“Enggak ... enggak. Amel wanita setia. Bahkan karena kesetiaannya kepadaku, pernikahan kami sudah nyaris genap dua tahun, sementara selama lima bulan terakhir, Amel juga tetap menghormatiku. Iya, Amel tetap menjalani kewajibannya sebagai istri yang baik, meski aku ... meski aku membagi perhatian dan juga hatiku kepada ... Tianka.” Menyesal, hanya itu yang menggambarkan keadaan Jemmy sekarang. Termasuk pemikiran buruknya kepada Amel yang ia curigai telah melakukan apa yang telah ia dan Tianka lakukan, bersama Dion hanya karena pria itu menemui Amel malam-malam. Jemmy sungguh menyesali semua itu. Ia kacau, dan nyaris hilang arah.
Kini, Jemmy sungguh ingin memperbaiki semuanya. Ia ingin melanjutkan hubungannya dan Amel meski sebelumnya, tidak hanya Arden yang melarangnya mendekati Amel. Sebab Amel juga meminta Jemmy melanjutkan proses perceraian mereka.
Di luar dugaan, Dion yang sempat Jemmy kira akan langsung pergi malah mengemudi mendekati Jemmy. Kaca jendela sebelah kemudi mobil Dion perlahan turun dan Dion melongok dari sana. Jemmy langsung kesal luar biasa karena selain terlihat sinis, kali ini Dion juga menatapnya dengan tatapan menantang.
“Jika kamu memang enggak bisa membahagiakan Amel, lepaskan dia. Biarkan dia bahagia tanpa ada kamu di dalam hidupnya!” tegas Dion.
“Jangan ikut campur karena hubungan kami baik-baik saja. Jangan berlagak menjadi pahlawan kesiangan karena itu hanya akan mempermalukan diri kamu sendiri!” sergah Jemmy. Tak seperti sebelumnya, kali ini Dion masih diam tapi pria itu menatapnya dengan tatapan jauh lebih intens. Ada kecurigaan, dan juga kekecewaan yang mulai berkobar-kobar dari cara kedua mata Dion menatapnya.
“Jika menjadi pahlawan kesiangan menurutmu memalukan, bagaimana pendapatmu pada suami yang akan menikah lagi sementara istrinya sedang hamil dan sakit-sakitan?” lirih Dion terdengar sangat tajam terlebih untuk Jemmy.
Jantung Jemmy serasa ditusuk-tusuk hanya karena mendengar pertanyaan tersebut.
“Mata kamu masih berfungsi dengan baik, kan?” lanjut Dion. “Otak kamu masih bekerja dengan benar, kan?” lanjutnya lagi. “Kamu juga tahu kalau istri ibarat cerminan dari seorang suami?”
Jemmy paham arah pembicaraan Dion, tapi ia sungguh malas menanggapinya. Malahan kalau tidak melihat Dion sebagai karib Arden, ia ingin menghajar pria itu yang baginya sudah terlalu lancang memasuki urusan rumah tangganya dan Amel.
“Istrimu sekurus itu dan terlihat sangat enggak terawat. Eh kamu masih hobi kawin tanpa mikir gimana nantinya!” tegas Dion. “Harusnya kalau kamu memang mau menikah lagi, lepaskan dulu Amel. Bukan malah mempertahankannya kemudian memaksanya melihat kebahagiaan kamu dengan wanita lain.”
“Kamu bahkan sama sekali enggak mikir, berdampak enggaknya apa yang kamu lakukan buat keselamatan atau seenggaknya mental anak kalian!”
“Ingat, Jem. Jejak digital di era yang serba canggih ini akan merekam semua kelakuan kamu. Jadi, andai pun sekarang anak kamu belum tahu, nanti saat mereka dewasa, ... mereka bakalan tahu kelakuan papahnya yang sudah sangat menyakiti mamah mereka!” Suara Dion makin turun dan itu menegaskan karena ia terlalu marah sekaligus kecewa.
“Cukup pahlawan kesiangan saja yang bikin malu. Enggak dengan seorang papah yang nantinya akan jadi pahlawan sekaligus teladan anak-anaknya!” lanjut Dion. Jauh di lubuk hatinya yang paling dalam, ia berharap Jemmy akan mengambil keputusan yang tepat. Andaipun kemungkinan terpahit, pria itu sampai menceraikan Amel, Dion berharap Jemmy menyelesaikannya dengan baik-baik agar Amel dan calon bayinya, tidak makin terluka.
Demi apa pun, apa yang Dion katakan barusan sudah membuat Jemmy seolah ditelanjangi di tempat umum disaksikan oleh banyak mata. Malu, sungguh kata itu yang menjadi satu-satunya ungkapan dari keadaan mantan play boy.
“Aku benar-benar minta maaf karena aku sebobrok ini, Mel,” batin Jemmy masih dengan penyesalannya.
Tak lama kemudian, seruan bel yang menegaskan, di luar sana seseorang telah menekannya, mengusik keheningan Amel yang tengah mendesain dress selutut, di buku agenda khusus miliknya. Amel tetap diam, sekalipun ia juga mulai menduga-duga, perihal siapa pelakunya? Iya, pasti ada yang datang, tapi siapa?
Belum genap lima menit Dion pergi, apa mungkin pria itu sengaja kembali karena ada sesuatu yang tertinggal? Pikir Amel.
Dengan hati-hati, Amel beranjak dan berdiri. Ia sengaja menggunakan kedua tangannya untuk berpegangan pada tepi meja kerjanya. Terlebih biar bagaimanapun, harusnya ia tengah bed rest. Berdiri saja ia masih lemas dan merasa sedikit pening. Itu juga yang membuatnya perlahan meringis menahan rasa pening yang mulai membuatnya tidak baik-baik saja.
“Harusnya aku pasang monitor CCTV di ruangan ini, atau seenggaknya CCTV-nya terhubung ke laptop bahkan ponsel seperti punya Mas Arden biar lebih safety. Coba besok aku minta Mas Arden buat urus,” pikir Amel.
Dering bel yang kembali terulang, tak lantas membuat Amel keluar dari ruang kerjanya. Selain karena gerak Amel masih sangat terbatas, wanita itu juga harus menjaga geraknya demi kesehatan janinnya. “Andai itu Dion, harusnya dia telepon dan minta dibukain pintu kayak tadi,” pikir Amel lagi dan menjadi ragu membuka pintu.
Seperti keyakinan Amel, di meja kerjanya, ponselnya mendadak berdering. Dering tanda telepon masuk. Hanya saja, kontak ponsel yang tertera menghiasi layar ponselnya bukan Dion, melainkan sosok yang sedang Amel hindari. Jemmy. Kedua tangan Amel refleks mengepel kencang di sisi tubuh. Bersamaan dengan itu, tubuhnya juga menjadi gemetaran akibat amarah sekaligus kekecewaan yang ia tahan. Apalagi di ingatannya kini, pengkhianatan yang Jemmy lakukan dengan Tianka juga mendadak terputar, tak ubahnya film lawas yang wajib Amel tonton tuntas.
Butiran bening yang susah payah Amel tahan, luruh membasahi pipi, mengurai setiap luka yang membuat batin wanita itu meronta-ronta sekalipun kini, ia memilih diam.
Tak lama setelah tiga kali telepon masuk dari Jemmy Amel abaikan, pria itu juga sampai mengirim Amel pesan.
Jemmy : Aku tahu kamu belum tidur. Tolong buka pintunya. Aku khawatir ke kamu. Aku kangen. Aku kangen ke kalian. Aku kangen banget ke kamu sama yang di perut.
Amel memang membaca pesan tersebut, tapi sekali lagi, ia sengaja mengabaikan Jemmy. Amel melakukannya karena Jemmy memang tipikal yang akan makin mengejar jika diabaikan. Iya, Jemmy tipikal yang akan makin penasaran sekaligus tertantang, jika usaha yang dilakukan justru selalu mendapatkan penolakan. Buktinya, belum genap tiga detik Amel membuka pesan dari Jemmy, pria itu sudah kembali menelepon.
“Teruslah begitu! Mengemis padaku dan jadilah budakku! Jadilah senjata untukku membalas setiap luka yang Tianka dan mamah kamu torehkan. Terlebih gara-gara kalian, aku nyaris kehilangan anakku!” Amel merasa sangat tersiksa dan butiran bening yang tak hentinya mengalir dari kedua ujung matanya, menjadi bagian dari rasa sakit itu.
Jemmy : Mel, please. Tolong kasih aku kesempatan. Biarkan anak kita memiliki keluarga yang sempurna. Tolong pikirkan anak kita karena dia pasti ingin keluarga yang sempurna.
Jemmy : Biarkan anak kita memiliki orang tua dengan formasi lengkap. Aku benar-benar menyesal. Aku mohon, tolong maafkan aku.
Jemmy : Sebaik-baiknya orang tua sambung, orang tua kandung jauh lebih di baik untuk anak-anaknya, Mel.
Jemmy : Please, katakan padaku apa yang harus aku lakukan?
Jemmy : Apa pun, Mel. Apa pun, akan aku lakukan buat kamu. Aku akan melakukan apa pun buat keluarga kecil kita.
Jemmy : Mel ......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments
Yunerty Blessa
sudah terlambat Jemmy....pergi saja
2023-11-18
2
Shuhairi Nafsir
membosankan dengan cerita ini. kata Amel. keguguran kenapa Jemmy Masih tahu mengenai janin yang masih ada didalam perut Amel.
2023-01-09
0
💕Erna iksiru moon💕
yakin mau melakukan apapun?jambakin sono wanita2 gila dirumahmu setelah itu cemplungin ke empang trs usir dr rumah!
2022-12-22
1