Dengan tertatih-tatih, Arman melangkahkan kakinya bersama si kecil Amara yang masih sesenggukan di pelukannya. Ia keluar dari rumah sederhana itu dan berjalan sambil memperhatikan tetangga-tetangganya.
"Kalian benar-benar tega! Sudah membiarkan aku dan keluargaku diperlakukan dengan tidak manusiawi oleh para rentenir itu," gumam Arman dalam hati sambil menatap satu persatu wajah tetangganya.
"Ayah, kita jemput ibu ya, Yah," lirih Amara sambil menatap wajah Arman yang penuh luka lebam.
"Ya, kita akan segera menjemput ibumu, Nak. Tapi, sebelum itu kita harus minta bantuan sama Pak Polisi. Biar mereka bantu kita menjemput ibumu," jawab Arman.
Akhirnya terlihat sebuah senyuman tipis di wajah bocah cantik itu. "Asyik!" pekiknya sembari memeluk Arman.
Arman melajukan motornya lalu melajukan benda itu ke kantor polisi terdekat.
"Sebenarnya apa yang mereka inginkan? Kenapa mereka malah membawa Nadira dan bukannya motor ini? Padahal mereka tahu bahwa motor ini adalah milikku. Apa mungkin karena harga motor ini tak sebanding dengan jumlah hutang-hutangku?" gumam Arman sambil melajukan motornya tersebut.
Setelah beberapa menit kemudian, Arman pun tiba di depan kantor polisi. Setelah memarkirkan motornya, ia pun bergegas masuk dan melaporkan apa yang baru saja terjadi pada keluarganya barusan.
Namun, reaksi para lelaki berseragam itu tidak seperti yang dibayangkan oleh Arman sebelumnya. Bukannya berniat membantu Arman yang sedang berada di dalam kesusahan, mereka malah meminta Arman untuk segera melunasi hutang-hutangnya kepada rentenir itu.
"Sebaiknya kamu lunasi saja hutang-hutangmu sama juragan Bahri. Setelah itu masalah pun beres," ucap mereka dengan gamblangnya.
"Saya pasti akan membayarnya, Pak. Namun, setidaknya kalian menindak perbuatan mereka yang sudah melakukan kekerasan terhadap saya dan keluarga saya. Mungkin bukan hanya sekali ini, banyak sudah yang menjadi korbannya dan kenapa kalian diam saja?"
"Hah, sudah-sudah! Sebaiknya kamu pulang saja dan bereskan urusanmu dengan juragan Bahri!"
Karena mendapatkan respon yang kurang baik, akhirnya Arman pun pulang dengan hati yang kecewa. Ia melangkah gontai menuju tempat parkir dan baru saja ia ingin melajukan motornya kembali, tiba-tiba seorang laki-laki menghampirinya.
"Tadi aku sempat dengar percakapanmu dengan para anggota polisi itu. Apa benar kamu tengah bermasalah dengan juragan Bahri?"
Arman mengangguk pelan. "Ya. Anak buah juragan Bahri sudah membawa istriku pergi bersama mereka sebagai jaminan hutang-hutangku," ucap Arman dengan lesu.
Lelaki itu menghembuskan napas berat. "Sebaiknya kamu selesaikan sendiri masalahmu dengan lintah darat itu, Mas. Bukan apa-apa, aku hanya mengingatkan. Kamu percuma melaporkan masalah ini kepada mereka, sebab mereka juga berada di belakang juragan Bahri. Anggap saja mereka itu seperti tameng untuk juragan Bahri. Ya, walaupun tidak semuanya seperti itu, tetapi kamu melaporkan pun tetap percuma."
"Ja-jadi ...."
"Ya. Aku saranin agar kamu segera menjemput istrimu. Sebelum juragan Bahri melakukan hal-hal yang tidak kamu inginkan," lanjutnya sambil menepuk pundak Arman yang semakin kebingungan.
"Baiklah, terima kasih banyak atas infonya, Mas."
"Sama-sama." Lelaki itu bergegas pergi sambil menengok kiri dan kanan. Ia takut seseorang melihatnya bicara bersama Arman kemudian melaporkannya kepada lintah darat itu.
Arman terdiam sejenak sambil memikirkan langkah apa yang harus ia ambil setelah ini. Setelah berpikir panjang dan matang, akhirnya Arman mengambil sebuah keputusan yang sangat berat. Ia kembali melajukan motornya menuju ke suatu tempat yang sebenarnya sudah tidak ingin ia kunjungi lagi.
Hingga beberapa saat kemudian.
Setelah memarkirkan motornya, Arman pun melangkah gontai memasuki sebuah bangunan megah. Walaupun hati kecilnya begitu menolak, tetapi demi keselamatan sang istri, ia pun terpaksa harus melakukannya.
Sementara itu.
"Nyonya! Nyonya, lihatlah! Mas Arman kembali dan dia tidak sendiri. Ia bersama seorang gadis kecil yang mungkin masih berusia 2 tahunan. Apa mungkin itu anaknya?" ucap pelayan yang membantu Nyonya Ira melakukan aksi bejatnya malam itu.
"Mana?" Nyonya Ira dengan begitu semangat mengintip dari balik tirai jendela kamarnya dan apa yang dikatakan oleh pelayan itu ternyata benar.
Nyonya Ira menyeringai. "Bagus! Akhirnya ia datang sendiri kepadaku tanpa aku harus memelas atau memohon kepadanya," gumam wanita itu perlahan.
"Sebaiknya Nyonya temui dia," ucap pelayan itu lagi.
Nyonya Ira melangkah dengan penuh percaya diri menuju ruang utama karena ia yakin Arman sudah menunggunya di ruangan itu. Dan benar saja, Arman sudah menunggunya di sana dengan penuh harap.
"Kenapa kamu kembali, Arman? Apa kamu tidak puas sudah menyakiti aku?" ucap Nyonya Ira, seolah-olah dia sudah dikecewakan oleh lelaki itu.
Arman menggelengkan kepalanya pelan. "Maafkan saya, Nyonya. Tapi kali ini saya sangat membutuhkan bantuan dari Anda. Saya sangat berharap Anda dapat membantu saya," jawab Arman dengan mata berkaca-kaca.
"Heh!" Nyonya Ira membuang muka. Ia kesal karena lelaki itu datang padanya saat ada maunya saja.
"Benar 'kan kataku! Kamu itu hanya memanfaatkan kebaikanku, Arman! Kamu tidak ada bedanya dengan laki-laki lain yang mencoba mendekatiku."
Arman berlutut di hadapan Nyonya Ira, masih bersama si kecil Amara di dalam pelukannya. "Saya mohon, Nyonya Ira. Saya berjanji akan melakukan apa pun yang Anda perintahkan, asalkan Anda bersedia membantu saya saat ini," ucap Arman sambil menatap sedih ke arah Nyonya Ira.
Nyonya Ira menyeringai licik setelah mendengar penuturan Arman barusan. Akhirnya ia memiliki kesempatan untuk bisa memiliki lelaki itu seutuhnya.
"Apa kamu serius dengan apa yang kamu ucapkan barusan, Arman?" tanya Nyonya Ira, mencoba memastikan.
Arman menatap janda kaya raya itu sambil terdiam untuk beberapa saat. Hingga akhirnya Arman pun menganggukkan kepalanya. "Ya, Nyonya, saya serius."
"Memangnya bantuan seperti apa yang kamu inginkan dariku, Arman? Katakan," ucap Nyonya Ira sembari menyandarkan punggungnya di sandaran sofa. Sementara Arman masih berlutut di hadapannya bersama Amara.
Arman menghembuskan napas berat. "Saya terjerat hutang dengan seorang lintah darat, Nyonya. Sekarang mereka sudah menuntut agar saya segera melunasi semua pinjaman-pinjaman itu. Dan sebagai jaminannya, mereka sudah membawa istri saya bersama mereka," tutur Arman dengan kepala tertunduk menghadap lantai.
"Bangunlah, Arman, dan duduklah bersamaku," titah Nyonya Ira.
Arman pun bergegas bangkit lalu duduk di sofa yang sama.
"Jadi maksudmu aku harus mengeluarkan sejumlah uang untuk membayar hutang-hutangmu itu dan menebus istrimu yang masih bersama mereka. Iya?"
Arman mengangguk pelan dan kepalanya kembali tertunduk lesu. "Ya, Nyonya."
Nyonya Ira kembali menyeringai. "Baiklah, tapi ada satu syarat!"
"Apa itu, Nyonya?" Arman mengangkat kepalanya dan menatap Nyonya Ira dengan tatapan penuh harap.
"Menikahlah denganku, maka semua permasalahanmu akan beres. Istrimu akan kembali ke sisimu dan kamu akan hidup tenang tanpa memikirkan masalah keuangan lagi. Bagaimana?"
Arman terdiam sejenak. Ia merasa keberatan dengan syarat yang diajukan oleh wanita itu. "Ta-tapi, saya sudah punya istri, Nyonya."
Nyonya Ira menghembuskan napas berat. "Ya, sudah kalau begitu. Biarkan istrimu disandera oleh para rentenir itu. Aku juga tidak peduli," jawab Nyonya Ira sambil membuang muka.
Arman yang sudah tidak punya pilihan lain, akhirnya mengiyakan syarat itu. "Baiklah, Nyonya. Saya bersedia menikah dengan Anda. Namun, jangan minta aku menceraikan Nadira, istriku," lirih Arman.
Nyonya Ira menekuk wajahnya. Walaupun kesal, tetapi demi mendapatkan sosok Arman, ia pun setuju jika harus menjadi istri ke-dua lelaki itu. "Baik, aku setuju!"
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Partini Maesa
juragan bahri sama bu ira kerjasama ya
2023-06-10
0
Aas Azah
Ira kamu gk malu sm umur mu y, Arman itu cocok nya jadi anak mu bukan suami 😠
2023-03-16
2
Titin Hendryati
dasar nenek nenek..udh tua masih brnafsu..
2022-12-22
1