2 Memendam Kesal

"Udah Ibu bilang jangan pergi, Lana!" Mata Bu Tutik semakin membola menampakkan rasa tak suka.

Sepertinya ia terkejut melihat menantunya berani melawan. Hal itu karena Lana sudah sangat kesal. Seenaknya saja mertuanya melarang ini dan itu yang dimana alasannya tak masuk akal dan terkesan 'she is queen in the hosue' serta juga melarang pergi ke tetangga sebelah rumah yang ada hajat dengan alasan uangnya eman-eman? Di mana sisi bersosialisasi yang umumnya ada di desa itu masih begitu di jaga.

"Kenapa gak boleh, sih, Bu? Ibu harusnya malah ikut sama Lana loh ke sana. Lihat tuh, tetangga-tetangga juga pada dateng sama ibu mertuanya. Kan ibu asli orang sini. Toh kemarin pernikahan Mas Galih juga dibantu Tetangga," ujar Lana, mencoba memberikan masukan pada sang mertua yang dari hari kehari selalu saja ada yang tak ia sukai dari sang ibu mertua dari sudut pandangnya sebagai menantu.

"Si Siti itu nggak menghargai ibu, Lan. Dia nggak ada bilang sama ibu jauh-jauh hari kalau mau khitanin anak. Kan biar ibu bisa siap. Kalau sekarang, ibu nggak ada uang," jawab Bu Tutik ketus.

Lana sedikit mendengkus kesal. Ia tahu betul ibu mertua begitu perhitungan dan selalu mengatakan tak punya banyak uang. Dia selalu pandai menyiasati pembelanjaan agar seirit mungkin sehingga uang simpanannya pasti lumayan, tetapi untuk urusan berbagi jangan harap akan keluar sepeser pun. Terlebih, untuk belanja rumah semuanya memakai uang dari Galih. Artinya uang pensiun dari almarhum ayah mertua utuh, entah karena memang penyakit atau memang karakter.

Ibu mertua Lana itu sangat hati-hati sekali untuk urusan uangnya. Baginya jika orang ingin hidup harus bekerja dan berusaha. Tak boleh minjam atau menyusahkan orang lain.

Lana tahu persis jika uang pensiunan setiap bulan semenjak dirinya disana tak pernah keluar untuk kebutuhan sehari-hari. Ia dan suaminya lah yang mencukupi kebutuhan keluarga.

" Bisa-bisanya beliau bilang nggak ada uang? Ish," Lana membatin kesal dalam diam.

Akhirnya Lana menawari memberi amplop berisi uang hanya agar mereka tampak berdua datang ke rumah Mbak Siti. Lana benar-benar merasa tak enak kalau tidak datang, sementara rumah mereka berdekatan. Ia juga tak ingin tetangga tahu jika mertuanya termasuk orang yang pelit juga susah bergaul atau Guyup. Padahal jauh sebelum Lana menjadi anggot keluarga itu. Sang ibu sudah memiliki tabiat seperti itu.

"Nggak usah! Kemarin juga nggak ngundang secara langsung ke sini, kok! Huh, tetangga macam apa?" Sambil mengumpat kesal, Bu Tutik masuk ke dalam kamar tanpa lupa membanting pintu di belakangnya.

Lana hanya menggelengkan kepala, mencoba memaklumi. Mungkin semakin tua memang membuatnya jadi semakin perasa. Tapi tetap saja, hati Lana tak terima kalau sampai dilarang berbuat yang sepatutnya apalagi Lana berprinsip, jika suatu saat ia pun akan merepotkan tetangga. Terjadi sesuatu dengan dirinya atau penghuni rumah tersebut maka tetangga jugalah yang akan pertama membantu, saudara kandung di luar kota belum tentu detik itu juga saat musibah datang akan hadir secara dzohir.

"Cukup ibu saja yang jadi buah bibir orang. Jangan sampai aku pun demikian!" Batin Lana yang sering mendengar gosip-gosip tetangga yang sering menceritakan aib mertuanya namun kadang masih selalu ditutupi oleh Lana dan dibelanya. Bagaimanapun bagi Lana, mertua adalah orang tua.

Namun dalam realitanya ia harus berkali-kali mengelus dada karena tingkah sang ibu mertua.

Akhirnya Lana berkeras pergi ke rumah Mbak Siti. Di sana, benar saja yang ia takutkan terjadi. Spontan Lana menjadi bahan lirikan dan bisik-bisik cemoohan.

"Kan, apa aku bilang. Ibu susah sekali diberi masukan." Batin Lana di tempat Bu Siti.

Para tetangga pun bak kuali atau dandang bocor, kalau berbicara kadang tak memandang yang diajak berbicara siapa. Bisa-bisanya mereka menyindir mertua Lana di hadapan Lana.

"Ibu mertuamu kemana, Nduk? Kok sendirian aja?" sapa Bude Darmi yang terkenal sebagai biangnya gosip di lingkungan kompleks perumahan itu.

"Gawat, harus jawab apa nih?" Pikir Lana bertanya-tanya dalam hati.

"Anu, Bude. Lagi kurang enak badan," dusta Lana sembari mengalihkan tatapan karena biasanya matanya tak dapat menyembunyikan kejujuran.

"Ooh ... Tutik itu sering sakit-sakitan, ya? Mungkin efek kurang sedekah," komentar Bulik Harti yang dengan telak berhasil membuat pipi Lana memanas menahan malu.

"Please, lah. Apa harus selalu begini nasib ku ketika mencoba bersosialisasi dengan para tetangga sekitar? Serasa ikut dikata-katai langsung di depan muka sendiri, hiks." ingin membela namun realita adanya.

"Biasa Bu namanya juga orang tua." Ucap Lana pada para tetangga demi masih menutupi tabiat mertuanya yang keras, arogan dan pelit.

Tapi mau bagaimana lagi? Kenyataannya memang ibu mertuanyalah yang begitu keterlaluan. Tidak tahu malu dan tidak punya empati sama sekali.

Lalu, ada lagi kejadian di mana seorang tetangga Bu Tutik kecelakaan. Spontanitas beberapa yang dekat langsung sambang dengan membawa bawaan sekedar buah tangan. Namun, apa yang terjadi kala itu sungguh membuat Lana mengurut dada dan harus menebalkan muka saking malunya!

Lana yang baru beberapa hari tinggal di sana, masih malu-malu dan belum mengenal baik bagaimana kebiasaan warga di sana termakan perkataan Bu Tutik yang bilang di sana tidak perlu membawa apa-apa ketika mengunjungi yang sakit.

"Aku bawa amplop saja, ya, Bu?" tanya Lana meminta persetujuan sang ibu mertua kala itu. Soalnya kalau harus membeli apa-apa dulu, ia pun masih malu-malu di lingkungan situ.

Namun, Bu Tutik malah menjawab hal yang entah kenapa saat itu Lana tak mencurigainya sebagai sebuah hoax yang super parah. Definisi pelit yang sesungguhnya!

"Tidak usah. Dengan berkunjung saja mereka udah senang. Kalau bawa apa-apa malah Bu Dewi itu akan ngomel biasanya. Dia suka merasa tersinggung kalau ada tamu membawa-bawa makanan. Kan dia termasuk orang yang berada," jawab Bu Tutik waktu itu.

Lana sebagai warga pendatang baru tentu saja menuruti perkataan itu. Nah, siapa sangka ketika benar mereka telah tiba di sana, beberapa saat kemudian datang pula beberapa rombongan tetangga yang ramai-ramai dengan buah tangan mereka masing-masing.

Habislah sudah! Muka Lana mendadak panas memerah malu tak terkira karena ia terlanjur mematuhi perkataan Bu Tutik yang melarang membawa apa-apa. Diperhatikannya saat itu Bu Dewi pun tidak menolak ketika menerima pemberian mereka.

Akhirnya, mereka pulang berbarengan dengan rombongan lain dengan Lana yang memendam kesal luar biasa serta malu sekali kepada Bu Dewi sekeluarga. Dalam hati ia bertekad besok akan membawakan Bu Dewi buah tangan dalam kunjungan sesi kedua. Tentu saja kali itu tak lagi dia mengajak sang ibu mertua super pelitnya itu.

"Lho, apa aja ini, Lana? Kok repot-repot sekali kamu ini, sih?" Bu Dewi menyambut kedatangan Lana esok harinya

"Ah, hanya ini, Bu. Tadi sekalian belanja di pasar soalnya," jawab Lana ikut berbasa-basi sembari menanyakan kondisi Bu Dewi.

Setidaknya ia berusaha untuk tidak mengikuti label yang telah melekat dalam diri ibu mertuanya. Peduli amat Bu Tutik mau dikenal orang seperti apa, yang jelas Lana harus jadi seperti versi biasanya, tekad Lana dalam hati.

"Mas, di sini emang sepi sekali, ya. Nggak ada teman ngobrol deh aku rasanya," keluh Lana suatu ketika kepada Galih.

Dan itu memang fakta. Ibu mertuanya yang absurd itu sering tidur di pagi hari dan kalau malam baru mengeluh tak dapat tidur lalu sok lemah karena kondisi itu. Hal mana selalu saja berhasil menarik simpati putranya.

Galih akan cemas, menawarinya makanan apa saja, mengajaknya kontrol kesehatan dan lain sebagainya yang menurut Lana terlalu lebay karena ia tahu sendiri ibu mertuanya itu cuma salah jam tidur saja!

"Ya ngobrol sama Ibu kan bisa, Dek." Jawab Galih tanpa tahu bagaimana rutinitas ibunya sehari-hari karena dia kerja dari pagi hingga sore.

"Ibu itu tidurnya pagi, Mas. Sementara aku kan tidurnya siang. Jadi kami seperti rolling shift," jawab Lana sambil sedikit tertawa, dan juga sengaja sedikit memberikan nada keberatan dalam suaranya untuk membuat Galih mengerti apa masalah mereka.

Suaminya itu seperti biasa merespon tiap keluhan Lana dengan mencarikan solusi lainnya.

"Ya kalau gitu ngobrolnya sama Mbak Yanti atau Mbak Erlis kan bisa, Dek," sarannya menyebutkan dua nama tetangga terdekat dari rumah mereka.

"Tapi mereka juga nggak pernah nongkrong di depan rumah, Mas. Kan aku jadi susah. Masa' aku harus bertamu ke sana? Kan malu!" Terus saja Lana mengeluhkan ini dan itu.

Lana memang cukup heran karena kondisi di situ jauh berbanding terbalik dengan di rumah lamanya. Ibunya sendiri biasanya pemegang arisan kerukunan RW sehingga seringkali ada perkumpulan di rumah mereka. Terlebih karena di rumah, Bu Asih juga membuka toko sembako, jadi hilir mudik saja tetangga yang beli sekalian bercakap-cakap cukup lama bila tak sedang sibuk urusan rumah masing-masing.

Kalau orangnya pelit begini mana ada tetangga yang mau dekat? Pikiran Lana menarik kesimpulan sendiri. Alhasil, ia memang terus saja merasa kesepian di rumah itu. Satu-satunya keinginan Lana waktu itu ialah ingin segera habis masa cuti dan kembali bekerja lagi. Setidaknya dengan begitu, ia bisa kembali tenggelam dalam pekerjaan seharian, dan bukannya larut dalam kekesalan akibat ulah Bu Tutik sang mertua!

(Hai readers, please jangan judge siapapun karena judul dan cerita ini. Ini hanya khayalanku saja. Bukan berarti mertua semua jahat. Mertua ku justru sangatlah baik. Bahkan nyaris seperti orang tua kandung. Namun berdasarkan dari berbagai curhatan para menantu yang senasib. Aku coba tuangkan di cerita ini. semoga suka. Please Tak ada maksud menjelekan para mertua dimanapun berada. Peace buat para ibu-ibu mertua 🥰🥰🥰😍😍)

Terpopuler

Comments

fa _azzahra

fa _azzahra

dimana2 ada orang kek gitu mba,realita di masyarakat.tp pasti kalian setuju kalau orang pelit itu biasanya 'nggragas sama milik orang lain😁😁

2023-06-14

2

Arnissaicha

Arnissaicha

kebangetan emang ini mertua satu. pelit nya minta ampun dach....
seolah² ntar kalo dia meninggal bisa berangkat sendiri, bisa gali lobang sendiri...
astaghfirullah hal azim......

2023-04-03

1

SEPTi

SEPTi

tidur pagi hari ngga baik loh untuk kesehatan.... pagi udah tidur ya biasanya malam ga bisa tidur 🤔🤔🤔

2023-01-02

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!