Dapat Kunjungan

Nadia terbangun dengan kepala terasa berat dan nyut-nyut. Ia mendunduk dan hanya menghela nafas pendek saat mengetahui dirinya masih mengenakan seragam lengkap, rok putih dan baju batik sekolah. Nadia menyibak selimut yang menutupinya lalu turun dari ranjang dengan pelan. Langkah kecilnya membawanya ke arah dapur dimana ia mendengar bunyi blender dan peralatan dapur lainnya saling bersinggungan. Ia melirik jam di dinding saat melewati ruang tamu, waktu sudah menunjukkan pukul setegah enam sore.

"Om?" Panggilnya saat mendapati punggung lebar Gibran yang sedang berkutat dengan alat masak dan bumbu dapur.

Gibran menoleh sebentar lalu kembali melanjutkan kegiatannya menghancurkan aneka rempah masakan.

Nadia merasa kepalanya semakin berat, sekelilingnya terasa ikut berputar. Ia langsung mendudukan dirinya diatas kursi makan membaringkan kepalanya diatas meja. Gibran yang menyadari kediaman Nadia yang tak biasanya lalu menoleh dan langsung meninggalkan pekerjaannya saat melihat wajah pucat Nadia dibanjiri keringat.

"Nad kenapa?" Gibran meletakkan punggung tangannya di kening gadis itu dan cukup kaget merasakan suhu badan Nadia yang panas. "Ayo ke kamar." Gibran memapah Nadia kembali ke kamarnya. Dengan pelan membaringkan gadis itu diatas ranjang.

"Kepala Nad berat." Rintih Nadia. Wajahnya pucat pasi, bibirnya kering. Helaan nafasnya terasa begitu hangat.

"Nad istrahat. Om ambilkan obat." Gibran menyelimuti Nadia lalu beranjak mengambil kotak P3K yang selalu siap di rumahnya. Gibran kembali ke kamar membawa kotak obat bersamanya. Ia mengambil obat pereda nyeri lalu meletakkannya diatas meja. Setalah itu ia ke dapur mengambil makanan dan segelas air putih untuk Nadia.

"Nad, makan biar sedikit lalu minum obat." Gibran meletakkan piring nasi diatas meja di samping air putih. Nadia membuka matanya pelan.

"Nad gak mau minum obat." Ucapnya dengan suara sengau.

"Supaya sembuh."

Nadia menggeleng. Ia tidak suka obat. Selain karena rasanya pahit, Nadia juga selalu kesulitan menelan obat yang biasanya langsung keluar lagi menghadirkan rasa pahit diseluruh rongga mulutnya.

"Atau obatnya di hancurin, mau?" Tanya Gibran memberikan opsi. Selama ini kalau Nadia sakit ia akan menghancurkan obat dan memaksa Nadia menelannya tapi itu saat Nadia masih kecil, belum bisa melawan tapi semenjak mulai remaja, Gibran semakin kesulitan memaksa gadis manja itu minum obat.

Nadia menggeleng kuat. Ia memalingkan wajah menghindari Gibran yang sudah pasti tak akan melepaskannya dengan mudah.

Gibran menghela nafas pelan "Ya udah, makan nasi aja dulu supaya perutnya tidak kosong." usul Gibran, membantu gadis itu duduk.

"Buka mulutnya." Gibran mengarahkan sendok di depan mulut Nadia. Gadis itu menatapnya sekilas, mau menolak tapi wajah Gibran menunjukkan tidak mau menerima penolakan. Nadia membuka mulutnya dan membiarkan makanan yang terasa pahit di mulutnya itu masuk ke dalam lambungnya.

"Nad harus minum obat." Ujar Gibran disuapan terakhir Nadia.

Nadia menggeleng keras. "Kata Om tadi cuma makan." Gerutunya.

"Supaya cepat sehat." Gibran menyeka bibir Nadia yang menyisakan sebutir nasi.

"Pahit."

Gibran menghela nafas "Mana ada obat yang tidak pahit." Ujarnya sembari meletakkan piring diatas meja lalu mengambil minuman dan diberikan pada Nadia.

"Minum!" Gibran mengansurkan obat berbentuk pil pada Nadia yang langsung menolak tegas, menutup mulut dengan kedua tangannya. "Mau Om bawa ke rumah sakit?"

Mata Nadia membelalak. Ia tidak suka rumah sakit, ia membenci tempat itu. Nadia menggeleng kuat dengan mata yang mulai berkaca-kaca. Bayangan saat kehilangan orangtuanya selalu muncul setiap ia melihat bangunan tempat merawat orang sakit itu. Tak heran, jika banyak orang bercita-cita menjadi dokter, Nadia malah memilih menjadi pengemis daripada menjadi dokter dan harus bekerja di rumah sakit.

"Ya sudah, minum obatnya." Paksa Gibran, melepaskan tangan Nadia dari bekapan mulut sendiri.

"Nad nggak mau Om." Nadia mulai terisak. Menggelengkan kepala kuat saat Gibran memegang kedua rahangnya memaksa nadia membuka mulut.

"Ayo, Nad jangan paksa Om buat ngikat kamu lagi." Gibran berujar tegas. Airmata dipipi Nadia mengucur deras. Bayangan saat Gibran mengikat kedua tangannya melesat dalam kepalanya. Gibran bisa melakukan apapun padanya tanpa ada perlawanan berarti.

"Ngggghhh!" Nadia mengunci rapat mulutnya. Gibran yang mulai jengah dengan sikap keras kepala Nadia tanpa pikir lama langsung berdiri dan mengambil dasi sekolah Nadia yang tergantung di belakang pintu lalu mengikat tangan gadis itu tanpa mendapat perlawanan berarti.

Nadia memberontak berusaha melepaskan tangannya namun tenaganya tak sebanding dengan Gibran apalagi keadaannya sedang sakit.

"Setelah minum obat. Om lepas." Ujar Gibran tegas.

Butir-butir air mata jatuh dari mata hitam bulat Nadia, memandang Gibran dengan penuh permusuhan. Terlebih saat laki-laki itu menekan rahangnya dan memasukan obat secara paksa diikuti air putih.

"Sudah." Gibran menghela nafas lega setelah obat itu sudah berhasil ditelan Nadia walaupun harus dengan cara yang sedikit kasar. Di depannya Nadia menangis sesugukkan, merasa kesal atas perlakuan Gibran barusan.

Gibran melepaskan ikatan tangan Nadia dengan perlahan "Maaf. Hanya dengan cara ini Nad bisa minum obat." ucapnya menghapus sisa air mata di pipi gadis itu. "Istrahat lah."

***

Nadia membuka matanya dan dengan pelan menyesuaikan dengan cahaya matahari yang masuk lewat celah cendela kamarnya. Demamnya sudah mulai turun sejak semalam setelah minum obat dengan cara luar biasa tragis dari om nya. Pagi tadi Gibran membangunkannya lagi untuk minum obat tapi tidak lagi dengan mengikatnya karena Om nya menemukan cara baru yang tidak kalah ekstrimnya dari yang semalam. Entah bagaimana caranya Gibran menyelipkan obat dalam mulutnya yang pasti saat Nadia berpikir Gibran kembali 'berulah' ternyata lelaki itu memasukan obat dalam mulut Nadia dengan lidahnya. Memikirkannya saja membuat kepala Nadia kembali nyut-nyut. Laki-laki itu terlalu banyak modusnya, ia sampai pusing sendiri menghadapi orang dewasa yang baru saja membebaskan sisi liarnya.

Hari ini ia izin dari sekolah. Katanya Gibran sudah menelfon wali kelasnya untuk mengabarkan keadaannya. Walaupun demamnya sudah tidak sepanas semalam, badannya masih butuh istrahat karena berdiri terlalu lama masih sedikit membuatnya pusing.

Tok tok tok!

"Assalamualaikum Naaaaad. Yuhuuuu!"

Nadia yang baru saja ingin ke dapur mengambil air minum menghentikan langkahnya. Suara perdebatan di luar rumah yang tidak asing di telinganya membawa langkahnya berbalik arah. Ini mengintip lewat jendela sebelum membuka pintu dan tampak mengerutkan kening melihat tiga orang sahabatnya sedang mendebatkan sesuatu.

Nadia melirik jam, waktu masih menunjukkan pukul sepuluh pagi, seharusnya tiga gadis itu sedang di sekolah sekarang mengikuti pelajaran bukannya berdebat di depan rumah orang.

"Waalaikumsalam. Lo bertiga ngapain disini?" Sambutan 'manis' dari tuan rumah yang 'ramah'.

"Nadiaaaaaaa!!!"

Nadia terhuyung kebelakang karena tidak siap dengan serangan tiga orang gadis bar-bar yang kini memeluknya erat.

"Aww! Lepasin gilak!" Nadia mengurai pelukan dari tiga sahabatnya itu lalu memegang kepalanya yang tiba-tiba pusing.

"Ops, Sorry Nad, sorry." Aleksis langsung memegang Nadia lalu mendudukan gadis itu di sofa.

"Duh, maafin kita." Sandra dan Gendis duduk di dekat kaki Nadia dengan wajah panik.

"Lo nggak apa-apa kan?" Gendis memijat betis Nadia, bingung mau melakukan apa.

"It's oke. Gue cuma kaget aja diseruduk tiba-tiba." Ujar Nadia menenangkan ketiga sahabatnya. Aleksis, Sandra dan Gendis mengelus dada lega.

"Kalian ngapain datang jam segini? Bukannya masih jam belajar ya?" Tanya Nadia kemudian menatap selidik ketiga sahabatnya yang kini malah saling mencolek.

"Jengukin lo lah." Ujar Sandra menyengir lebar.

"Iya, Nad. Sepi gak ada lo di skolah." sambung gendis.

"Ya tapi jangan pas jam belajar dong. Kalian izin apa bolos?"

"Bolos doooong." Sambar Aleksis bangga. Emang dasar sahabat-sahabatnya tidak ada yang beres.

"Songong amat lu bolos." Timpal Nadia heran.

"Kan niatnya mulia buat jengukin lo." Ujar Gendis polos. Ck. Gendis juga, boleh lah juara kelas, tapi kok b*gonya ikutan juara juga ya.

"Niatnya sih baik, pelaksanaannya yang sesat." Ujar Nadia memijit pelipisnya.

"Ck sekali-kali Nad. Tapi jangan bilang-bilang sama Om gi ya kalau nanyain kenapa kita bisa kesini sekarang. Bilang aja kami dapat izin khusus dari sekolah." Pinta Aleksis menangkupkan tangan. Bisa diusir sama Gibran mereka kalau ketahuan bolos sekolah. Bagus kalau cuma diusir, kalau di kembaliin di sekolah kan namanya setor nyawa. Mana pelajaran pak Jatmi ngebosanin lagi.

"Dih ogah! Gak mau gue disuruh bohong, apalagi sama Om Gi. Kalau ketahuan hukumannya dobel."

"Diem aja udah. Ya ya ya... kan gak bohong." Lanjut Sandra memberi solusi sesat.

"Kalian naik apa kesini? Gue gak denger suara mobil." Tanya Nadia melongokkan kepala keluar pintu.

"Grab. Kami manjat dinding dong. Tempat pelarian kita biasanya." Terang Sandra bersemangat. Nadia meringis, tempat pelarian yang selalu menjadi penyebab utama ia dihukum Gibran.

"Betewe Om Gi mana? Kok sepi?" Sandra menelisik sekelilingnya.

"Kantor."

"Lo ditinggal sendiri?" Gendis berdiri lalu duduk di salah satu kursi kosong begitupun Sandra.

"Iya lah emang sama siapa lagi."

"Tapi kan lo lagi sakit. Tega bener." Aleksis mengelus bahu Nadia.

"Udah baikan kok gue. Besok juga udah bisa masuk sekolah." Terang nadia kalem.

"Tetep aja. Gue mah kalau jadi elo, gak mau ditinggal." Sela Sandra.

"Makanya istrinya Om Gi bukan lo tapi Nadia." Ujar Gendis yang langsung mendapat pelototan tajam dari Sandra.

"Kalian pulang aja kalau cuma mau gangguin istrahat gue. Gue butuh istrahat." Nadia menatap ketiganya malas.

"Yah lo jahat banget sih. Gue kan belum ketemu Om Gi, masa lo ngusir." Sandra menatap Nadia manyun.

"Ck. Nanti juga lo liat idola lo itu." Nadia menyandarkan badannya di sandaran kursi.

"Iya sih, Nad butuh istrahat. Nanti kita ketemu di skolah." Aleksis berujar bijak

"Bener." Gendis meletakkan keranjang buah dan beberapa jenis kue di atas meja. "Gak ada minumannya karena kata momi gue, kalau lagi demam banyakin minum air putih." Jelas Gendis tanpa di minta.

"Banyak beneer. Gue bisa sekalian jualan ini mah." Celetuk Nadia membuat ketiga sahabatnya tertawa.

"Lo lekas sehat ya. Cheers butuh pemimpinnya." Ucap Aleksis memeluk hangat Nadia, menyusul sandra dan gendis.

"Thanks, guys." Nadia tersenyum hangat kepada ketiga sahabatnya. Biarpun dimata guru-guru dan anak-anak lain mereka dicap sebagai pembuat onar, tapi Bagi Nadia Aleksis, Sandra dan Gendis adalah kebaikan lain yang Tuhan beri dalam hidupnya yang sepi setelah Om gibran tentunya.

Nadia mengantar ketiga sahabatnya keluar rumah. Sebuah mobil sudah menunggu di depan rumah untuk menjemput ketiga pewaris itu.

Nadia kembali ke dalam rumah setelah sahabat-sahabatnya pergi. Ia mengambil satu apel dalam keranjang lalu menuju dapur untuk mencucinya. Nadia kembali ke ruang tengah dengan apel bersih di tangannya. Ia berbaring diatas karpet yang sudah Gibran sediakan untuknya sebelum berangkat ke kantor dengan bantal serta selimut disana. Nadia menarik selimut lalu membaringkan badannya dengan nyaman.

.

.

Gibran membuka pintu yang tidak terkunci setelah mengucapkan dan tidak mendapatkan jawaban.

"Istri lo tidur?" Gio yang menyusul di belakangnya langsung duduk di kursi setelah Gibran membuka pintu. Vina, Elsa, dan Dewa menyusul di belakang.

"Kenapa tidak di bawa ke rumah sakit Nad nya, bang?" Tanya Vina duduk di samping Gibran yang sedang melepas sepatu larasnya.

"Cuma demam biasa." Jawab Gibran santai. Ia berdiri meletakkan sepatunya di rak sepatu yang ada di belakang pintu.

"Udah di periksa?" Tanya Elsa, netranya tertuju pada rak sepatu dimana ada beberapa sepatu Gibran berjejer bersama sepatu-sepatu sekolah Nadia. Melihat ini saja Elsa merasa bahkan rak sepatu sedang mengejeknya sekarang.

"Sudah. Semalam dokter datang." Ungkap Gibran. "Saya liat Nadia sebentar." Gibran masuk ke ruang tengah dan menemukan Nadia sedang tertidur meringkuk di depan tv. Gibran menghampiri Nadia, memegang kening gadis itu. Seulas senyum lega terpatri di wajahnya saat tau suhu tubuh Nadia sudah kembali normal. Setelah itu ia kembali bergabung dengan keempat temannya di ruang tamu.

"Nadia sedang istrahat." Ujar Gibran meletakkan air minum kemasan diatas meja setelah memindahkan beberapa jenis kue dan keranjang buah yang memenuhi meja. Saat membaca nama toko kuenya, Gibran langsung menebak kalau itu dari sahabat-sahabat Nadia. Siapa lagi orang yang mau menghabiskan uang jutaan rupiah hanya untuk beberapa potong kue kalau bukan para Crazy rich student, sahabat-sahabat istrinya.

"Harga kuenya sama dengan harga makanan gue selama seminggu meeen." Celetuk Dewa setelah melihat price tag yang belum terbuka dari kue-kue yang baru saja di pindahkan Gibran.

"Siapa yang berkunjung, Bang?" Tanya Vina ikut penasaran dengan tamu yang baru saja membuat jiwa misqiiinnya bergejolak.

"Teman sekolah Nadia." Jawab Gibran kalem. Ia tentu akan syok juga kalau seandainya ia baru mengenal anak-anak itu. Siapa yang tidak kaget melihat harga tas sekolah siswa SMA yang hampir sama dengan gaji seorang prajurit dua garis merah dalam sebulan.

"Gilak! Horang khayaaaa" Dewa menggelengkan kepala takjub.

"Lo nggak liat bininya Gibran, bro? Nangis dompet lu kalo lu yang jadi suaminya." Ucap Gio yang mengundang tawa rekannya yang lain terkecuali Dewa yang keki setengah mati.

"Iya sih. Gue aja ampe kaget liat outfit Nadia di internet. Puluhan jetoooong." Lanjut Vina tak kalah speechless-nya saat tak sengaja melihat di salah satu situs belanja online harga baju yang Nadia kenakan saat mereka pertama bertemu di warung gado-gado.

"Kenapa jadi bahas pakaian Nadia, itu suaminya di depan kalian." Elsa yang sejak tadi menyimpak tak tahan juga mendengar komentar-komentar tentang betapa kayanya seorang Nadia. karena ia sadar, walaupun kedudukan ayahnya seorang petinggi TNI, tak akan pernah menandingi kekayaan Gaudia Group. Ia melirik Gibran yang tampak tak terganggu sama sekali dengan ucapan Dewa dan vina mengenai istrinya.

"Tapi Nad anteng ya, Gi. Padahal biasanya anak-anak konglomerat seperti dia hidupnya glamor." Vina belum juga habis bahan membahas Nadia.

Gibran mengedikkan bahu. Mereka tidak tau saja kalau kemarin Nadia baru saja membeli sebuah tas seharga hampir sepuluh juta. Untung saja tidak sering, kalau Nadia sophaholic, sudah pasti ia mesti mencari pekerjaan sampingan untuk tambah-tambah penghasilan.

"Setuju gue sih. Istri lu cukup bijak ngatur gaji seorang prajurit." Imbuh Gio yang hanya mendapat seulas senyum tipis dari Gibran. Mereka salah menilai gadis kecilnya itu. Bagaimana mau mengatur gaji, harga garam di pasaran saja Nadia tidak tahu.

"Ketemu pawangnya sih." Tambah Dewa lagi.

"Lo salah bro. Nad--"

"Om?"

Vina menghentikan kalimatnya saat Nadia muncul dengan wajah kuyu yang tampak lucu mengenakan baju kaos kebesaran Gibran yang menutupi lututnya. Diam-diam tentara wanita itu melirik sisi kanannya saat Nadia dengan santainya menjatuhkan diri diatas pangkuan Gibran.

Ada yang patah tapi bukan ranting.

***

Terpopuler

Comments

Naura Sabrina

Naura Sabrina

salah sendiri nongol terus d rumah orang

2023-03-07

1

buk e irul

buk e irul

ada yang patah tapi bukan ranting...🤣

2022-07-13

1

EkaYulianti

EkaYulianti

yg patah, hati nya Elsa

2022-07-09

1

lihat semua
Episodes
1 Gadis nakalnya Om
2 Rumah hijau
3 Tante-tante cantik
4 Tamu tak di undang
5 Drama Makan malam
6 Drama Nadia
7 Pembuat Onar
8 Kabur dari Penjara
9 Semi militer
10 Om-om Tentara
11 Istri-Istri Tentara
12 Main ke Pantai
13 Penjaga Gadis Nakal
14 Ketika Om Tidak Ada
15 Di Ospek Lagi
16 Peliharaan Om-Om
17 Pelajaran dari Om
18 Pelajaran lainnya
19 Dapat Kunjungan
20 Kunjungan Lain
21 Malam mingguan
22 Bocor
23 Yang bersayap
24 Menu Makan Malam
25 Lebih dari 3000
26 Marahnya Gibran
27 Buatan sendiri
28 Milik Nadia
29 Dirgahayu Om Gi
30 Pewaris Gaudia Group
31 Alat Negara
32 Hari H
33 Obatnya Om Gibran
34 Jika harus pisah
35 Istri Sah Gibran Al Fateh
36 Habis manis lalu pergi
37 Menunggu Om Gi kembali
38 Kehidupan Istri Prajurit
39 Terima kasih sudah berjuang.
40 Bunga hidup untuk Om Gi
41 Anak SMA VS Om Tentara
42 Asal Om Gibran Bahagia
43 Tante-tante tutup panci
44 Calon Papa mama yang baik
45 Tugas Negara diatas Keluarga
46 Airmata Seorang Persit
47 Musuh bersama
48 Cemburunya Nadia
49 Nadia dan Om Gibran
50 Mencari Nadia
51 Usaha mendapatkan Maaf
52 Para Lelaki
53 Istrinya Gibran
54 Susu pisang spesial ala Nadia
55 Jalan sama Om-Om
56 Antara Sayang dan cinta
57 Wanitanya Om Gibran
58 Ujian bersama
59 Senjata makan Tuan
60 Salah siapa?
61 Ada apa dengan Om Gi?
62 Ngidam.
63 Satu garis samar lainnya
64 Ngidam Bucin
65 Hati yang Om Gi sakiti
66 Barisan Para Fans
67 Barisan para Fans 2
68 Butuh Piknik
69 Ada hati yang harus dijaga
70 Masih Anak Sekolah
71 Guguk menggonggong, Nadia berlenggok
72 Janji yang diingkari
73 Sumpah seorang Prajurit
74 Tentang Dokter Elsa
75 Hari-hari Terakhir
76 Tak Kenal Maka Tak sayang
77 Rumahku adalah istanaku
78 Matahari terbit di sayap Garuda
79 Menyesuaikan Diri
80 Hari Pertama di tempat Baru
81 Orang-orang Baik
82 Berburu peradaban
83 Istri yang baik
84 Tetangga Rese
85 Milikku
86 Diabaikan
87 Kepergian Nadia
88 Jarak dan Waktu
89 Kata Tanpa Rasa
90 Berita Kelulusan
91 Satu-satunya
92 Jangan Pergi
93 Obrolan serius
94 Anak hasil didikan Gibran
95 Memaafkan dan Menghargai
96 Om-om Serba Bisa
97 Badai Tak Terduga
98 Penyejuk Hati
99 Senandung Cinta Nadia
100 Om Gibran yang Baik
101 Jaga dia untukku
102 Aku pasti kembali
103 Manis Manja
104 Suami sayang Istri
105 Lidah Tetangga
106 Kata Dokter
107 Definisi Cinta
108 Para Pemburu
109 Ulat Sagu
110 Hak milik Gibran
111 Nadia Bakpau
112 Pasangan Serasi???
113 Pria menyebalkan
114 Acara Malam
115 Bayi besar Nadia
116 Obrolan pasangan
117 Lelaki Pujaan
118 Suami Nadia
119 Selamat Datang
120 Ibu dan Ayah Navia
121 Permintaan Maaf
122 The Girls in your Area
123 Balada Cinta Gendis
124 Tour Gratis Distrik
125 Anak Rantau
126 Kisah yang tak diinginkan
127 Pulang kembali
128 Lelaki baik itu masih Ada
129 Om Gi dan Make Up
130 Dia marah?
131 Lebih Sakit
132 Ibu terbaik
133 Hukuman Termanis
134 Mode Biasa
135 Saat Jauh
136 Perkara Kabar
137 Perkara Kabar 2
138 Sesal Tiada Guna
139 Hari yang Aneh
140 Buayanya Nad
141 Oh Ternyata
142 Pesona gadis muda
143 Lelaki Romantis
144 Kaum Milenial dan Orang-Orang Dewasa
145 Mahasiswa Cantik
146 Lelaki Beraroma Segar
147 Dalam Dekapan Om Gi
148 Para Senior Laknat
149 Para Pengganggu
150 Om Gi Yang Lugu
151 Sampai Jumpa Kesayangan
152 Istri, Ibu, dan Mahasiswi
153 Janji-janji Palsu
154 Disini Hanya Untukmu
155 Nadia Oh Nadia
156 Bersama selamanya
157 Kembali Kerutinitas
158 Vitamin C-nya Nadia
159 Kemerdekaan Tak Abadi
160 Kawasan Wajib Lapor
161 Istrinya Kapten Gibran
162 Bela Negara
163 Topik Utama
164 Teguran Keras
165 Malaikat Itu Nyata Adanya
166 Mari hadapi bersama
167 Atasan Sang Kapten
168 Menjaga Milik Pribadi
169 Jabatan Baru
170 Bos Kecil
171 Mahasiswi Pencitraan
172 Tentang sebuah kepercayaan
173 Ada Apa Dengan Om Gi?
174 Menjadi Dewasa
175 Nadia Hebat
176 Bukan manusia sempurna
177 Hari yang Sibuk
178 Airmata si Cantik
179 Nadia Dan Para Wanita Bar-Bar
180 Rasanya Cinta
181 Dilabrak
182 Harta yang berharga
183 Kejutan
184 Love you more
185 Bencong
186 Permintaan Pertama
187 Saran-saran
188 Bakti Sosial
189 Misi Kemanusiaan
190 Operasi Penyelamatan
191 Bahagiaku itu Kamu
192 Di tenda pengungsian
193 Terlalu Memuja
194 Muka Dua
195 Masa Tenang
196 Amit-amit
197 Melepaskan
198 Kumat
199 Menikah itu....
200 Pasca Wedding
201 Ekstra Part. Rindu Berat
202 Ekstra Part 2. Kesayangan
Episodes

Updated 202 Episodes

1
Gadis nakalnya Om
2
Rumah hijau
3
Tante-tante cantik
4
Tamu tak di undang
5
Drama Makan malam
6
Drama Nadia
7
Pembuat Onar
8
Kabur dari Penjara
9
Semi militer
10
Om-om Tentara
11
Istri-Istri Tentara
12
Main ke Pantai
13
Penjaga Gadis Nakal
14
Ketika Om Tidak Ada
15
Di Ospek Lagi
16
Peliharaan Om-Om
17
Pelajaran dari Om
18
Pelajaran lainnya
19
Dapat Kunjungan
20
Kunjungan Lain
21
Malam mingguan
22
Bocor
23
Yang bersayap
24
Menu Makan Malam
25
Lebih dari 3000
26
Marahnya Gibran
27
Buatan sendiri
28
Milik Nadia
29
Dirgahayu Om Gi
30
Pewaris Gaudia Group
31
Alat Negara
32
Hari H
33
Obatnya Om Gibran
34
Jika harus pisah
35
Istri Sah Gibran Al Fateh
36
Habis manis lalu pergi
37
Menunggu Om Gi kembali
38
Kehidupan Istri Prajurit
39
Terima kasih sudah berjuang.
40
Bunga hidup untuk Om Gi
41
Anak SMA VS Om Tentara
42
Asal Om Gibran Bahagia
43
Tante-tante tutup panci
44
Calon Papa mama yang baik
45
Tugas Negara diatas Keluarga
46
Airmata Seorang Persit
47
Musuh bersama
48
Cemburunya Nadia
49
Nadia dan Om Gibran
50
Mencari Nadia
51
Usaha mendapatkan Maaf
52
Para Lelaki
53
Istrinya Gibran
54
Susu pisang spesial ala Nadia
55
Jalan sama Om-Om
56
Antara Sayang dan cinta
57
Wanitanya Om Gibran
58
Ujian bersama
59
Senjata makan Tuan
60
Salah siapa?
61
Ada apa dengan Om Gi?
62
Ngidam.
63
Satu garis samar lainnya
64
Ngidam Bucin
65
Hati yang Om Gi sakiti
66
Barisan Para Fans
67
Barisan para Fans 2
68
Butuh Piknik
69
Ada hati yang harus dijaga
70
Masih Anak Sekolah
71
Guguk menggonggong, Nadia berlenggok
72
Janji yang diingkari
73
Sumpah seorang Prajurit
74
Tentang Dokter Elsa
75
Hari-hari Terakhir
76
Tak Kenal Maka Tak sayang
77
Rumahku adalah istanaku
78
Matahari terbit di sayap Garuda
79
Menyesuaikan Diri
80
Hari Pertama di tempat Baru
81
Orang-orang Baik
82
Berburu peradaban
83
Istri yang baik
84
Tetangga Rese
85
Milikku
86
Diabaikan
87
Kepergian Nadia
88
Jarak dan Waktu
89
Kata Tanpa Rasa
90
Berita Kelulusan
91
Satu-satunya
92
Jangan Pergi
93
Obrolan serius
94
Anak hasil didikan Gibran
95
Memaafkan dan Menghargai
96
Om-om Serba Bisa
97
Badai Tak Terduga
98
Penyejuk Hati
99
Senandung Cinta Nadia
100
Om Gibran yang Baik
101
Jaga dia untukku
102
Aku pasti kembali
103
Manis Manja
104
Suami sayang Istri
105
Lidah Tetangga
106
Kata Dokter
107
Definisi Cinta
108
Para Pemburu
109
Ulat Sagu
110
Hak milik Gibran
111
Nadia Bakpau
112
Pasangan Serasi???
113
Pria menyebalkan
114
Acara Malam
115
Bayi besar Nadia
116
Obrolan pasangan
117
Lelaki Pujaan
118
Suami Nadia
119
Selamat Datang
120
Ibu dan Ayah Navia
121
Permintaan Maaf
122
The Girls in your Area
123
Balada Cinta Gendis
124
Tour Gratis Distrik
125
Anak Rantau
126
Kisah yang tak diinginkan
127
Pulang kembali
128
Lelaki baik itu masih Ada
129
Om Gi dan Make Up
130
Dia marah?
131
Lebih Sakit
132
Ibu terbaik
133
Hukuman Termanis
134
Mode Biasa
135
Saat Jauh
136
Perkara Kabar
137
Perkara Kabar 2
138
Sesal Tiada Guna
139
Hari yang Aneh
140
Buayanya Nad
141
Oh Ternyata
142
Pesona gadis muda
143
Lelaki Romantis
144
Kaum Milenial dan Orang-Orang Dewasa
145
Mahasiswa Cantik
146
Lelaki Beraroma Segar
147
Dalam Dekapan Om Gi
148
Para Senior Laknat
149
Para Pengganggu
150
Om Gi Yang Lugu
151
Sampai Jumpa Kesayangan
152
Istri, Ibu, dan Mahasiswi
153
Janji-janji Palsu
154
Disini Hanya Untukmu
155
Nadia Oh Nadia
156
Bersama selamanya
157
Kembali Kerutinitas
158
Vitamin C-nya Nadia
159
Kemerdekaan Tak Abadi
160
Kawasan Wajib Lapor
161
Istrinya Kapten Gibran
162
Bela Negara
163
Topik Utama
164
Teguran Keras
165
Malaikat Itu Nyata Adanya
166
Mari hadapi bersama
167
Atasan Sang Kapten
168
Menjaga Milik Pribadi
169
Jabatan Baru
170
Bos Kecil
171
Mahasiswi Pencitraan
172
Tentang sebuah kepercayaan
173
Ada Apa Dengan Om Gi?
174
Menjadi Dewasa
175
Nadia Hebat
176
Bukan manusia sempurna
177
Hari yang Sibuk
178
Airmata si Cantik
179
Nadia Dan Para Wanita Bar-Bar
180
Rasanya Cinta
181
Dilabrak
182
Harta yang berharga
183
Kejutan
184
Love you more
185
Bencong
186
Permintaan Pertama
187
Saran-saran
188
Bakti Sosial
189
Misi Kemanusiaan
190
Operasi Penyelamatan
191
Bahagiaku itu Kamu
192
Di tenda pengungsian
193
Terlalu Memuja
194
Muka Dua
195
Masa Tenang
196
Amit-amit
197
Melepaskan
198
Kumat
199
Menikah itu....
200
Pasca Wedding
201
Ekstra Part. Rindu Berat
202
Ekstra Part 2. Kesayangan

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!