"Ya Allah, Bu. Ini yang ngambil sendiri tuh si Fifi loh,” jawab Lana tak kuasa menahan air mata. Sesak di dadanya membayangkan betapa ibu mertuanya itu telah mempermalukan dirinya di depan kakak iparnya sekeluarga.
“Anak kecil pakai disalah-salahin pula!” Gilang menghardik Lana yang kemudian disanggah oleh Galih.
“Mas! Hati-hati ya bicara! Emang Fifi yang ambil sendiri tadi!” Galih sampai keluar urat saat membantah abangnya yang keterlaluan itu.
Entah apa yang merasuki sang kakak. Tapi sepertinya pengaduan dari Bu Tutik membuat Gilang jadi yakin bahwa sikap Lana selama ini terhadap ibu mereka adalah tidak baik.
“Mas ….” Mbak Ely akhirnya menggampit lengan Gilang untuk mencegahnya berbuat onar. Tampak sekali pengaruh istrinya memang sangat besar terhadap Gilang.
“Fifi, yuk makannya sama Mama aja. Tante Lana sibuk loh,” ajak Ely akhirnya sembari menerima kotak kue dari tangan Lana. Kotak kue pembawa petaka, pikir Lana kemudian.
“Itu buat Ibu udah aku sisihkan sendiri di tas tadi, kok, Bu. Kalau ini memang aku juga bawain sendiri buat Fifi. Dia doyan dan bisa kurang kalau Cuma makan sedikit. Akhirnya penjelasan itu membuat Bu Tutik serta Gilang kelimpungan. Sementara Lana dan Galih hanya bisa saling menghibur.
Bu Tutik kemudian mengajak Gilang kembali ke kamarnya sementara Lana tetap menunggui Ely menyuapi sang putri.
“Maaf, ya, Lana. Gara-gara Fifi kamu jadi kena marah,” ucap Ely dengan wajah tak enak hati.
“Enggak apa, Mbak. Bukan salah Fifi juga. Ibu aja tuh, entah kayak lagi kumat belakangan ini.” Lana menjawab sambil napasnya mendesah.
Tak dapat menahan senyum miris, Ely yang sebenarnya usianya masih lebih muda daripada Lana itu pun menjawab skeptis.
“Kukira kalau sama kamu nggak gitu. Ternyata sama aja, toh?”
“Nah, itu yang aku pengen tahu, tuh, Mbak. Selama ini kan aku Cuma dapat ceritanya dari pihak Ibu dan Mas Galih tuh. Nah coba Mbak ceritain versi Mbak sendiri. Kenapa awalnya Mbak jadi gak rukun sama Ibu. Sampai bisa dipastikan setiap kali mampir ke sini tuh nggak akan pernah bisa lama?”
Akhirnya tercetus juga pertanyaan itu dari mulut Lana.
Ely menghela napas panjang.
"Memangnya seperti apa cerita yang beredar? Ih, aku tapi nggak mau peduli, sih, Lan. Yang penting hubungan aku sama Mas Gilang baik aja aku udah seneng. Soal Ibu, aku memang dari dulu langsung mengambil jarak terjauh dari beliau. Karena kan aku udah tau siapa dia dan gimana sikapnya sama orang lain karena bulikku ada di sini, itu Bulik Ningsih.”
“Hah? Bulik Ningsih itu buliknya Mbak? Loh, jadi besannya Ibu juga dong, ya? Kok tapi kayak gak ada hubungan gitu sih, sikapnya Ibu kalau ke beliau?” Lana kini mengingat-ingat beberapa kejadian belakangan.
“Nah, makanya itu. Bulikku dulu awalnya juga gak setuju saat tahu aku ada hubungan sama Mas Gilang. Ya karena anaknya Bu Tutik itu. Bulik sampai mengungkap semua tentang Bu Tutik ke ibu aku. Sampai akhirnya kami juga kesulitan dapat restu. Tapi akhirnya Mas Gilang saat mohon ke Ibuku dikasih syarat duluan untuk gak boleh biarin aku sampai tinggal di rumah mertua. Mau gimanapun, kami harus ada rumah sendiri, bahkan meski harus ngontrak sekalipun.
“Ya Allah, Mbak. Berarti aku dulu emang salah banget, ya. Gak nyelidikin dulu kayak apa sikap ibu mertua yang dipastikan akan tinggal sama aku. Hikz. Sekarang udah terlanjur semuanya,” ungkap Lana sedih.
Ely tampak mengelus bahu adik iparnya itu. Ia tentu saja bisa merasai bagaimana sulit dan stresnya menjadi Lana. Tapi mau bagaimana, mana mungkin dia memberi peringatan pada calon adik iparnya dulu. Dia kira mungkin saja ada keajaiban hingga seorang Lana yang adalah istrinya Galih akan bisa menaklukkan sikap Bu Tutik. Siapa yang bisa tau, kan?
Tapi rupanya tidak begitu. Ke-absurd-an sikap Bu Tutik benar-benar mengakar dalam dirinya sehingga rasanya tak ada yang bisa mengubah beliau selain dari dirinya sendiri yang mendapatkan hidayah.
"Sabar, ya, Lan. Duh, aku nggak tahu deh mau ngomong sama kamu kayak gimana. Karena aku sendiri nggak bisa ngelakuinnya. Hehe, maaf, ya," pungkas Ely yang ikut serba salah.
Lana menghela napas panjang dan menunduk dalam. Kalau terus begini ia akan stres sendiri. Dan itu jelas tidak akan berakibat baik untuk kehamilannya.
"Tapi kamu jauh lebih kuat sih dari aku. Buktinya udah sampai hampir dua tahun kan di sini? Duh, aku aja cuma di sini pernah menginap tuh saat Fifi udah usia tuga bulan. Itu aja aku cuma kuat di sini seminggu. Habis itu langsung balik ke Malang," lanjut Ely bercerita.
"Hihihi ... nguat-nguatin, sih, Mbak. Ini juga sambil menghibur diri dengan janji dari Mas Galih kalau dia akan segera usahain bangun rumah di lahan kosong sebelah itu," ucap Lana sekalian curhat.
Tampak Ely sedikit terkejut dengan kabar dari iparnya tersebut.
"Loh? Tanah sebelah? Bukannya itu mau diperuntukkan Mas Gilang, ya?" Ada nada protes di dalam suaranya.
"Eh, loh? Masa' sih, Mbak? Emangnya udah pernah ada perbincangan soal itu? Aku sih nggak tau apa-apa, ya, Mbak. Cuma Mas Galih belakangan ini sesumbarnya gitu."Lana menjawab sambil matanya lekat menatap ke arah iparnya.
Terlihat kegusaran mulai merambati wajah Ely.
"Kami ... kan juga suatu saat ingin punya rumah sendiri. Dan rencananya kami mau jual tanah bagian Mas Galih untuk tambahan beli rumah nanti," jawab Ely yang seketika membuat Lana terperangah.
"Astaghfirulloh, Mbak! Maksudnya kalian itu mau minta bagian warisan dalam waktu dekat ini, gitu? Ya Allah, itu Ibu masih sehat-sehat aja, loh. Kok tega-teganya—" Tanpa sadar Lana mengungkapkan keterkejutannya langsung. Ia sama sekali tak menyangka bahwa kedua iparnya rupanya adalah sepasang suami istri tak beretika yang malah sudah menginginkan pembagian warisan bahkan di saat ibunya masih segar bugar. Astaga!
"Kamu kok jadi marah gitu? Bukannya kamu dan Galih juga sama aja? Lah itu buktinya kalian mau bangun rumah di tanah sebelah. Lah, enak aja! Itu tanah jatah buat Mas Gilang, tau!" Ely tampak sangat panas hati sehingga ia tak lagi berpura-pura sok ramah kepada Lana.
Keributan dua wanita itu segera terdengar oleh Galih. Spontan saja dia menengahi dan bertanya apa masalah yang tengah diributkan.
"Ada apa sih, Dek? Mbak Ely? Kok jadi malah ribut sendiri gitu?" tanyanya tak tahu menahu.
Dan jawaban dari kedua wanita di hadapannya membuat kedua alis tebal di kening Galih seketika naik drastis.
(Pembaca dilarang demo. Kalau mau cari rumah Bu Tutik aku juga ga tau dimana 😂 soalnya ini khayalan Auhtor.)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
Eka Widya
seharusnya di beri judul"keajaiban sang mertua"kak😃😃🙏
2023-06-30
1
Maz Andy'ne Yulixah
Wes wong tuek senengane adu domba🙄🙄
2023-05-09
0
Renesme
hahahaaa. ngakak bacanya, ceritanya nggemesin 🤣🤣🤣🤣🤣
2023-01-25
0