"Wah wah wah, kamu memang benar-benar hebat, Arman. Aku suka itu!" ucap Nyonya Ira sambil bertepuk tangan melihat kepandaian Arman dalam mengendalikan mobil-mobilnya.
"Terima kasih, Nyonya." Arman mengangguk pelan dan ia begitu senang melihat reaksi wanita itu.
"Baiklah, mulai besok kamu sudah bisa bekerja bersamaku. Ingat, pagi-pagi sekali kamu sudah harus ada di sini. Dan jangan lupa, berpakaian yang bagus dan rapi karena orang-orang yang akan kamu temui bukanlah orang sembarangan. Semuanya dari kalangan elit, kamu mengerti?"
Arman menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sambil tersenyum getir. "Kalau seperti ini, apakah ini sudah termasuk dalam kategori bagus dan rapi, Nyonya?" tanya Arman sambil memperlihatkan penampilannya saat itu.
Nyonya Ira menyipitkan matanya menatap Arman. "Hei, jangan bilang kamu tidak punya baju yang lebih bagus dari ini, ya!"
"Hanya ini kemeja terbaik yang aku miliki, Nyonya."
Wanita itu menggelengkan kepalanya sambil tersenyum sinis. "Ya ampun!"
"Ya, sudah. Tunggu sebentar di sini," ucap wanita itu lagi.
Ia lalu pergi dan masuk ke dalam rumah mewahnya dengan langkah tergesa-gesa. Setelah beberapa saat kemudian, Nyonya Ira kembali lagi dengan menenteng sebuah tas bermerek miliknya.
"Sekarang antar aku ke suatu tempat. Anggap saja aku sedang mengetesmu, Arman." Wanita itu tersenyum hangat. Ia masuk ke dalam salah satu mobilnya kemudian disusul oleh Arman yang kini duduk di depan kemudi.
"Kita mau ke mana, Nyonya?" tanya Arman.
"Ke butik langgananku. Kebetulan ada yang ingin aku beli di sana. Sekalian beli kemeja serta celana yang bagus untukmu," jawab wanita itu.
"Eh, tidak usah, Nyonya. Aku tidak ingin merepotkan Nyonya," elak Arman.
"Tidak merepotkan, Arman. Anggap saja kemeja serta celana itu seragam kerjamu. Jadi, sudah kewajibanku menyediakannya. Lagi pula aku tidak ingin malu dihadapan teman-temanku. Sopir mereka saja terlihat wah! Masa aku tidak," celetuk wanita itu.
Arman pun tersenyum. "Terima kasih banyak, Nyonya."
"Hmmm," gumam Nyonya Ira sembari meraih ponselnya dari dalam tas. Tampak wanita itu tengah asik dengan benda pipih tersebut. Sementara Arman kembali fokus pada kemudinya.
"Berapa nomor ponselmu, Arman?" tanya Nyonya Ira kemudian.
Lagi-lagi Arman tersenyum kecut. "Saya tidak punya ponsel, Nyonya. Kemarin sempat punya, tetapi saya jual kembali karena tidak punya uang," jawab Arman dengan malu-malu.
Mata Nyonya Ira terbelalak menatap Arman. Ia berdecak sambil menggelengkan kepalanya. "Ya ampun, Arman! Hari gini kamu tidak punya ponsel? Anak TK aja udah punya hape sendiri, Arman, tapi kamu ... ck ck ck!"
"Maafkan saya, Nyonya." Arman terlihat serba salah.
"Ya sudah. Hari ini sekalian beli hape buat kamu. Kalau kamu gak punya hape, lalu bagaimana caranya aku menghubungimu?" ucap Nyonya Ira kemudian.
"Tapi, Nyonya ...."
"Kamu bisa mencicilnya dengan uang gajimu nanti," sahutnya.
"Baik, Nyonya." Arman pun menyetujuinya karena benda itu tidak gratis, alias ia masih bisa mencicilnya ketika nanti gajian.
***
Tak terasa sore pun menjelang.
Setelah selesai berbelanja, kini Arman kembali memacu mobil tersebut ke kediaman Nyonya Ira. Begitu banyak barang belanjaan yang mereka bawa. Salah satunya, barang-barang yang sengaja dibeli oleh Nyonya Ira untuk Arman.
Setibanya di kediaman Nyonya Ira, wanita itu meminta Arman untuk membantunya membawa barang-barang belanjaan ke dalam kamar. Ia menuntun Arman hingga masuk ke dalam ruangan itu.
"Letakkan saja di situ, Arman," titah Nyonya Ira sembari menunjuk ke arah tempat tidur berukuran king size serta terlihat begitu empuk tersebut.
"Baik, Nyonya."
Arman pun segera meletakkan barang-barang belanjaan tersebut ke atas tempat tidur. Ia berbalik dan ingin berpamitan kepada wanita itu. Namun, tanpa ia duga, sebuah pemandangan yang begitu mengejutkan terjadi di depan matanya.
"Ehm, maafkan saya, Nyonya. Saya tidak tahu kalau Nyonya ...." Arman segera berbalik kemudian menutup matanya dengan erat.
"Tidak apa, Arman. Aku sudah terbiasa seperti ini. Jadi kamu tidak perlu merasa bersalah," ucap Nyonya Ira sembari menghampiri Arman yang terpaku dengan posisi membelakanginya.
"Bukalah matamu dan setelah ini kamu pasti akan terbiasa melihat aku seperti ini," lanjut Nyonya Ira yang melengos melewati tubuh Arman. Ia duduk di tepian tempat tidur lalu mulai membuka satu persatu barang belanjaannya.
Sementara Arman masih bingung dan terpaku melihat Nyonya Ira yang hanya menggunakan tank top di atas pusar serta hot pants yang begitu pendek, hampir menyerupai celana dallam. Tubuh wanita berumur itu benar-benar terlihat seksi dan mampu membuat lelaki mana pun tidak sanggup untuk melewatkan pemandangan indah tersebut.
"Nyo-Nyonya, saya ingin pamit. Saya ingin menyampaikan berita baik ini kepada istri saya di rumah," ucap Arman. Masih menatap lekat wanita itu.
"Baiklah. Tapi ingat, besok kamu harus sudah ada di sini pagi-pagi sekali," jawab Nyonya Ira.
"Tentu saja, Nyonya. Terima kasih banyak," ucap Arman lagi.
Arman pun pamit lalu pulang dengan membawa barang-barang belanjaan yang tadi dibelikan oleh Nyonya Ira.
"Arman ... kamu benar-benar lelaki idaman. Hanya butuh sedikit polesan, kamu pasti akan terlihat kinclong dibanding kekasihku dulu," gumam Nyonya Ira sambil tersenyum kecil di dalam kamar megahnya itu.
Arman menaiki ojek untuk kembali ke rumah sederhananya. Setelah beberapa puluh menit kemudian, ia pun tiba di sana.
"Nadira sayang, aku sudah pulang!" panggil Arman sembari melangkah masuk ke dalam rumahnya dengan membawa paperbag besar berisi barang belanjaan yang tadi diberikan oleh Nyonya Ira.
Amara yang sedang bermain di dapur, segera berlari ke ruang depan setelah mendengar suara Arman. Begitu pula Nadira, ia pun bergegas menyusul putrinya itu untuk menyambut kedatangan sang suami.
"Ayah!" Amara berlari ke arah Arman dan Arman pun segera menyambutnya. Sementara barang belanjaan yang tadi ia pegang, diletakkan di lantai begitu saja.
"Bagaimana, Mas?" tanya Nadira sambil tersenyum hangat.
"Aku sudah diterima kerja, Dira. Dan besok aku akan memulai pekerjaanku," jawabnya dengan wajah semringah.
"Benarkah?" Nadira tampak begitu bahagia sekaligus terharu.
Kini tatapannya tertuju pada paperbag besar yang tergeletak di lantai, di samping kaki Arman.
"Apa ini, Mas?" tanya Nadira sembari menunjuk ke arah paperbag tersebut.
"Ah, iya. Ini kemeja serta celana untukku kenakan besok. Selain itu ada juga sepatu serta handphone terbaru yang dibelikan oleh majikan baruku," sahut Arman dengan begitu antusias.
Arman menyerahkan Amara kepada Nadira kemudian meraih paperbag tersebut. Ia mengeluarkan semua isinya di hadapan Nadira sambil tersenyum puas.
"Bagaimana, Sayang? Bagus-bagus, 'kan?"
"Memangnya Mas bekerja sebagai apa? Dan kenapa majikan Mas sampai rela membelikan
barang-barang ini?" tanya Nadira penuh selidik.
"Mas akan menjadi sopir pribadi seorang tante-tante kaya, Dira. Dia sengaja membelikan semua barang-barang ini untukku, karena ia tidak ingin sopir pribadinya terlihat kucel. Aku yakin majikan baruku itu tante-tante sosialita," tutur Arman dengan begitu antusias.
Sementara Nadira hanya diam sambil menatap barang-barang itu dengan tatapan nanar.
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Siti Muntamah
disaat seperti ini kesetian di uji ,
2023-01-11
2
Siti Orange
Waspada Nadira K Majikan Arman
2022-12-12
1
Eka ELissa
pasti nadira brdoa...smoga ms arman gk ke goda ma tante"...sosialita itu dn fokus cumn jadi sopir pribadi aja...
amin.....
2022-12-07
2