"Kenapa, Dira? Kamu tidak menyukai barang-barang ini, ya?" tanya Arman, karena Nadira hanya diam dan tak seceria perkiraannya. Tidak seperti si kecil Amara yang begitu senang walaupun ia tahu barang-barang itu bukanlah untuknya.
"Bukan begitu, Mas. Hanya saja semua ini terlihat aneh bagiku."
Arman tersenyum lalu merengkuh pundak Nadira. "Anehnya itu apa, Sayang? Semua benda-benda ini asli, kok. Coba saja lihat," sahutnya.
"Aneh, karena majikan barunya Mas begitu baik sampai membelikan berbagai macam barang yang harganya tidak murah. Padahal Mas saja belum memulai pekerjaan di sana," tutur Nadira.
"Hei, Sayang. Kamu tidak perlu bingung sebab wanita itu kaya raya. Mungkin bagi kita harga benda-benda ini memang mahal dan tentunya sulit untuk dibeli. Namun, bagi wanita itu semua ini tidak ada apa-apanya. Selain itu, dia kan sudah bilang kalau dia tidak ingin sopir pribadinya terlihat kucel di depan teman-teman dan rekan bisnisnya. Jadi menurutku wajar-wajar saja dia membelikan benda-benda ini untukku."
Nadira menghembuskan napas berat. Walaupun sebenarnya penjelasan dari Arman tersebut masuk akal, tetapi tak bisa dipungkiri jauh di lubuk hatinya yang paling dalam masih ada perasaan yang menjanggal.
"Bagaimana? Benar, 'kan!" Arman kembali menegaskan.
"Iya, Mas."
Arman meraih barang-barang bawaannya dan lelaki itu berniat membawa benda tersebut ke dalam kamar.
"Mas, hari ini aku masak makanan kesukaanmu. Jengkol balado dan ikan tongkol goreng. Tidak lupa, sambel terasinya," ucap Nadira sambil tersenyum lebar.
Arman tersenyum kecut lalu menyentuh pipi Nadira dengan lembut. "Maafkan aku, Sayang. Tadi aku diajak makan sama Nyonya Ira, Majikan baruku itu. Jadi ... kamu makanlah sendiri," sahut Arman yang kemudian melanjutkan langkahnya menuju kamar.
Sementara Nadira terdiam sambil menatap punggung Arman yang semakin menjauh dengan wajah sedih. Sebenarnya ia kecewa karena Arman sudah makan di luar. Sementara ia sudah bersusah payah memasak makanan kesukaan suaminya itu.
"Amara," panggilnya kepada bocah dua tahun yang masih berdiri di sampingnya.
"Ya, Bu." Bocah cantik itu menengadah sambil menyunggingkan senyum kepada Nadira.
"Temenin Ibu maem, ya."
Amara mengangguk kemudian meraih jari telunjuk Nadira dan mengikuti langkah ibunya menuju dapur.
Malam pun menjelang.
Nadira merebahkan tubuhnya di samping Amara yang sudah tertidur lelap. Sementara Arman masih sibuk mengutak-atik ponsel barunya sembari rebahan di atas kasur yang sama.
"Mas, sebaiknya tidur. Bukannya Mas akan berangkat pagi-pagi sekali?" tanya Nadira sambil menatap Arman yang begitu fokus menatap layar benda pipih tersebut.
"Iya, Sayang. Sebentar lagi. Aku masih perlu mengatur akun di beberapa aplikasi yang ada di ponsel ini," jawabnya, masih fokus ke layar ponsel tanpa menoleh sedikit pun kepada Nadira.
Nadira menghembuskan napas berat. "Ya, sudah. Aku tidur duluan ya, Mas. Aku sudah mengantuk," ucap Nadira.
"Ya. Selamat tidur," jawab Arman.
Sebuah pesan chat masuk ke dalam ponsel milik Arman. Namun, belum sempat ia membuka pesan Chat itu, tiba-tiba sebuah Panggilan mendarat ke nomor ponselnya tersebut.
Arman pun bergegas menerima panggilan itu karena ia tahu yang memanggilnya adalah Nyonya Ira. Majikan barunya yang sangat baik hati.
"Ya, Nyonya."
"Arman, bagaimana ponselnya? Berfungsi dengan baik 'kan?" tanya Nyonya Ira, berbasa-basi.
"Ah iya, Nyonya. Ponselnya berfungsi dengan sangat baik. Terima kasih banyak, Nyonya."
Arman melirik Nadira yang ternyata kembali membuka matanya. Istri kecilnya itu terbangun ketika mendengar Arman bercakap-cakap seorang diri.
"Majikan baruku," ucap Arman kepada Nadira dengan setengah berbisik agar wanita di seberang sana tidak mendengarnya.
"Oh ya, Arman. Besok jangan lupa untuk datang ke tempatku pagi-pagi sekali. Aku harus ke toko sebentar kemudian menemui salah satu pelanggan setiaku," ucap wanita itu lagi.
"Baik, Nyonya."
"Dan satu lagi. Barusan aku mengirimkan sebuah foto. Coba lihatlah, apakah aku cocok mengenakannya?"
Arman terlihat bingung. Namun, ia tidak ingin bertanya lebih jauh sebab tatapan Nadira sudah tampak tak bersahabat kepadanya.
"Baiklah, Nyonya."
Nyonya Ira tersebut lebar. "Baiklah. Selamat malam, Arman. Mimpi indah!"
"Selamat malam juga Nyonya."
Arman segera memutuskan panggilan itu.
"Memangnya majikan Mas itu tidak punya suami, ya? Malam-malam begini menghubungi laki-laki lain," celetuk Nadira.
Arman terkekeh pelan sembari mencolek pipi Nadira dengan lembut. "Kamu cemburu, ya? Sebenarnya kamu tidak patut cemburu, Sayang. Sebab Nyonya Ira itu hampir seusia ibu. Hanya saja penampilannya terlihat seperti wanita muda. Dan satu lagi, Nyonya Ira itu seorang janda. Janda kaya raya yang tidak mungkin jatuh hati kepada lelaki miskin dan tak berduit sepertiku ini," celetuk Arman.
"Hmmm!" Nadira membuang napas berat.
"Sebaiknya kamu pergi tidur. Aku berjanji akan segera tidur setelah selesai mengatur akunku," lanjut Arman.
"Baiklah." Nadira membalikkan badan menghadap Amara lalu memejamkan matanya.
Sementara Arman berniat membuka foto yang baru saja dikirimkan oleh Nyonya Ira kepadanya. Ia melirik ke arah Nadira sejenak kemudian kembali fokus pada layar ponselnya.
"Sebenarnya foto apa yang dikirimkan oleh Nyonya Ira. Aku jadi penasaran," gumam Arman.
Perlahan Arman menekan aplikasi chat tersebut lalu membuka foto yang dikirimkan oleh wanita itu. Arman sempat membulatkan matanya setelah melihat foto yang dikirimkan oleh Nyonya Ira tersebut.
Sebuah foto seksi Nyonya Ira yang hanya mengenakan lingerie seksi berwarna merah. Lingerie seksi yang tadi siang dibeli oleh wanita itu.
[Bagaimana menurutmu, apa aku terlihat cantik dengan lingerie ini?] tulis Nyonya Ira di bawah foto tersebut.
Arman menelan salivanya dengan susah payah. Ia bingung bagaimana harus membalas pesan chat tersebut.
"Kenapa Nyonya Ira mengirimkan foto seperti ini kepadaku?" gumam Arman dalam hati. "Bagaimana jika Nadira melihatnya? Dia pasti akan salah paham dan marah besar kepadaku."
Di tengah-tengah kebingungannya, tiba-tiba sebuah pesan kembali masuk ke nomor ponselnya tersebut.
[Kenapa pesanku tidak dibalas, Arman? Apakah aku terlihat jelek menggunakan lingerie itu?]
Mau tidak mau, Arman pun terpaksa membalas pesan tersebut.
[Anda terlihat sangat cantik, Nyonya.] Tulis Arman.
[Benarkah? Wah, lain kali kalau aku ingin beli lingerie lagi, aku akan minta kamu yang pilihkan buat aku.] Tulis Nyonya Ira yang kembali masuk ke dalam ponsel baru Arman.
[Nyonya, saya pamit duluan, ya. Saya sudah ngantuk dan ingin segera tidur. Selamat malam, Nyonya Ira.] Balas Arman.
[Oke, baiklah. Selamat tidur, Arman.]
Arman menghembuskan napas berat kemudian mematikan ponsel barunya itu. Ia meletakkan ponsel tersebut ke samping tempat tidur lalu memeluk tubuh Nadira dari belakang.
Keesokan harinya.
Pagi-pagi sekali Arman sudah bersiap untuk berangkat ke kediaman Nyonya Ira sama seperti permintaan wanita itu kemarin. Nadira pun harus bangun lebih awal lagi untuk mempersiapkan sarapan serta pakaian yang akan dikenakan oleh Arman.
"Aku berangkat dulu ya, Sayang."
"Hati-hati di jalan ya, Mas." Nadira mengantarkan Arman hingga ke depan pintu rumahnya. Sementara Arman terus melenggang, meninggalkan kediamannya itu dengan penuh semangat. Dengan niat mencari rejeki untuk anak dan istrinya.
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Rozekhien☘️
kenapa namanya harus Arman ya gak Joko gitu ke biar gk terngiang2 Sama arga😂😂🤭
2023-07-09
0
Aas Azah
Ira ini kyknya Tante" girang yg doyan berondong y, Arman km hrs hati",jaga jiwa ragamu agar tak tergoda oleh nya
2023-03-16
3
Karlena Lena
ini Arman nya terlalu polos ya
2023-03-02
2