Kendaraan beroda empat milik Prince tidak kembali ke rumah besar, kendaraan tersebut berhenti di sebuah rumah bercat ungu muda yang sepertinya baru selesai direnovasi, Prince turun tak lama pintu dari rumah tersebut dibuka sebelum Prince dan Vior sampai di depan pintu, terlihat sosok Windi berdiri di sana mengembangkan senyum melihat kehadiran Prince dan Vior.
"Kalian ayo masuk," seru Windi.
Vior menoleh ke arah Prince.
"Ini rumahnya Mbak Windi sama suaminya?" tanya Vior, Prince mengangguk lalu menggandeng tangan Vior memasuki rumah Calvin.
Di dalam rumah tersebut terlihat Calvin dan Windi duduk menghadap meja makan, terdapat banyak makanan dan buah-buahan di meja tersebut, Prince sampai heran melihat adik iparnya makan dengan begitu lahap, terlebih yang dimakan bisa dibilang nggak wajar, bagaimana tidak jika yang Calvin makan saat ini adalah ubi kayu mentah, Prince bergidik.
Prince duduk dan begitupun juga Vior, Calvin menoleh, memperlihatkan raut wajah yang sulit dijelaskan.
"Windi ini suami kamu masih waras kan?" tanya Prince.
Windi tertawa geli.
"Kayaknya yang ngidam tuh Calvin deh Kak, dari kemarin Calvin maunya aneh-aneh," ucap Windi.
Calvin lantas menatap Prince dan Vior bergantian.
"Emangnya istri kamu hamil kamu nggak pengen apa-apa?" tanya Calvin balik pada Prince.
Vior sejak tadi diam kini membulatkan matanya tapi Prince terlihat biasa aja.
"Kok kamu tahu kalau Vior hamil?" tanya Prince.
"Ya tahulah, kamu nggak mungkin ngebet nikah mendadak kalau nggak ada bayi kamu di dalam perut Vior," Calvin yang dikenal diam baru kali ini Prince mendengar teman sekaligus adik iparnya itu berbicara tanpa disaring lebih dulu, Calvin menoleh ke arah Windi ketika istrinya itu memukul bahu Calvin.
Prince terlihat tenang, kalau ada yang tahu tanpa dia beritahu artinya Prince tak perlu lagi menyembunyikan kehamilan Vior sampai melahirkan nanti.
"Tapi bagus kalau Vior juga hamil, nanti kan anak kita umurnya nggak beda jauh, jadi bisa temenan atau mungkin satu sekolah bareng," sahut Windi.
Vior menatap Windi.
"Mbak Windi nggak ngalamin mual tiap pagi? aku sampai lemas di kamar mandi, sampai kayaknya kaki itu nggak bisa dipakai jalan," Vior memberanikan berbicara meskipun kata panggilan pada Windi masih belum bisa berubah.
"Yang alami morning sickness itu Calvin, semua dia embat jadi aku tinggal menggemukkan badan aja, sejak tahu hamil aku jadi pengen makan terus lihat makanan yang dulunya nggak aku suka, sekarang aku makan tanpa pikir dua kali," Windi tertawa ketika Calvin menyantap makanan yang tersedia di meja.
Tawa Windi berhenti saat kembali menatap Prince.
"Tapi Kak aku penasaran kalian kan jarang bertemu bahkan Kak Prince juga sering banget kerja di Jakarta, Vior juga sering di butik, tapi kok sampai bisa cetak bayi?" tanya Windi.
Di sampingnya Prince melirik tangan Vior yang memilin pinggiran bajunya sendiri karena kejadian itu hanya sekali dan Prince pun saat itu mengira Vior adalah Nesya.
"Windi emang kamu sendiri sama Calvin gimana? kok bisa-bisanya nyoba duluan? kalian bahkan juga belum lama ini ketemu," Prince mengalihkan pembicaraan dan ternyata Prince berhasil ketika Windi menjawab.
"Ya mau gimana lagi udah se cinta itu aku sama Calvin, kalau dia sampai nggak mau nikahin aku awas aja biar aku potong dia jadi empat bagian," ancam Windi sedangkan Calvin tidak peduli celotehan Windi karena sibuk memakan makanan aneh yang ada di meja.
"Oh yah kakak ipar, hahaha masih nggak nyangka kamu sekarang kakak ipar aku, padahal dulu kalau nggak salah aku pernah bilang pengen jadiin kamu adik aku," Windi tertawa, terlihat tidak ada beban sama sekali dalam tawanya.
Vior menunduk, bersemu malu dipanggil kakak ipar oleh Windi, meskipun usianya sama Windi beda dua tahun tapi tetap saja Windi pernah menjadi bosnya di tempat dia bekerja.
Windi menggenggam tangan Vior.
"Nggak usah canggung, aku senang kok kamu jadi istrinya Kak Prince, itu artinya kan kita sekarang beneran keluarga, kalau kamu butuh sesuatu jangan ragu buat bilang, siapa tahu aku atau Kak Prince bisa bantu, jadi kalau punya masalah jangan dipendam sendiri, ngerti?" katanya dan Vior mengangguk.
"Calvin gila yah kamu ini, ubi kayu mentah kamu makan, ubi mentah udah kayak lagi makan sate," kata Prince pada Calvin.
"Kamu nggak tau aja orang ngidam tuh aneh, serius nih aku juga nggak nyangka kenapa ubi kayu mentah rasanya bisa semanis ini kayak bengkoang," ucap Calvin.
"Bengkoang apanya? itu ubi kayu yah jauh lah sama bengkoang," cibir Prince tapi Calvin tetap memakan ubi kayu mentah itu sampai habis, Prince geleng-geleng.
Vior menatap suami Windi, dari banyaknya makanan yang ada di meja kenapa Calvin makan ubi kayu mentah? menoleh pada Prince, suaminya itu meringis sembari menatap Calvin yang tidak wajar.
"Pak Prince jangan nyindir suaminya Mbak Windi, jangan sampai suatu hari nanti Pak Prince ngalamin apa yang suaminya Mbak Windi alami sekarang," ucap Vior.
"Nggak mungkin ah, masa iya aku makan ubi mentah, makan ubi goreng sama ubi rebus aja aku nggak pernah," jawab Prince, bukan karena Prince mencela makanan, tapi Prince memang tidak suka sejak dia dilahirkan mungkin.
"Pak?" tiba-tiba Calvin berucap menatap Vior dan Prince bergantian.
Calvin menunjuk Prince dan menatap ke arah Vior.
"Kamu memanggil suami kamu sendiri dengan sebutan Pak?" tanya Calvin.
Prince melempar Calvin dengan jeruk orange di meja, spontan Calvin menangkap sebelum jeruk itu mendarat di wajahnya.
"Setua itukah dirimu wahai Prince, sampai istrimu manggil kamu dengan panggilan Pak?" Calvin tertawa menggoda Prince.
"Salah nih kayaknya aku tadi mampir ke sini," gumam Prince.
Sekitar satu jam Prince berada di rumah Calvin sebelum pulang, sesekali Vior melirik ke arah Prince, wajah suaminya itu kini cemberut sejak digoda terus oleh Calvin dan Windi, Prince tiba di rumah berjalan meninggalkan Vior, karena kesal istrinya justru ikut-ikutan dengan apa yang Windi dan Calvin lakukan saat di rumah Calvin tadi.
Vior tertawa geli, mengikuti Prince sambil membawa buku yang diberikan oleh Dokter, Prince langsung membaringkan diri di tempat tidur posisi telungkup seperti kura-kura terdengar pintu tertutup tanda Vior telah masuk ke dalam kamar itu juga.
"Pak Prince muda ngambekan yah? aku kira apa Pak Prince itu kalau digodain nggak bakalan cemberut begini?" Vior menyimpan buku ke dalam laci kemudian duduk di sofa tanpa mendekati Prince yang sedang merajuk.
Tidak menyangka jika orang yang selama ini Vior kenal berwibawa juga bisa bersikap kekanakan, Vior tertawa pelan Prince mendengar tawa Vior langsung bergerak duduk menghadapi Vior yang masih tertawa.
"Senang banget ya lihat suami sendiri dibully kayak tadi?" ucap Prince.
"Itu bukan dibully Pak, suaminya Mbak Windi orangnya juga suka bercanda, Pak Prince saja ih yang baperan," Vior masih belum bisa menahan tawanya, Prince memanyunkan bibirnya.
"Kamu masih belaian mereka yang godain aku terus? emang kamu nggak kasihan gitu sama aku" tanya Prince.
Vior menggeleng.
"Nggak!" dengan santainya Vior menjawab.
"Lagian kenapa aku kasihan sama Pak Prince? Pak Prince kan nggak dihajar sama mereka," ucap Vior.
"Gemes deh aku sama kamu," sahut Prince, kali ini bukan hanya duduk berdiam diri tapi Prince sudah berjalan menghampiri Vior, duduk berjongkok di depan Vior dengan posisi kepala mendongak.
"Pak Prince kok sujud begitu sih? aku jadi nggak enak nih," ucap Vior.
"Sekarang kamu panggil aku jangan ada embel-embel Pak, aku nggak mau digodain Calvin cuma gara-gara nama panggilan kamu itu, kamu kan istri aku masa iya kamu manggil aku kayak gitu orang mikirnya nanti aku tuh bukan suami kamu tapi bos kamu," ucap Prince.
Vior terdiam untuk sesaat.
"Tapi kalau langsung diubah pasti rasanya canggung, Pak Prince kan tahu sendiri kalau dari awal itu aku kenal Pak Prince panggilannya udah begitu, rasanya kayak udah melekat aja gitu jadi kalau mau rubah nama panggilan agak susah," ucap Vior.
Tangan Vior digenggam oleh Prince masih dengan posisi berjongkok dengan kepala mendongak menatap wajah imut Vior.
"Terus kamu mau selamanya manggil aku Pak Prince, Vior kapan kita bisa jadi lebih dekat dan saling akrab kalau kamu kayak jangan jarak terus sama aku? oke aku tahu kalau kamu nikah sama aku tuh bukan keinginan kamu tapi kita ini sekarang udah suami istri loh, kalau kita jaga jarak nanti hubungan kita bisa nggak baik-baik aja," ucap Prince.
"Emang Pak Prince mau seumur hidup sama aku?" Vior bertanya, Vior pikir Prince hanya berharap bayi itu lahir lalu melepaskannya.
"Kamu ngomong apa sih, yah jelas lah seumur hidup kamu kira nikah tuh kayak toge, cambah sekarang di masak besok lalu selesai? aku nggak mau nikah lebih dari sekali kalau udah nikah berarti harus dipertahankan, sekarang kamu istri aku jadi kamu harus terima aku sampai kita tua bareng-bareng, nggak ada kata cerai di antara kita, aku nggak peduli awal mula pernikahan ini seperti apa, tapi aku dengan sangat yakin buat mempertahankan rumah tangga kita sampai kiamat kalau perlu," ucap Prince.
"Omongan Pak Prince bikin aku deg-degan," ucap Vior, Prince terkekeh geli, mengusap wajah Vior.
"Jangan panggil aku Pak Prince lagi, panggil aja Prince nggak ada yang ngelarang kamu buat manggil namaku langsung, kamu manggil aku dengan nama lengkap ku juga boleh Prince Sachdev Rendra, jangan lupa ya kamu itu istrinya Prin-ce Sach-dev Ren-dra," jelas Prince sampai mengeja namanya.
"Kalau Pak suami boleh nggak?" ucap Vior melenceng dari apa yang Prince katakan barusan.
"Nggak boleh! eh Pak suami?" Prince langsung mencoba berpikir.
"Nggak deh, nggak seru! gimana kalau panggilannya sayang? kan lebih romantis," ucap Prince kemudian.
Wajah Vior menghangat, Prince jadi panik melihat semburat merah di wajah Vior.
"Kamu sakit? tanya Prince. Vior segera menggeleng, spontan menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangan, mungkin sekarang sudah seperti udang goreng?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments