Simpanan Janda Kaya

Simpanan Janda Kaya

Terbelit Hutang

Nadira (22 tahun) membuka tutup kaleng susu milik anaknya yang bernama Amara Qirani (2 tahun). Wajah cantik polos tanpa make up itu tampak sedih setelah melihat ke dalam kaleng susu tersebut. Ternyata persediaan susu untuk anak perempuannya itu sudah mulai menipis dan kemungkinan hanya cukup untuk besok.

Nadira terdiam sejenak sambil menatap dinding dapur yang sudah bolong-bolong dengan tatapan kosong menerawang. Ia benar-benar bingung harus ke mana lagi mencari pinjaman. Sementara semua orang sudah mulai tidak percaya dengan janji-janjinya.

Wanita berperawakan mungil serta memiliki kulit putih mulus itu berjalan gontai menuju ruang depan, di mana suaminya tengah bersantai di sana.

Dari kejauhan, Nadira memperhatikan Arman Raditya (30 tahun) yang sedang duduk sambil bersandar di sandaran kursi plastik dengan wajah yang tampak kusut pula. Perlahan Nadira duduk di samping Arman dan berhasil membuat lelaki itu tersentak kaget.

"Eh, Dira." Arman tersenyum kemudian membenarkan posisi duduknya.

"Bagaimana ini, Mas? Susu dan popok Amara tinggal sedikit lagi. Beras dan gas kita juga," ucap Nadira dengan wajah cemas menatap lelaki tampan dengan postur tubuh tinggi besar tersebut.

Tampak Arman tengah menghembuskan napas berat. Ia mengelus pundak Nadira sambil tersenyum kecut. "Besok, kamu pinjem lagi aja ke warung-warung terdekat. Nanti, kalau Mas udah dapat pekerjaan, kita bayar lunas hutang-hutang kita kepada mereka," sahut Arman.

Arman baru saja di PHK dari tempat kerjanya. Perusahaan tempat ia bekerja mengalami kerugian besar dan oleh sebab itu mereka mulai karena mengurangi jumlah karyawan. Sekarang Arman menganggur dan masih mencari pekerjaan baru.

"Tapi Mas, mereka sudah tidak percaya dengan kata-kataku. Mereka bahkan kesal karena aku tidak juga membayarkan hutang-hutang kita yang dulu," sahut Nadira.

Nadira membuang napas berat sambil menitikkan air matanya. "Sebenarnya aku malu, Mas. Sangat-sangat malu. Setiap kali aku mendekat ke warung mereka, mereka selalu menyindir-nyindir soal hutang-hutang kita."

Arman meraih wajah cantik Nadira yang kini terlihat sendu. Ia menyeka air mata yang mengalir di kedua pipi Nadira dengan begitu lembut. "Baiklah. Sebaiknya kita tidur dulu. Ini sudah malam. Besok Mas coba menemui ibu, siapa tahu ibu punya uang. Setidaknya untuk susu dan popok Amara," bujuk Arman.

Sebenarnya Nadira ragu jika Arman berhasil mendapatkan uang dari ibu mertuanya itu. Secara mereka juga sudah punya banyak hutang kepadanya. Namun, sebagai istri penurut, Nadira pun akhirnya mengangguk.

"Baiklah, Mas. Semoga saja ibu bersedia memberikan pinjaman untuk kita," sahut Nadira.

Nadira bangkit dari posisinya kemudian berjalan menuju kamar mereka, Arman masih terdiam di ruangan itu dengan wajah kusut, sekusut suasana hatinya saat itu.

"Ya, Tuhan! Ke mana lagi aku harus mengadu dan meminjam uang untuk menutupi kebutuhan kami bertiga. Jangankan orang lain, orang tuaku saja sudah tidak bisa membantu kami," keluhnya sambil membuang napas berat.

Keesokan harinya.

Pagi-pagi sekali, Arman sudah pamit kepada Nadira. Lelaki berwajah tampan itu bahkan melewatkan sarapannya dan hanya sempat menyeruput secangkir kopi buatan istri kecilnya itu.

"Ya, Tuhan ... semoga Mas Arman berhasil mendapatkan uang itu," gumamnya sambil memperhatikan punggung Arman yang kini berjalan semakin menjauh.

Seperti rencana awalnya, tujuan utama Arman hari ini adalah kediaman sang ibu. Setelah 20 menit kemudian, Arman pun tiba di tempat itu. Dari kejauhan Arman melihat sang ibu yang tengah sibuk menjemur pakaian yang baru dicuci, di halaman rumahnya.

"Ada apa lagi, Arman?" tanya Bu Ningsih dengan wajah sedikit menekuk melihat kedatangan anak lelakinya itu. Tanpa diberitahu, wanita paruh baya itu sudah tahu benar apa niat dan tujuan Arman menemui dirinya.

"Sebaiknya kita bicara di dalam saja, Bu. Aku tidak ingin kedengaran tetangga di sini," sahut Arman sembari mengajak sang ibu untuk masuk ke dalam rumah.

Bu Ningsih menghembuskan napas kasar. "Pasti pinjem duit lagi, kan?"

Arman menghampiri sofa ruang depan kemudian duduk di sana sambil menatap wajah sang ibu.

"Ya, Bu. Aku pengen pinjem uang lagi buat beli susu Amara."

Bu Ningsih ikut duduk di sofa tersebut, tak jauh dari posisi Arman berada. "Bukannya Ibu tidak ingin kasih pinjam lagi ke kamu, Arman. Tapi, hutangmu yang dulu-dulu aja, belum kamu bayar. Masa sekarang mau pinjem lagi? Bisa-bisa uang simpanan Ibu ludes," celetuk Bu Ningsih.

Arman terdiam dengan kepala tertunduk menghadap lantai.

"Ya, sudah. Sebentar!" Bu Ningsih bangkit dari posisinya kemudian melangkah masuk ke dalam kamarnya. Selang beberapa menit kemudian, wanita paruh baya itu kembali lagi.

"Ini." Bu Ningsih menyodorkan selembar uang kertas berwarna biru kepada Arman.

"Ibu tidak bisa kasih pinjam lagi ke kamu dan hanya ini yang bisa Ibu berikan. Kamu tahu sendiri 'kan, Arman. Ibu ini tidak bekerja dan hanya mengharapkan kiriman dari kakakmu di sana," lanjut Bu Ningsih.

Ya, selama ini Bu Ningsih hanya mengandalkan uang kiriman dari saudara perempuan Arman yang bekerja sebagai TKW di negara seberang. Selain itu, ia pun tidak punya penghasilan lain.

Arman menatap uang dengan nominal 50 ribu rupiah tersebut. "Tidak bisakah Ibu menambahkan sedikit lagi?"

"Tidak bisa, Arman. Hanya itu yang bisa Ibu berikan ke kamu," jawab Bu Ningsih dengan tegas.

Arman menghembuskan napas berat. "Baiklah kalau begitu. Aku pamit dulu ya, Bu."

Setelah mencium punggung tangan Bu Ningsih, Arman pun segera pergi dan meninggalkan kediaman wanita paruh baya itu.

Lagi-lagi Arman menatap sedih ke arah uang itu. "Uang segini hanya cukup untuk beli susu Amara dengan ukuran kecil. Sementara kebutuhan yang lain juga sudah hampir habis," keluhnya.

"Sekarang aku harus meminjam uang ke mana lagi?" lanjutnya.

Tiba-tiba terdengar suara ribut-ribut dari salah satu rumah warga. Arman refleks melihat ke arah keributan itu. Ternyata sedang terjadi perdebatan sengit antara dua orang lelaki bertubuh besar dan sangar dengan seorang ibu-ibu pemilik rumah.

Arman mendengarkan apa yang mereka ributkan dan dari yang ia dengar, Arman bisa menyimpulkan bahwa dua orang lelaki bertubuh besar itu adalah anak buah juragan Bahri, sang lintah darat.

Lama Arman terdiam di tempatnya berdiri sambil memikirkan sesuatu. "Juragan Bahri ... apakah aku harus meminjam uang kepadanya? Tapi, bunga yang diminta oleh lelaki itu gak tanggung-tanggung," gumam Arman.

"Tapi, jika aku pulang tanpa membawa uang, anak dan istriku terancam kelaparan," lanjutnya dengan wajah kusut.

Setelah menimbang-nimbang akhirnya Arman memutuskan untuk memberanikan diri meminjam uang kepada rentenir itu. Dengan langkah cepat, Arman menghampiri kedua lelaki bertubuh besar itu.

Kebetulan, kedua lelaki bertubuh besar itu sudah berhasil mendapatkan apa yang mereka inginkan dari ibu-ibu tersebut. Mereka kini bersiap meninggalkan tempat itu dengan menaiki sebuah motor.

"Pak, Pak! Maaf mengganggu. Bolehkah saya bertemu dengan juragan Bahri?" tanya Arman dengan ragu-ragu.

"Ada perlu apa sama juragan?" tanya salah seorang lelaki sangar itu.

"Sa-saya ingin meminjam uang, Pak," jawab Arman dengan terbata-bata.

Kedua lelaki itu saling tatap dengan wajah menyeringai. Mereka senang karena berhasil mendapatkan mangsa baru tanpa susah payah.

"Baiklah. Kalau begitu ikuti kami," jawab lelaki sangar itu.

...***...

Terpopuler

Comments

Rozekhien☘️

Rozekhien☘️

sedih kl udah baca cerita hidupnya serasa aku yg lgi ngalamin 🥺🥺

2023-07-09

0

Rozekhien☘️

Rozekhien☘️

selalu suka dgn cerita cerita nya Kaka author selain ceritanya jelas dibaca jarang ada salah penulisan.trus ceritanya gk bertele2 pendek dan mantap pokok nya.sukses selalu ka🤲🥰❤️❤️🙏

2023-07-09

0

Ismi

Ismi

awal dari petaka yg berlanjut jatuh cinta

2023-07-07

0

lihat semua
Episodes
1 Terbelit Hutang
2 Juragan Bahri
3 Lowongan Pekerjaan
4 Nyonya Ira Lestari
5 Pesan Dari Nyonya Ira
6 Juragan Bahri Caper
7 Motor Baru
8 Menemani Nyonya Ira
9 Arman Jatuh Pingsan
10 Sandiwara Nyonya Ira
11 Cobaan Belum Berakhir
12 Lintah Darat
13 Pengakuan Arman
14 Menagih Hutang
15 Nadira Diculik
16 Menikahlah Denganku!
17 Nadira dan Juragan Bahri
18 Nadira dan Juragan Bahri 2
19 Menjemput Nadira
20 Curhatan Arman Bersama Bu Ningsih
21 Kepergian Arman
22 Di Kediaman Mewah Nyonya Ira
23 Malam Sebelum Pernikahan
24 Satu Hari Sebelum Hari H
25 Hari Pernikahan
26 Pasrah
27 Kegelisahan Nadira
28 Kegelisahan Nadira 2
29 Kepergok
30 Laras Berkunjung
31 Kunjungan Laras Yang Ke-Dua
32 Penuturan Laras
33 Nadira Menyusul
34 Kedatangan Nadira
35 Terbongkar
36 Keputusan Nadira
37 Keputusan Nadira 2
38 Kepergian Nadira
39 Arman Berkunjung
40 Kekecewaan Arman
41 Kekecewaan Arman
42 Rencana Nyonya Ira
43 Nyonya Ira Berkunjung
44 Surat Perceraian
45 Kecelakaan
46 Tuan Andrew
47 Cerita Andrew
48 Hari Perlombaan
49 Kemenangan Amara
50 Iklan Perdana Amara
51 Kehebohan Keluarga Arman
52 Berkunjung Ke Kediaman Andrew
53 Makan Malam Bersama
54 Lamaran Andrew
55 Tuan Bian Kembali Mengamuk
56 Tuan Bian Ingat
57 Rencana Tuan Bian
58 Rencana Tuan Bian 2
59 Arman Putus Asa
60 Arman
61 Bab 61
62 Gadis Kaki Palsu
63 Bab 62
64 Bab 63
65 Bab 64 The End
66 Bonus Chapter
Episodes

Updated 66 Episodes

1
Terbelit Hutang
2
Juragan Bahri
3
Lowongan Pekerjaan
4
Nyonya Ira Lestari
5
Pesan Dari Nyonya Ira
6
Juragan Bahri Caper
7
Motor Baru
8
Menemani Nyonya Ira
9
Arman Jatuh Pingsan
10
Sandiwara Nyonya Ira
11
Cobaan Belum Berakhir
12
Lintah Darat
13
Pengakuan Arman
14
Menagih Hutang
15
Nadira Diculik
16
Menikahlah Denganku!
17
Nadira dan Juragan Bahri
18
Nadira dan Juragan Bahri 2
19
Menjemput Nadira
20
Curhatan Arman Bersama Bu Ningsih
21
Kepergian Arman
22
Di Kediaman Mewah Nyonya Ira
23
Malam Sebelum Pernikahan
24
Satu Hari Sebelum Hari H
25
Hari Pernikahan
26
Pasrah
27
Kegelisahan Nadira
28
Kegelisahan Nadira 2
29
Kepergok
30
Laras Berkunjung
31
Kunjungan Laras Yang Ke-Dua
32
Penuturan Laras
33
Nadira Menyusul
34
Kedatangan Nadira
35
Terbongkar
36
Keputusan Nadira
37
Keputusan Nadira 2
38
Kepergian Nadira
39
Arman Berkunjung
40
Kekecewaan Arman
41
Kekecewaan Arman
42
Rencana Nyonya Ira
43
Nyonya Ira Berkunjung
44
Surat Perceraian
45
Kecelakaan
46
Tuan Andrew
47
Cerita Andrew
48
Hari Perlombaan
49
Kemenangan Amara
50
Iklan Perdana Amara
51
Kehebohan Keluarga Arman
52
Berkunjung Ke Kediaman Andrew
53
Makan Malam Bersama
54
Lamaran Andrew
55
Tuan Bian Kembali Mengamuk
56
Tuan Bian Ingat
57
Rencana Tuan Bian
58
Rencana Tuan Bian 2
59
Arman Putus Asa
60
Arman
61
Bab 61
62
Gadis Kaki Palsu
63
Bab 62
64
Bab 63
65
Bab 64 The End
66
Bonus Chapter

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!