Cobaan Belum Berakhir

"Amara, makan duluan, ya." Nadira membawa sebuah piring berukuran kecil yang berisi nasi lengkap dengan lauk serta pauk untuk anak perempuannya.

Ia mulai menyuapi Amara sedikit demi sedikit sambil sesekali melirik ke arah luar, berharap Arman pulang.

"Ayah ke mana, Bu?" tanya Amara dengan suara khas anak kecil.

"Ayah masih bekerja, Nak. Mungkin sebentar lagi Ayah akan pulang," jawab Nadira sambil tersenyum kecut.

Amara pun mengangguk dan kembali menerima suapan dari Nadira. Baru beberapa menit setelah Amara mempertanyakan soal Ayahnya, tiba-tiba terdengar suara motor masuk ke halaman depan rumah mereka.

Drrrtttt ....

Amara membulatkan matanya. Wajahnya tampak semringah dan ia sangat yakin bahwa suara motor tersebut adalah suara motor barunya Arman. Nadira pun bergegas menyusul lelaki itu sambil menggendong si kecil Amara. Nadira tersenyum lega setelah melihat Arman pulang ke rumah dengan kondisi sempurna dan tak kurang apa pun.

"Syukurlah, akhirnya Mas pulang juga. Aku sangat mengkhawatirkanmu sampai-sampai aku tidak bisa tidur semalaman," ucap Nadira sembari menghampiri Arman yang masih memasang wajah kusut.

"Tadi malam Nyonya Ira ada kegiatan dan mau tidak mau, aku terpaksa harus menemaninya hingga acara selesai."

Arman merengkuh pundak Nadira lalu membawanya masuk ke dalam rumah sederhana mereka.

"Lalu, apa Mas Arman akan kembali bekerja hari ini?" tanya Nadira lagi, sambil memperhatikan wajah Arman yang masih kusut.

Arman menggelengkan kepalanya perlahan. "Sepertinya tidak, Sayang. Aku butuh istirahat karena tadi malam aku juga tidak tidur," jawabnya sambil menghela napas berat.

Arman terpaksa berkata bohong dan menyembunyikan masalah itu dari Nadira. Ia tidak ingin hubungannya bersama Nadira hancur berantakan akibat kejadian memalukan tersebut.

"Kalau begitu kita sarapan dulu aja, Mas. Aku sudah masak masakan kesukaanmu," ucap Nadira.

"Nanti saja, Dira. Kamu makan saja duluan, soalnya Mas sudah mengantuk," jawab Arman sembari mengelus lembut pipi Nadira.

Nadira tampak kecewa karena lagi-lagi Arman menolak sarapan bersama dengannya. Namun, ia tidak ingin menampakkan kekecewaannya kepada Arman. Ia tersenyum kemudian mengangguk kecil.

"Baiklah kalau begitu, Mas. Selamat beristirahat," ucapnya.

Arman pamit masuk ke dalam kamar mereka untuk beristirahat. Sementara Nadira melanjutkan kegiatannya, menyuapi Amara.

Di dalam kamar.

Arman melepaskan kemeja dan melemparnya ke samping ranjang. Ia berbaring dengan posisi miring ke kiri. Matanya tiba-tiba kembali berair setelah mengingat kejadian tadi malam.

"Aku tidak tahu apakah aku sudah melakukan hal itu bersama Nyonya Ira atau tidak. Tapi aku yakin sekali bahwa wanita itu sudah menjebakku. Seharusnya aku tahu dan sadar bahwa wanita itu memang mengincarku. Pantas saja dia bersedia membelikan berbagai macam hadiah kepadaku, ternyata ada niat tidak baik yang terselubung di balik semua itu."

Arman mencoba memejamkan mata dan berharap bisa melupakan kejadian itu barang sejenak. Namun, ternyata Tuhan masih belum puas memberikan ujian untuk rumah tangganya.

Ponsel Arman berdering. Seseorang dengan nomor kontak baru sedang mencoba menghubunginya. Arman meraih benda pipih itu lalu terdiam sambil menatap layarnya dengan wajah heran.

"Nomor siapa lagi ini? Apa ini nomor barunya Nyonya Ira?" gumam Arman. Ia bingung apakah ia harus menerima atau malah menolak panggilan itu.

"Kalau kutolak, aku takut ini nomor orang lain yang memang ingin membicarakan sesuatu yang penting kepadaku. Namun, jika kuterima, takutnya ini nomor baru Nyonya Ira dan wanita itu pasti akan kembali merong-rong kepadaku agar aku bertanggung jawab." Arman menggaruk kepalanya yang tidak gatal dengan kasar.

Cukup lama Arman terdiam hingga akhirnya ia pun memutuskan untuk menerima panggilan tersebut.

"Ya, hallo?" Arman memasang telinganya dan berharap nomor itu bukanlah nomor barunya Nyonya Ira.

"Arman?" Terdengar suara berat seorang laki-laki dari seberang telepon dan berhasil membuat Arman terlihat lebih tenang dari sebelumnya.

"Ya, saya Arman."

"Hei, Arman! Apa kamu sudah lupa, ha? Hari ini seharusnya kamu sudah menyerahkan setoran kepadaku. Namun, sampai sekarang kamu masih belum menyetorkannya. Jangan berpura-pura amnesia kamu, Arman!" celetuk Juragan Bahri dari seberang telepon.

"Ju-juragan Bahri?" Arman bingung dari mana lelaki paruh baya itu mendapatkan nomor ponselnya. Padahal ia tidak pernah membagikan nomor ponselnya kepada siapa pun. Hanya beberapa teman dekat dan nyonya Ira tentunya.

"Maafkan saya, Juragan. Saya lupa. Baiklah, nanti sore saya akan ke tempat Juragan Bahri dan menyerahkan uang setoran itu," jawabnya.

"Baiklah, akan ku tunggu hingga jam 3 sore. Ingat, jika kamu terlambat sedikit saja, kamu harus membayar lebih untuk itu. Karena waktu itu sangat berharga, Arman." Juragan Bahri menyeringai.

"Ba-baik, Juragan. Saya pasti datang tepat waktu," jawab Arman.

Juragan Bahri memutuskan panggilan itu dan kini tinggal Arman yang masih terdiam menatap layar ponselnya.

"Ya, ampun! Pantas saja orang-orang enggan berurusan dengan lelaki ini. Lihat saja, hutang yang hanya berjumlah sedikit, malah menjadi bukit. Bahkan telat sedikit saja langsung denda," gumam Arman sembari meletakkan ponselnya di samping bantal.

Arman kembali mencoba memejamkan mata. Berharap bisa tidur beberapa saat untuk melupakan semua masalahnya sejenak.

Beberapa jam kemudian.

Nadira memperhatikan jam dinding yang menggantung di dalam kamarnya. Ia lalu menghampiri Arman yang sejak tadi siang tertidur dengan nyenyaknya di atas kasur mereka. Wajah lelaki itu tampak begitu lelah hingga membuat Nadira tidak tega untuk membangunkannya.

"Ehm, Mas." Nadira membelai lembut wajah Arman.

Beberapa kali Nadira memanggil namanya, Arman tetap tidak merespon. Lelaki itu masih terlelap di alam mimpinya. Dengan terpaksa Nadira pun mulai menggoyang-goyangkan tubuh kekar lelaki itu sambil kembali memanggil namanya.

"Mas. Mas Arman?"

"Hmmm," gumam Arman dengan mata terpejam. Lelaki itu menggeliatkan badannya lalu berbalik sambil memeluk guling dengan posisi membelakangi Nadira

"Ini sudah sore, Mas," ucap Nadira lagi dengan begitu lembut.

Arman tersentak kaget setelah mendengar kata-kata dari Nadira barusan. Ia teringat akan janjinya kepada juragan Bahri bahwa ia akan mengantarkan uang setoran kepada rentenir itu.

"Jam berapa sekarang?" tanya Arman yang tiba-tiba bangkit dengan mata membulat.

"Jam empat sore, Mas. Memangnya Mas punya janji, ya?" tanya Nadira balik.

"Ya, Tuhan! Mati aku," pekik Arman sembari bangkit dari tempat tidur lalu bergegas menuju kamar mandi untuk mencuci muka.

Sementara Nadira hanya terdiam dengan wajah bingung menatap Arman yang kelabakan. Setelah mencuci muka, Arman kembali ke kamar lalu mengenakan kemejanya dengan tergesa-gesa. Wajahnya panik dan ia bahkan tidak mempedulikan Nadira yang sejak tadi kebingungan melihat aksinya.

"Mas mau ke mana lagi? Katanya mau istirahat dulu," tanya Nadira.

"Aku punya janji sama temanku, Dira. Seharusnya aku memberitahumu agar kamu bisa membangunkan aku tepat waktu," ucapnya sambil menyisir rambut lebatnya dengan menggunakan jari-jari sebagai sisirnya.

Setelah penampilannya terlihat rapih, Arman bergegas keluar dari kamar dan segera melajukan motornya ke suatu tempat. Lelaki itu bahkan lupa pamit kepada Nadira.

"Apakah temannya lebih penting dari kami, hingga ia sampai lupa pamit kepadaku," gumam Nadira dalam hati.

***

Terpopuler

Comments

AriNovani

AriNovani

Lah Arman kan gak beritahu Nadira 😅

2023-01-27

1

💜💜 Mrs. Azalia Kim 💜💜

💜💜 Mrs. Azalia Kim 💜💜

nahhhh cerdas..... bener banget

2022-12-14

1

@ntie

@ntie

baru kali ini baca novel, laki lakinya yg tertekan, bahkan diperkosa, kasian armannya pada dasarnya dia setia, namun karena keadaan menutupi 1 kebohongan dengan kebohongan yg lain

2022-12-12

1

lihat semua
Episodes
1 Terbelit Hutang
2 Juragan Bahri
3 Lowongan Pekerjaan
4 Nyonya Ira Lestari
5 Pesan Dari Nyonya Ira
6 Juragan Bahri Caper
7 Motor Baru
8 Menemani Nyonya Ira
9 Arman Jatuh Pingsan
10 Sandiwara Nyonya Ira
11 Cobaan Belum Berakhir
12 Lintah Darat
13 Pengakuan Arman
14 Menagih Hutang
15 Nadira Diculik
16 Menikahlah Denganku!
17 Nadira dan Juragan Bahri
18 Nadira dan Juragan Bahri 2
19 Menjemput Nadira
20 Curhatan Arman Bersama Bu Ningsih
21 Kepergian Arman
22 Di Kediaman Mewah Nyonya Ira
23 Malam Sebelum Pernikahan
24 Satu Hari Sebelum Hari H
25 Hari Pernikahan
26 Pasrah
27 Kegelisahan Nadira
28 Kegelisahan Nadira 2
29 Kepergok
30 Laras Berkunjung
31 Kunjungan Laras Yang Ke-Dua
32 Penuturan Laras
33 Nadira Menyusul
34 Kedatangan Nadira
35 Terbongkar
36 Keputusan Nadira
37 Keputusan Nadira 2
38 Kepergian Nadira
39 Arman Berkunjung
40 Kekecewaan Arman
41 Kekecewaan Arman
42 Rencana Nyonya Ira
43 Nyonya Ira Berkunjung
44 Surat Perceraian
45 Kecelakaan
46 Tuan Andrew
47 Cerita Andrew
48 Hari Perlombaan
49 Kemenangan Amara
50 Iklan Perdana Amara
51 Kehebohan Keluarga Arman
52 Berkunjung Ke Kediaman Andrew
53 Makan Malam Bersama
54 Lamaran Andrew
55 Tuan Bian Kembali Mengamuk
56 Tuan Bian Ingat
57 Rencana Tuan Bian
58 Rencana Tuan Bian 2
59 Arman Putus Asa
60 Arman
61 Bab 61
62 Gadis Kaki Palsu
63 Bab 62
64 Bab 63
65 Bab 64 The End
66 Bonus Chapter
Episodes

Updated 66 Episodes

1
Terbelit Hutang
2
Juragan Bahri
3
Lowongan Pekerjaan
4
Nyonya Ira Lestari
5
Pesan Dari Nyonya Ira
6
Juragan Bahri Caper
7
Motor Baru
8
Menemani Nyonya Ira
9
Arman Jatuh Pingsan
10
Sandiwara Nyonya Ira
11
Cobaan Belum Berakhir
12
Lintah Darat
13
Pengakuan Arman
14
Menagih Hutang
15
Nadira Diculik
16
Menikahlah Denganku!
17
Nadira dan Juragan Bahri
18
Nadira dan Juragan Bahri 2
19
Menjemput Nadira
20
Curhatan Arman Bersama Bu Ningsih
21
Kepergian Arman
22
Di Kediaman Mewah Nyonya Ira
23
Malam Sebelum Pernikahan
24
Satu Hari Sebelum Hari H
25
Hari Pernikahan
26
Pasrah
27
Kegelisahan Nadira
28
Kegelisahan Nadira 2
29
Kepergok
30
Laras Berkunjung
31
Kunjungan Laras Yang Ke-Dua
32
Penuturan Laras
33
Nadira Menyusul
34
Kedatangan Nadira
35
Terbongkar
36
Keputusan Nadira
37
Keputusan Nadira 2
38
Kepergian Nadira
39
Arman Berkunjung
40
Kekecewaan Arman
41
Kekecewaan Arman
42
Rencana Nyonya Ira
43
Nyonya Ira Berkunjung
44
Surat Perceraian
45
Kecelakaan
46
Tuan Andrew
47
Cerita Andrew
48
Hari Perlombaan
49
Kemenangan Amara
50
Iklan Perdana Amara
51
Kehebohan Keluarga Arman
52
Berkunjung Ke Kediaman Andrew
53
Makan Malam Bersama
54
Lamaran Andrew
55
Tuan Bian Kembali Mengamuk
56
Tuan Bian Ingat
57
Rencana Tuan Bian
58
Rencana Tuan Bian 2
59
Arman Putus Asa
60
Arman
61
Bab 61
62
Gadis Kaki Palsu
63
Bab 62
64
Bab 63
65
Bab 64 The End
66
Bonus Chapter

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!