Kabur dari Penjara

"Bu, Ibu jangan gitu dong. Dengerin juga penjelasan kita. Si Bu--Em maksud saya si cantika kesiram kran karena salah dia sendiri bukan karena Nadia atau siapa pun. Ngomong lo Tik, jangan diem aja kayak orang bisu." Aleksis menghardik Cantika yang diam sesunggukan menatap lantai.

Nadia yang dituduh sebagai tersangka utama bahkan sudah berbusa menjelaskan kesalahpahaman yang terjadi namun karena imagenya sebagai biang onar di Nusantara membuat ia menjadi sosok yang tak dipercaya lagi. Benar-benar menyebalkan, bertemu dengan orang dewasa yang merasa diri paling benar, tidak bu wardah, Om Gibran, semuanya sama saja.

"Kalian bertiga silahkan keluar. Bawa surat ini untuk orangtua kalian." Bu wardah mengeluarkan tiga amplop surat dari lacinya dan menyerahkannya pada Aleksis, Sandra dan Gendis. Sementara Nadia dan Cantika masih di dalam ruangan BK menunggu wali masing-masing.

"Nad, kenapa sih selalu kamu setiap hari? Baru juga kemarin dapat skors karena rokok, Sekarang membuli cantika. Ibu benar-benar tidak habis pikir apa yang ada dalam pikiran kamu itu."

Nadia diam. Tak ada gunanya bagi nadia menjawab semua tuduhan itu. Iya membela diripun tidak akan ada yang percaya jadi biarkan saja, toh skors tidak buruk-buruk amat.

"Jawab Nad!"

"Jawab apa sih bu, percuma. Ibu juga gak bakal percaya kan." Nadia berujar malas. Untuk apa iya habiskan waktu membantah semua tuduhan kalau ternyata tersangkanya sudah di tetapkan.

Tok tok tok

"Assalamualaikum,"

"Waalaikumsalam, Pak Gibran. Silahkan masuk."

Nadia melirik sosok Gibran dengan sudut matanya. Laki-laki itu masih mengenakan seragam lengkapnya seperti tadi pagi.

"Kalian berdua tunggu di luar."

Nadia langsung keluar tanpa menoleh sedikitpun pada Gibran. Ia tau, hidupnya kali ini benar-benar akan berakhir. Tapi sudahlah, ini bukan pertama kalinya kan.

Sepeninggal Nadia, Gibran langsung duduk setelah di persilahkan oleh bu wardah.

"Mohon maaf pak Gibran, kami mengganggu waktu anda. Tapi kali ini Nadia dan teman-temannya benar-benar keterlaluan. kasus bullying adalah kasus yang sangat mencoreng sebuah institut pendidikan. Kami tau, Gaudia Group adalah penyumbang dana terbesar di sekolah ini tapi peraturan sekolah harus tetap di tegakkan."

Gibran mengangguk paham "Maafkan saya, Bu. Ini kelalaian saya sebagai wali Nadia sampai ia bisa melakukan hal yang ibu sebutkan tadi. Tapi bu, apakah Nadia benar-benar terbukti membully temannya? Karena setau saya, senakal apapun Nadia, ia bukan anak yang suka menindas orang lain." Ujarnya.

Bu wardah menarik nafas pelan, "Saya yang melihat langsung kejadiannya pak. Nadia menyiram temannya di kamar mandi."

"Ibu yakin Nadia yang melakukannya?"

Bu wardah tampak ragu-ragu untuk menjawab. "Begini saja, Pak. Kami akan melakukan pemeriksaan ulang tapi Nadia tetap harus di hukum untuk membersihkan kamar mandi selama tiga hari karena selain kasus bully, Nadia juga melanggar peraturan sekolah dengan membawa alat kecantikan di sekolah."

Gibran mengangguk "Baik, bu. Tapi tolong, sampai kasus ini benar-benar jelas, saya harap Nadia tetap mendaptkan haknya untuk belajar."

"Pasti, Pak. Kami jamin itu."

"Kalau begitu saya permisi. Nadia saya bawa pulang untuk hari ini."

"Iya, Pak Gibran. Silahkan."

Gibran keluar ruangan BK dengan wajah dingin dan kaku.

"Ambil tas kamu."

Nadia berlalu ke kelasnya tanpa menjawab ucapan Gibran. Laki-laki itu menghela nafas panjang sebelum kemudian kembali ke tempat parkir motornya.

.

.

"Saya kembali ke kantor. Kamu di rumah saja, jangan kemana-mana." Ucap Gibran setelah menurunkan Nadia di depan rumah.

Nadia mengangguk. Lalu tanpa menunggu Gibran pergi, ia langsung masuk ke dalam rumah yang tidak terkunci.

Sesampainya di dalam rumah, Nadia bergegas menutup pintu rapat-rapat, lalu mengintip di balik jendela memastikan Gibran sudah tidak di depan.

"Huuuuf, Alhamdulillah. Selamat." Nadia mengelus dadanya lega. Setelah suara motor Gibran tak lagi terdengar, ia segera masuk ke dalam kamar lalu membuka lemari mengeluarkan beberapa potong pakaian dan memasukkan dalam ranselnya. Nadia mengambil beberapa lembar uang merah dari kantong baju Gibran dan memasukkannya ke dalam dompetnya.

"Pinjam om." Ucapnya seolah Gibran mendengarnya.

Nadia baru akan keluar rumah setelah menyadari bahwa penjaga pos akan mencurigainya jika ia membawa tas besar maka segera ia membuka pakaian tersebut dari tasnya dan hanya menyisakan satu pasang saja.

"Siap jalan." Nadia menepuk tas ranselnya dengan senyum lebar. Wajahnya tiba-tiba sendu saat melihat foto Gibran dan dirinya yang terpajang di dinding "Maaf ya, Om, Nad belum siap dapat amukan om hari ini jadi sementara Nadia pergi dulu. Nad bisa jaga diri, Om tenang saja." Ujar Nadia pada foto tersebut.

Nadia keluar rumah dengan hati-hati. Tidak akan lucu kalau pelariannya tertangkap sebelum sempat benar-benar lari.

"Selamat siang, Dek Nadia. Kok sudah pulang dari sekolah?"

Nadia menggigit bibir dalamnya kesal saat suara nyinyir itu menyapanya. Ia memang tak bisa menghindar bertemu dengan tante nyinyir itu tapi tidak sekarang saat ia sedang dalam usaha melarikan diri.

"Eh tante agus. Selamat siang, tante. Ia nih, ada buku ekskul yang ketinggalan." Jawab Nadia berbohong. Dalam hati ia memohon ampun karena sudah membohongi orang tua.

"Oh, Dek Nadia ikut ekskul? Ekskul apa? Bisa dong nanti ngajarin ibu-ibu asrama." Tetangga Nadia satu ini benar-benar ramah sampai-sampai Nadia ingin menjadikannya Ibu RT saking ramahnya.

"Ah iya, tante. Permisi ya tante, saya buru-buru." Nadia bergegas pergi tanpa menghiraukan Ibu Agus yang mulai aksi nyinyirnya.

Saat melewati pos jaga, Nadia menundukkan kepala menyembunyikan wajahnya. Dan semesta sedang mendukungnya sekarang, tak ada satu penjagapun yang menegurnya. Sebuah keajaiban karena biasanya saat lewat di pos jaga, adik-adik tingkat Gibran akan selalu memanggilnya dengan panggilang 'Tante Gibran' benar-benar menggelikan. Nadia berlari menuju sebuah warung kecil tak jauh dari asrama untuk menunggu angkot. Ojek tentu bukan pilihan bijak karena Ojek pengkolan di sekitar sini pasti sudah di hafal oleh Gibran.

***

"Assalamualaikum, Bang Gi."

"Oh, Waalaikumsalam dokter Elsa."

Gibran yang tengah membagikan makanan bagi para pendonor darah tersenyum tipis pada Elsa yang baru saja menyelesaikan tugasnya mengambil darah. Hari ini kesatuan mereka sedang melakukan kegiatan donor darah gratis untuk memperingati hari kesaktian pancasila. Dokter Elsa dan beberapa dokter muda lainnya dari Universitas negri ikut serta dalam kegiatan tersebut sebagai tim medis.

"Dari sekolah Nadia?"

Gibran mengernyit, terlalu cepat berita tersebar, padahal ia hanya meminta izin pada salah satu petugas tapi sekarang bahkan Elsa sudah mendengar kabar ini. Gibran tersenyum lembut.

"Iya." Ucapnya sembari melanjutkan kegiatannya membagi makanan.

"Nadia pasti gadis yang aktif. Bang Gi harus banyak bersabar." Elsa mengambil satu gelas minuman mineral dari dos yang sedang dibawa Gibran.

Gibran hanya menimpali dengan senyum tipis.

"Susu?" Gibran menyodorkan susu kotak kepada dokter Elsa.

"Thanks."

"Sama-sama." Gibran duduk disalah satu brangkar kosong setelah pekerjaannya selesai. Elsa yang juga tidak memiliki pekerjaan lain, ikut duduk di brangkar yang ada di depan Gibran.

"Nad sangat beruntung memiliki abang. Bertanggungjawab dan bisa diandalkan." Elsa berucap sembari memainkan alat tetoskop yang menggantung di lehernya.

"Gimana kuliah spesialisnya, lancar?" Gibran mengalihkan pembicaraan dengan membahas hal lain. Membicarakan keadaan rumah tangganya bukanlah kebiasaan gibran. Elsa yang paham Gibran tak ingin membahas privasinya hanya tersenyum kecut.

"Alhamdulillah lancar. Berkat doa mama dan papa. Doa abang juga."

Gibran terkekeh, "Banyak yang mendoakan dokter Elsa. Saya bukanlah apa-apa."

Elsa menggeleng "No. Abang berarti banyak buat Elsa."

Gibran mengangguk samar. Ia melirik jam di pergelangannya. Sebentar lagi waktu ashar dan kegiatan pun sudah selesai. Berlama-lama dengan seorang wanita lain bukanlah hal bijak yang ia lakukan.

"Maaf, Dok. Saya pamit duluan. Sebentar lagi waktu sholat." Gibran beranjak dari tempat duduknya.

"Ah, Iya. Elsa juga harus pulang. Mama pasti sudah menunggu."

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam, bang Gi."

Elsa menatap punggung Gibran yang menjauh dengan perasaan sesak yang menghimpit dadanya. Perasaan ini terlalu menyakitkan dan ia tidak tau lagi bagaimana caranya untuk mengikhlaskan sosok yang dicintainya itu.

***

"Assalamualaikum, Nad?" Gibran membuka pintu dan mengernyit saat mendapati suasana dalam rumah yang sepi. Biasanya sore begini Nadia sedang menonton tv dengan volume yang membuat tetangga sebelah ingin membanting pintu.

Perasaan Gibran mulai tak enak saat melihat beberapa potong pakaian Nadia berserakan diatas lantai. Seingatnya ia sudah merapikan kamar saat berangkat tadi lalu ini apa?

"Nad? Kamu dimana?" Gibran membuka pintu kamar mandi namun tak menemukan nadia disana. Perasaannya mulai diliputi kekhawatiran mengingat kediaman nadia saat ia jemput di sekolah tadi. Belum lagi otak ajaib Nadia yang selalu memiliki ide-ide cemerlang untuk melakukan hal-hal luar biasa.

Gibran segera mengambil hpnya lalu menelfon rumah.

"Assalamualaikum mbak, Nadia pulang ke rumah?"

"...."

"Tidak ya, mbak. Ya sudah, kalau Nadia kembali ke rumah besar tolong kabari saya."

"...."

"Makasih, mbak. Assalamualaikum."

Gibran mengusap wajahnya kasar. Kemana lagi anak itu. Sebandel apapun Nadia, sekeras apapun dia menghukum gadis itu, tidak sekalipun Nadia menghilang seperti ini.

Gibran segera menelfon sahabat-sahabat Nadia yang lain. Selain rumah besar, Nadia hanya punya tiga tempat pelarian lainnya, yaitu ketiga sahabatnya. Gibran menghela nafas gusar saat tak seorangpun dari sahabat Nadia yang mengetahui kabar gadis itu.

Kemana kamu, Nad?

Gibran melirik jam tangannya. Sudah hampir satu jam lamanya menelfon semua kenalan Nadia tapi tak seorangpun yang mengetahui keberadaan gadis itu. Gibran lalu ke kamar mandi untuk berwudhu. Setelah solat maghrib ia akan melanjutkan pencariannya.

.

.

.

"Jadi gini rasanya kabur? Menyenangkan juga." Nadia terkekeh akan pemikirannya sendiri. Berada diatas puncak gedung Gaudia Group tak pernah dibayangkannya akan semenyenangkan ini. Ia bisa melihat banyak bintang dan juga kendaraan berlalu lalang yang terlihat seperti mobil mainan di bawah kakinya.

Hari ini ia sudah membuat kesal Gibran lagi. Sepanjang hidupnya, mungkin hanya masalah yang ia hadirkan untuk Gibran. Padahal Om nya itu sudah berbaik hati mau mengurusnya saat ia hanyalah sebatang kara di dunia ini. Ia tidak pernah berniat menyusahkan Gibran hanya saja setiap keadaan selalu dirinya di posisi salah. Mungkin saja kehadirannya di dunia ini juga kesalahan. Mungkin seharusnya saat itu ia memaksa ikut mobil orangtuanya agar bisa bersama orangtuanya selamanya sehingga tidak perlu ada pihak yang ia repotkan.

Nadia membaringkan badannya telentang beratapkan langit. Udara dingin tak membuatnya beranjak dari tempat itu.

Bunda, Ayah, Nad kangeeen. Lirihnya tanpa sadar liquid bening itu mengalir dari sudut matanya.

Ya Allah, ambil Nadia. Nadia ingin Bunda dan Ayah. pintanya dalam hati. Malam semakin larut, sudah hampir lima jam ia bertahan di tempat itu. Hp sengaja ia matikan karena Gibran sudah pasti akan melacaknya lewat GPS.

"Sudah selesai acara larinya?"

Nadia tersentak, ia langsung terduduk saat melihat keberadaan Gibran yang menatapnya tanpa ekspresi.

"Om kok disini?"

"Harusnya dimana?"

Gibran berjalan menuju terali besi yang tadi di duduki Nadia.

"Kita pulang?"

"Nad mau disini." Nadia mengambil jarak beberapa langkah dari Gibran.

"Sampai kapan?" Gibran melirik jam tangannya. Sebentar lagi tengah malam.

"Sampai kapan-kapan." Jawab Nadia sekenanya. Wajahnya pias, namun egonya menahannya untuk bersikap lemah.

"Kenapa lari dari rumah?"

"Itu bukan rumah tapi penjara."

"Penjara?"

"Iya, penjara dan Nad gak mau disana."

"Kamu tidak punya pilihan."

"Kenapa tidak? Ada rumah Nad yang bisa Nad tinggali."

Gibran menoleh, dengan bibir tersenyum simetris "Rumahku adalah rumah kamu."

"Nggak."

"Sekali lagi saya bilang, Nad tidak punya pilihan."

"OM KOK MAKSA!?"

"Bukan memaksa tapi wajib." Ujar Gibran tanpa beban.

Nadia mengambil tasnya lalu sekuat tenaga melemparnya mengenai punggung Gibran.

"Jahat!"

"Sudah? Ayo pulang. Saya tidak punya waktu berlama-lama disini." Gibran mendekat kearah Nadia.

"Pulang aja sendiri. Nad gak mau." Nadia bersiap akan lari namun segera di tahan oleh Gibran.

"OM!"

"Jangan keras kepala Nadia. Saya sedang tidak ingin di bantah sekarang."

"Lepasin Nadia, Om!" Nadia yang berada dalam kuasa Gibran hanya bisa berteriak karena tak ada gunanya melawan si raksasa.

Gibran lantas membopong Nadia yang terus memberontak layaknya anak kecil. Hanya dengan satu tangannya ia bisa melumpuhkan gadis kecil itu.

"Diem atau malam ini om rendam kamu dalam kolam asrama."

Nadia langsung terdiam mendengar ancaman yang tak main-main itu. Iya tidak akan mengambil resiko mendapat dua kali lipat hukuman dari Gibran.

***

Terpopuler

Comments

anca

anca

sampaikan aja unek unekmu itu biar gibran juga paham,,,
bar bar boleh tapi bodoh jangan,,,,kamu kudu lebih cerdik dr lawanmu mau cantika mau elsa ato siapapun

2022-04-21

4

⸙ᵍᵏKᵝ⃟ᴸ🦎ᵏᵉʸ

⸙ᵍᵏKᵝ⃟ᴸ🦎ᵏᵉʸ

lucu bin seru😘😘😘

2022-02-11

1

Cucu Saodah

Cucu Saodah

hah... kurang jauh dong kabur nya... jadi ketahuan wkwkwkw

2021-12-11

1

lihat semua
Episodes
1 Gadis nakalnya Om
2 Rumah hijau
3 Tante-tante cantik
4 Tamu tak di undang
5 Drama Makan malam
6 Drama Nadia
7 Pembuat Onar
8 Kabur dari Penjara
9 Semi militer
10 Om-om Tentara
11 Istri-Istri Tentara
12 Main ke Pantai
13 Penjaga Gadis Nakal
14 Ketika Om Tidak Ada
15 Di Ospek Lagi
16 Peliharaan Om-Om
17 Pelajaran dari Om
18 Pelajaran lainnya
19 Dapat Kunjungan
20 Kunjungan Lain
21 Malam mingguan
22 Bocor
23 Yang bersayap
24 Menu Makan Malam
25 Lebih dari 3000
26 Marahnya Gibran
27 Buatan sendiri
28 Milik Nadia
29 Dirgahayu Om Gi
30 Pewaris Gaudia Group
31 Alat Negara
32 Hari H
33 Obatnya Om Gibran
34 Jika harus pisah
35 Istri Sah Gibran Al Fateh
36 Habis manis lalu pergi
37 Menunggu Om Gi kembali
38 Kehidupan Istri Prajurit
39 Terima kasih sudah berjuang.
40 Bunga hidup untuk Om Gi
41 Anak SMA VS Om Tentara
42 Asal Om Gibran Bahagia
43 Tante-tante tutup panci
44 Calon Papa mama yang baik
45 Tugas Negara diatas Keluarga
46 Airmata Seorang Persit
47 Musuh bersama
48 Cemburunya Nadia
49 Nadia dan Om Gibran
50 Mencari Nadia
51 Usaha mendapatkan Maaf
52 Para Lelaki
53 Istrinya Gibran
54 Susu pisang spesial ala Nadia
55 Jalan sama Om-Om
56 Antara Sayang dan cinta
57 Wanitanya Om Gibran
58 Ujian bersama
59 Senjata makan Tuan
60 Salah siapa?
61 Ada apa dengan Om Gi?
62 Ngidam.
63 Satu garis samar lainnya
64 Ngidam Bucin
65 Hati yang Om Gi sakiti
66 Barisan Para Fans
67 Barisan para Fans 2
68 Butuh Piknik
69 Ada hati yang harus dijaga
70 Masih Anak Sekolah
71 Guguk menggonggong, Nadia berlenggok
72 Janji yang diingkari
73 Sumpah seorang Prajurit
74 Tentang Dokter Elsa
75 Hari-hari Terakhir
76 Tak Kenal Maka Tak sayang
77 Rumahku adalah istanaku
78 Matahari terbit di sayap Garuda
79 Menyesuaikan Diri
80 Hari Pertama di tempat Baru
81 Orang-orang Baik
82 Berburu peradaban
83 Istri yang baik
84 Tetangga Rese
85 Milikku
86 Diabaikan
87 Kepergian Nadia
88 Jarak dan Waktu
89 Kata Tanpa Rasa
90 Berita Kelulusan
91 Satu-satunya
92 Jangan Pergi
93 Obrolan serius
94 Anak hasil didikan Gibran
95 Memaafkan dan Menghargai
96 Om-om Serba Bisa
97 Badai Tak Terduga
98 Penyejuk Hati
99 Senandung Cinta Nadia
100 Om Gibran yang Baik
101 Jaga dia untukku
102 Aku pasti kembali
103 Manis Manja
104 Suami sayang Istri
105 Lidah Tetangga
106 Kata Dokter
107 Definisi Cinta
108 Para Pemburu
109 Ulat Sagu
110 Hak milik Gibran
111 Nadia Bakpau
112 Pasangan Serasi???
113 Pria menyebalkan
114 Acara Malam
115 Bayi besar Nadia
116 Obrolan pasangan
117 Lelaki Pujaan
118 Suami Nadia
119 Selamat Datang
120 Ibu dan Ayah Navia
121 Permintaan Maaf
122 The Girls in your Area
123 Balada Cinta Gendis
124 Tour Gratis Distrik
125 Anak Rantau
126 Kisah yang tak diinginkan
127 Pulang kembali
128 Lelaki baik itu masih Ada
129 Om Gi dan Make Up
130 Dia marah?
131 Lebih Sakit
132 Ibu terbaik
133 Hukuman Termanis
134 Mode Biasa
135 Saat Jauh
136 Perkara Kabar
137 Perkara Kabar 2
138 Sesal Tiada Guna
139 Hari yang Aneh
140 Buayanya Nad
141 Oh Ternyata
142 Pesona gadis muda
143 Lelaki Romantis
144 Kaum Milenial dan Orang-Orang Dewasa
145 Mahasiswa Cantik
146 Lelaki Beraroma Segar
147 Dalam Dekapan Om Gi
148 Para Senior Laknat
149 Para Pengganggu
150 Om Gi Yang Lugu
151 Sampai Jumpa Kesayangan
152 Istri, Ibu, dan Mahasiswi
153 Janji-janji Palsu
154 Disini Hanya Untukmu
155 Nadia Oh Nadia
156 Bersama selamanya
157 Kembali Kerutinitas
158 Vitamin C-nya Nadia
159 Kemerdekaan Tak Abadi
160 Kawasan Wajib Lapor
161 Istrinya Kapten Gibran
162 Bela Negara
163 Topik Utama
164 Teguran Keras
165 Malaikat Itu Nyata Adanya
166 Mari hadapi bersama
167 Atasan Sang Kapten
168 Menjaga Milik Pribadi
169 Jabatan Baru
170 Bos Kecil
171 Mahasiswi Pencitraan
172 Tentang sebuah kepercayaan
173 Ada Apa Dengan Om Gi?
174 Menjadi Dewasa
175 Nadia Hebat
176 Bukan manusia sempurna
177 Hari yang Sibuk
178 Airmata si Cantik
179 Nadia Dan Para Wanita Bar-Bar
180 Rasanya Cinta
181 Dilabrak
182 Harta yang berharga
183 Kejutan
184 Love you more
185 Bencong
186 Permintaan Pertama
187 Saran-saran
188 Bakti Sosial
189 Misi Kemanusiaan
190 Operasi Penyelamatan
191 Bahagiaku itu Kamu
192 Di tenda pengungsian
193 Terlalu Memuja
194 Muka Dua
195 Masa Tenang
196 Amit-amit
197 Melepaskan
198 Kumat
199 Menikah itu....
200 Pasca Wedding
201 Ekstra Part. Rindu Berat
202 Ekstra Part 2. Kesayangan
Episodes

Updated 202 Episodes

1
Gadis nakalnya Om
2
Rumah hijau
3
Tante-tante cantik
4
Tamu tak di undang
5
Drama Makan malam
6
Drama Nadia
7
Pembuat Onar
8
Kabur dari Penjara
9
Semi militer
10
Om-om Tentara
11
Istri-Istri Tentara
12
Main ke Pantai
13
Penjaga Gadis Nakal
14
Ketika Om Tidak Ada
15
Di Ospek Lagi
16
Peliharaan Om-Om
17
Pelajaran dari Om
18
Pelajaran lainnya
19
Dapat Kunjungan
20
Kunjungan Lain
21
Malam mingguan
22
Bocor
23
Yang bersayap
24
Menu Makan Malam
25
Lebih dari 3000
26
Marahnya Gibran
27
Buatan sendiri
28
Milik Nadia
29
Dirgahayu Om Gi
30
Pewaris Gaudia Group
31
Alat Negara
32
Hari H
33
Obatnya Om Gibran
34
Jika harus pisah
35
Istri Sah Gibran Al Fateh
36
Habis manis lalu pergi
37
Menunggu Om Gi kembali
38
Kehidupan Istri Prajurit
39
Terima kasih sudah berjuang.
40
Bunga hidup untuk Om Gi
41
Anak SMA VS Om Tentara
42
Asal Om Gibran Bahagia
43
Tante-tante tutup panci
44
Calon Papa mama yang baik
45
Tugas Negara diatas Keluarga
46
Airmata Seorang Persit
47
Musuh bersama
48
Cemburunya Nadia
49
Nadia dan Om Gibran
50
Mencari Nadia
51
Usaha mendapatkan Maaf
52
Para Lelaki
53
Istrinya Gibran
54
Susu pisang spesial ala Nadia
55
Jalan sama Om-Om
56
Antara Sayang dan cinta
57
Wanitanya Om Gibran
58
Ujian bersama
59
Senjata makan Tuan
60
Salah siapa?
61
Ada apa dengan Om Gi?
62
Ngidam.
63
Satu garis samar lainnya
64
Ngidam Bucin
65
Hati yang Om Gi sakiti
66
Barisan Para Fans
67
Barisan para Fans 2
68
Butuh Piknik
69
Ada hati yang harus dijaga
70
Masih Anak Sekolah
71
Guguk menggonggong, Nadia berlenggok
72
Janji yang diingkari
73
Sumpah seorang Prajurit
74
Tentang Dokter Elsa
75
Hari-hari Terakhir
76
Tak Kenal Maka Tak sayang
77
Rumahku adalah istanaku
78
Matahari terbit di sayap Garuda
79
Menyesuaikan Diri
80
Hari Pertama di tempat Baru
81
Orang-orang Baik
82
Berburu peradaban
83
Istri yang baik
84
Tetangga Rese
85
Milikku
86
Diabaikan
87
Kepergian Nadia
88
Jarak dan Waktu
89
Kata Tanpa Rasa
90
Berita Kelulusan
91
Satu-satunya
92
Jangan Pergi
93
Obrolan serius
94
Anak hasil didikan Gibran
95
Memaafkan dan Menghargai
96
Om-om Serba Bisa
97
Badai Tak Terduga
98
Penyejuk Hati
99
Senandung Cinta Nadia
100
Om Gibran yang Baik
101
Jaga dia untukku
102
Aku pasti kembali
103
Manis Manja
104
Suami sayang Istri
105
Lidah Tetangga
106
Kata Dokter
107
Definisi Cinta
108
Para Pemburu
109
Ulat Sagu
110
Hak milik Gibran
111
Nadia Bakpau
112
Pasangan Serasi???
113
Pria menyebalkan
114
Acara Malam
115
Bayi besar Nadia
116
Obrolan pasangan
117
Lelaki Pujaan
118
Suami Nadia
119
Selamat Datang
120
Ibu dan Ayah Navia
121
Permintaan Maaf
122
The Girls in your Area
123
Balada Cinta Gendis
124
Tour Gratis Distrik
125
Anak Rantau
126
Kisah yang tak diinginkan
127
Pulang kembali
128
Lelaki baik itu masih Ada
129
Om Gi dan Make Up
130
Dia marah?
131
Lebih Sakit
132
Ibu terbaik
133
Hukuman Termanis
134
Mode Biasa
135
Saat Jauh
136
Perkara Kabar
137
Perkara Kabar 2
138
Sesal Tiada Guna
139
Hari yang Aneh
140
Buayanya Nad
141
Oh Ternyata
142
Pesona gadis muda
143
Lelaki Romantis
144
Kaum Milenial dan Orang-Orang Dewasa
145
Mahasiswa Cantik
146
Lelaki Beraroma Segar
147
Dalam Dekapan Om Gi
148
Para Senior Laknat
149
Para Pengganggu
150
Om Gi Yang Lugu
151
Sampai Jumpa Kesayangan
152
Istri, Ibu, dan Mahasiswi
153
Janji-janji Palsu
154
Disini Hanya Untukmu
155
Nadia Oh Nadia
156
Bersama selamanya
157
Kembali Kerutinitas
158
Vitamin C-nya Nadia
159
Kemerdekaan Tak Abadi
160
Kawasan Wajib Lapor
161
Istrinya Kapten Gibran
162
Bela Negara
163
Topik Utama
164
Teguran Keras
165
Malaikat Itu Nyata Adanya
166
Mari hadapi bersama
167
Atasan Sang Kapten
168
Menjaga Milik Pribadi
169
Jabatan Baru
170
Bos Kecil
171
Mahasiswi Pencitraan
172
Tentang sebuah kepercayaan
173
Ada Apa Dengan Om Gi?
174
Menjadi Dewasa
175
Nadia Hebat
176
Bukan manusia sempurna
177
Hari yang Sibuk
178
Airmata si Cantik
179
Nadia Dan Para Wanita Bar-Bar
180
Rasanya Cinta
181
Dilabrak
182
Harta yang berharga
183
Kejutan
184
Love you more
185
Bencong
186
Permintaan Pertama
187
Saran-saran
188
Bakti Sosial
189
Misi Kemanusiaan
190
Operasi Penyelamatan
191
Bahagiaku itu Kamu
192
Di tenda pengungsian
193
Terlalu Memuja
194
Muka Dua
195
Masa Tenang
196
Amit-amit
197
Melepaskan
198
Kumat
199
Menikah itu....
200
Pasca Wedding
201
Ekstra Part. Rindu Berat
202
Ekstra Part 2. Kesayangan

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!