Sepeninggal Arman.
Amara meraih tangan Nadira sambil tersenyum lucu. Bocah cantik itu menunjuk ke arah warung dekat rumah sederhana mereka. Nadira mengerti apa maksud putrinya itu walaupun Amara tidak bicara sepatah kata pun.
"Kenapa, Sayang? Kamu mau jajan?" tanya Nadira.
Amara mengangguk dengan cepat sambil melebarkan senyumannya. "Ya, Bu."
"Baiklah. Memangnya kamu mau beli apa? Kue kesukaanmu?" tanya Nadira sembari menuntun bocah mungil itu ke warung yang ingin ia tuju.
Lagi-lagi bocah itu menganggukkan kepalanya. Ia terlihat begitu senang karena sang Ibu bersedia mengajaknya jajan. Setibanya di warung tersebut, Nadira segera meraih sebuah kue brownies kesukaan Amara lalu menyerahkannya kepada bocah itu.
"Ini uangnya, Bu." Nadira menyerahkan sejumlah uang kepada pemilik warung lalu berbincang-bincang sejenak bersamanya.
Ketika sedang asik berbincang, tanpa Nadira sadari, seorang lelaki tengah memperhatikan dirinya.
"Juragan, itu dia Nadira. Istrinya Arman yang meminjam uang kepada Juragan beberapa waktu yang lalu."
"Nadira? Mana-mana?" Lelaki berperawakan gempal itu pun begitu antusias mencari sosok Nadira yang baru saja diceritakan oleh salah satu anak buahnya itu.
"Itu, Juragan." Lelaki itu menunjuk ke arah warung, di mana Nadira tengah asik berbincang bersama ibu-ibu pemilik warung.
Mata lelaki mata keranjang itu berhasil menemukan sosok cantik Nadira dari kejauhan. Matanya tiba-tiba melotot dan bibirnya berdecak kagum, mengagumi kecantikan alami yang dimiliki oleh Nadira.
"Benar-benar sempurna! Seratus persen tipeku. Ck ck ck!"
"Nah, kami tidak bohong 'kan, Juragan. Nadira istrinya Arman itu benar-benar cantik dan cocok jika disandingkan dengan Juragan," goda salah satu anak buah Juragan Bahri.
Juragan Bahri merasa terbang melayang setelah mendengar pujian dari anak buahnya. Lelaki paruh baya itu semakin bersemangat saja untuk merebut Nadira dari pelukan Arman.
"Coba lihat dia! Dengan sedikit sentuhan make up lalu ganti daster lusuh itu dengan sebuah dress yang indah, dia pasti akan terlihat seperti artis-artis papan atas," gumam Juragan Bahri yang tiada hentinya mengagumi kecantikan seorang Nadira.
"Kalian tunggu di sini, aku ingin ke warung itu dan berpura-pura membeli sesuatu," lanjutnya sembari keluar dari mobil.
"Baik, Juragan." Kedua lelaki sangar itu pun mengangguk pelan sembari memperhatikan Juragan Bahri yang kini berjalan menjauhi mereka.
Setibanya di warung itu, Juragan Bahri pun berpura-pura membeli sebungkus rokok sambil sesekali melirik Nadira yang masih berada di sana bersama bocah kecilnya.
"Ini kembaliannya, Juragan." Pemilik warung menyerahkan sejumlah uang kembalian kepada lelaki bertubuh gempal itu dan ia pun segera menyambutnya.
Juragan Bahri melirik Amara yang sedang asik menikmati kue kesukaannya kemudian menghampiri bocah cantik itu.
"Hei, Cantik. Mau Om belikan es krim?"
Amara yang merasa asing kepada Juragan Bahri, segera berlari dan bersembunyi di belakang ibunya. Tubuh kecilnya bergetar dan sesekali ia mengintip Juragan Bahri dari tempat persembunyiannya.
"Ibu ...."
Bagaimana Amara tidak ketakutan, sementara penampilan Juragan Bahri memang terlihat sangar. Wajahnya yang tegas dengan dipenuhi jenggot berantakan, tubuhnya gendut dengan perut yang membuncit, membuat Amara semakin ketakutan.
"Jangan takut sama Om, ya. Om tidak menggigit, kok. Om hanya ingin kasih es krim buat kamu." Juragan Bahri tidak menyerah. Ia terus mencoba mencuri perhatian Nadira dengan cara mendekati Amara.
"Terima kasih banyak, Om. Tetapi Amara belum terbiasa makan es krim," sahut Nadira, mencoba menolak dengan halus tawaran lelaki paruh baya tersebut.
"Oh ya, sudah. Kalau begitu Om pamit dulu ya, Cantik!" Juragan Bahri tersenyum menatap Nadira dan sebelum ia meninggalkan warung tersebut, ia sempat mengedipkan matanya kepada wanita cantik itu.
Nadira sempat terkejut melihat reaksi Juragan Bahri. Ia tidak menyangka lelaki yang cocok menjadi ayahnya itu tiba-tiba mengedipkan mata kepadanya.
Sepeninggal Juragan Bahri.
"Sepertinya Juragan Bahri menyukai kamu deh, Dira," celetuk Ibu pemilik warung sambil terkekeh pelan.
Nadira mengerutkan alisnya. "Kenapa Ibu berkata seperti itu?"
"Lihat saja dari cara dia memperhatikan dan memandangimu. Berbeda dari yang lain," sahut Ibu pemilik warung.
Nadira membuang napas kasar. "Memangnya Juragan Bahri itu siapa?"
"Dia itu lintah darat yang berasal dari kampung sebelah, Dira. Rumahnya tak jauh dari sini dan kata orang-orang kalau sudah terjerat hutang sama dia, maka akan sulit untuk bisa membebaskan diri. Kalau Ibu sih, amit-amit jabang bayi, deh. Gak mau ikut-ikutan pinjem uang ke dia sama seperti yang lain," jelasnya.
"Iya, Bu. Semoga kita tidak ikut terjerat dengannya."
Sementara itu, Juragan Bahri sudah masuk kembali ke dalam mobilnya. Wajah tua lelaki itu tampak semringah setelah bertatap mata langsung dengan Nadira.
"Bagaimana, Juragan?"
"Sempurna! Benar-benar sempurna," sahutnya sambil menyeringai licik.
Di tempat lain.
"Wah, aku makin suka sama kamu, Arman. Ternyata kamu memang dapat diandalkan," ucap Nyonya Ira yang duduk di sebelah Arman yang tengah fokus pada kemudinya.
"Saya serius ingin bekerja bersama Anda, Nyonya. Sebab saya sudah bosan menganggur dan membiarkan anak dan istri saya luntang-lantung," jawabnya sambil tersenyum lebar.
Nyonya Ira ikut tersenyum. "Dan satu lagi, Arman. Kamu terlihat sangat tampan, serius!" Tangan mulus bercat kuku warna merah itu mendarat di pundak Arman lalu mengelusnya dengan lembut.
Arman sempat kaget melihat aksi majikan barunya itu. Namun, ia tidak ingin berpikiran buruk terhadapnya dan menganggap itu sebagai pemberi semangat untuknya.
Selang beberapa menit kemudian, mobil yang dikemudikan oleh Arman tiba di depan sebuah toko perhiasan yang berukuran besar dan berdiri di tengah kota. Arman segera keluar dan membukakan pintu untuk wanita cantik itu.
"Kamu tunggu sebentar di sini ya, Arman. Ada yang harus aku ambil di dalam dan setelah ini kita pergi ke kafe X untuk menemui salah satu pelanggan setiaku," ucapnya, sebelum pergi meninggalkan Arman di tempat itu.
"Siap, Nyonya!" sahut Arman dengan begitu bersemangat.
Wanita cantik itu pun melenggang memasuki toko perhiasan tersebut. Dari kejauhan Arman bisa melihat Nyonya Ira tengah asik berbincang bersama salah satu karyawannya yang menjaga di toko perhiasan itu.
"Nadira, nanti kalau Mas punya uang banyak, Mas akan belikan cincin kawin di toko ini. Sebagai pengganti cincin kawin milikmu yang sudah aku jual beberapa waktu yang lalu," lirihnya dengan mata berkaca-kaca. Ia tampak sedih, apalagi jika teringat di mana ia terpaksa menjual cincin kawin milik Nadira untuk menutupi biaya kehidupan rumah tangga mereka.
Tidak berselang lama Nyonya Ira pun kembali menghampiri mobilnya. Ia masuk lalu duduk di posisinya semula. "Sekarang kita ke kafe X, Arman."
"Baik, Nyonya!" Arman segera melajukan mobil tersebut menuju kafe X, di mana Nyonya Ira sudah memiliki janji kepada salah satu pelanggan setianya.
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Karlena Lena
Arman blum nalar juga
2023-03-02
2
💜💜 Mrs. Azalia Kim 💜💜
berawal dari sebuah elusan di pundak....lama lama yang lain akan di elus juga tuh sama si Tante 😏
2022-12-07
2
Eka ELissa
dasar bodygard mata nya rabun msk dira pntes brsnding dgn bandot tua lintah darat...ngaco klian ya jelas gk pntess tau...😈😏aduh smoga arman gk kyk arga ya....yg di suguhin ikan asin pngsung caplok trus lup Ma anak bini nya....
2022-12-07
2