
Kata Dokter
107
Definisi Cinta
108
Para Pemburu
109
Ulat Sagu
110
Hak milik Gibran
111
Nadia Bakpau
112
Pasangan Serasi???
113
Pria menyebalkan
114
Acara Malam
115
Bayi besar Nadia
116
Obrolan pasangan
117
Lelaki Pujaan
118
Suami Nadia
119
Selamat Datang
120
Ibu dan Ayah Navia
121
Permintaan Maaf
122
The Girls in your Area
123
Balada Cinta Gendis
124
Tour Gratis Distrik
125
Anak Rantau
126
Kisah yang tak diinginkan
127
Pulang kembali
128
Lelaki baik itu masih Ada
129
Om Gi dan Make Up
130
Dia marah?
131
Lebih Sakit
132
Ibu terbaik
133
Hukuman Termanis
134
Mode Biasa
135
Saat Jauh
136
Perkara Kabar
137
Perkara Kabar 2
138
Sesal Tiada Guna
139
Hari yang Aneh
140
Buayanya Nad
141
Oh Ternyata
142
Pesona gadis muda
143
Lelaki Romantis
144
Kaum Milenial dan Orang-Orang Dewasa
145
Mahasiswa Cantik
146
Lelaki Beraroma Segar
147
Dalam Dekapan Om Gi
148
Para Senior Laknat
149
Para Pengganggu
150
Om Gi Yang Lugu
151
Sampai Jumpa Kesayangan
152
Istri, Ibu, dan Mahasiswi
153
Janji-janji Palsu
154
Disini Hanya Untukmu
155
Nadia Oh Nadia
156
Bersama selamanya
157
Kembali Kerutinitas
158
Vitamin C-nya Nadia
159
Kemerdekaan Tak Abadi
160
Kawasan Wajib Lapor
161
Istrinya Kapten Gibran
162
Bela Negara
163
Topik Utama
164
Teguran Keras
165
Malaikat Itu Nyata Adanya
166
Mari hadapi bersama
167
Atasan Sang Kapten
168
Menjaga Milik Pribadi
169
Jabatan Baru
170
Bos Kecil
171
Mahasiswi Pencitraan
172
Tentang sebuah kepercayaan
173
Ada Apa Dengan Om Gi?
174
Menjadi Dewasa
175
Nadia Hebat
176
Bukan manusia sempurna
177
Hari yang Sibuk
178
Airmata si Cantik
179
Nadia Dan Para Wanita Bar-Bar
180
Rasanya Cinta
181
Dilabrak
182
Harta yang berharga
183
Kejutan
184
Love you more
185
Bencong
186
Permintaan Pertama
187
Saran-saran
188
Bakti Sosial
189
Misi Kemanusiaan
190
Operasi Penyelamatan
191
Bahagiaku itu Kamu
192
Di tenda pengungsian
193
Terlalu Memuja
194
Muka Dua
195
Masa Tenang
196
Amit-amit
197
Melepaskan
198
Kumat
199
Menikah itu....
200
Pasca Wedding
201
Ekstra Part. Rindu Berat
202
Ekstra Part 2. Kesayangan

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!