"Ya udahlah, Dek. Kamu kalau pengen ya beli sendiri kan bisa, to? Ibu sudah tua, kita yang muda ini harus lebih bersabar menghadapi beliau, ya," bujuk Galih setiap kali Lana mengadukan perilaku-perilakiu ajaib ibunya.
"Meskipun itu salah?" bantah Lana sedikit tak terima.
"Yah, nanti Mas akan bilang ke ibu pelan-pelan. Tapi bukan dengan cara langsung menyalahkan, nanti Ibu bisa salah paham," ujar Galih memberikan solusi.
Lana kemudian tak ambil peduli. Ia seringkali memilih menginap di rumah orangtuanya ketika lelah hati melanda. Lelah hati akibat ulah Bu Tutik yang semakin mengesalkan setiap hari.
Beberapa kali ketika ia membeli jajanan atau buah sekedar untuk pengisi kulkas, Bu Tutik mengkritik dengan bicara bahwa itu semacam pemborosan. Dikatakan bahwa Lana terlalu banyak membeli cemilan. Padahal, Lana sudah banyak meminimalisirnya kalau dibandingkan dengan ketika ia masih single.
"Jadi wanita itu jangan boros. Nanti kalau uang suami habis dan tidak ada tabungan mau bagaimana? Mumpung masih muda, kumpulkan uang sebanyaknya. Nanti kalau sudah masa pensiun, tak perlu pusing lagi." Bu Tutik mulai berceramah ketika Lana memasukkan beberapa toples kue kering ke dalam lemari.
"Ini cuma persiapan kalau ada tamu datang saja, Bu. Lagian juga pakai uang gaji Lana sendiri, kok. Uang dari Mas Galih yang dana simpanan sudah aman dalam tabungan," jawab Lana tak ingin dipersalahkan.
Padahal lelah berkerja, kadang membuat Lana juga butuh buah-buahan untuk nutrisi tubuhnya. Ia juga harus memikirkan haknya. Ingin membeli diluar dan makan sendiri masih ada rasa tak tega karen ada suami dan mertua. Ia masih berpikiran positif dan baik hati. Tak ingin makan diluar sendiri atau makan enak-enak hanya untuk diri sendiri seperti yang sering Bu Tutik lakukan. Ia sudah berusaha menjaga nama baik orang tuanya untuk tetap menghormati, menyayangi ibu mertuanya. Walau kadang sisi manusia biasanya suka muncul ketika lelah menghadapi sikap dan karakter ibu mertuanya yang super ajaib bagi Lana.
Tak lama, terdengar seruan Bu Khalim, tetangga mereka di depan pintu.
Lana bergegas membukakan pintu dan terkejut ketika Bu Khalim langsung mengulurkan sebuah bungkusan plastik yang dari aroma yang menguar sepertinya berisi kue yang baru matang dari pemanggangan.
"Lana, ini Ibu praktik bikin bolu kukus. Lumayan enak, loh." Wanita setengah baya yang sudah lumayan akrab dengan Lana itu berkata ramah.
"Wah, Bu. Bikin banyak, kah? Kok sampai dibagi ke sini, sih? Hmmm ... baunya aja udah menggoda banget ini," jawab Lana menerima pemberian Bu Khalim dengan sikap ramah meski sebenarnya ia sangat tak enak hati.
"Nggak apa, biar ikut incip sedikit. Nanti kapan lagi kalau Ibu bikin banyak akan dikasih yang banyakan, ya, hehehehe."
"Ini aja udah banyak, Bu. Makasih, loh. Jadi sungkan banget ini Lana malah gak pernah kasih apa-apa," ucap Lana dengan menampakkan rasa tak enaknya.
Dalam hati ia memang malu sekali kalau sering diberi baik makanan ataupun hasil panen sawah mereka untuk keluarganya. Karena ia merasa keluarganya tak pernah melakukan hal yang sama. Ibarat kata, sering sekali diberi tapi hampir tak pernah memberi.
Apa dayanya? Ketika ia punya rezeki dan ingin berbagi ke sekitar, Bu Tutik pasti akan menegur melalui larangan dari Galih. sudah diwanti-wanti oleh kedua orangtuanya sedari akan menikah. Maka Lana tak mampu untuk berdebat alot dengan suaminya. Ia memang bukan orang yang paham agama. Tetapi didikan ibunya membuat ia selalu mendengar petuah dan nasihat sang ibu termasuk untuk patuh dan taat pada suami.
"Dek, nanti aja kapan-kapan ya bagi-baginya. Sekarang kita itu butuh banyak uang untuk persiapan kalau pekerjaan Mas nanti pada fase sepi." Galih melarang saat ia baru saja dipanggil Bu Tutik ke kamarnya. Ya, sudah jelas sekali larangan itu berasal dari Bu Tutik. Dan seperti biasa, Galih tak akan pernah mau membantahnya.
"Mas, kita ini sering banget, loh, dikasih hantaran sama tetangga. Tapi kuperhatikan Ibu tak pernah melakukan hal yang sama. Makanya biar aku saja, Mas. Kita ini hidup bersosial. Sebaiknya kebiasaan saling memberi itu ya dari kedua belah pihak, bukan hanya maunya diberi saja terus," sanggah Lana pada akhirnya.
"Ibu sih enak, di rumah terus. Jarang ketemu para tetangga saat di perkumpulan PKK. Aku yang ketemu langsung secara rutin sama mereka, Mas. Aku malu kalau jadi omongan," lanjut Lana tak mau membenarkan sifat sang mertua yang menurutnya absurd luar biasa.
Akhirnya Lana tetap melaksanakan apa yang telah direncanakannya. Ia juga tak segan sepulang dari rumah orangtuanya, membawakan hasil kebun ibunya yaitu buah rambutan, pepaya serta pisang.
"Wah, banyak sekali ini, Lana. Panennya banyak, ya?" Bu Tutik yang membukakan pintu untuk Lana ketika ia pulang dijemput oleh Galih dari rumah orangtuanya dengan membawa setandan pisang, setengah karung rambutan dan seplastik besar pepaya.
"Dari Ibu. Katanya biar bisa dibagiin juga ke tetangga sini, Bu," jawab Lana dengan nada penuh penekanan.
Ia sudah belajar dari pengalaman bahwa kalau bawaannya diberikan kepada sang ibu mertua, maka kesemuanya akan berakhir di bawah tempat tidurnya dan sebagian lagi di kulkas. Tanpa sama sekali ingin membagikannya kepada tetangga sekitar. Padahal banyak sekali, pasti sampai bosan kalau dimakan sendiri. Tak jarang kadang ada yang sampai busuk.
"Siapa yang dikasih? Orang sini pada pelit aja, kok. Nggak usah! Kamu itu jangan jadi orang sok baik." Bu Tutik menyampaikan titah larangannya.
Spontan Lana mengernyitkan kening keheranan bercampur tidak percaya. Dalam hati sungguh ia ingin sekali meneriaki kepada Bu Tutik bahwa yang pantas dikatain pelit itu justru dirinya sendiri. Karena jelas semasa ia di situ saja sudah sering diberi hantaran oleh tetangga-tetangga. Dan yang dilihatnya justru Bu Tutik yang hampir tak pernah melakukan hal itu. Anehnya ketika menerima pemberian tetangga, ibu mertuanya akan sangat menikmati makanan tersebut.
"Tapi ini pesan Ibu memang untuk dibagikan ke tetangga sini, Bu." Akhirnya Lana memberikan jawaban tegasnya.
"Lagipula sebanyak ini mau dimakan siapa kalau nggak dibagi, Bu?" lanjut Lana karena melihat ibu mertuanya itu cemberut.
"Simpan saja di kulkas. Nanti juga lama-lama habis." Tanpa tahu malu, Bu Tutik tetap tak setuju bila Lana membagikannya.
Saking jengkelnya, Lana akhirnya tak menjawab dan tetap melakukan apa yang sudah direncanakannya sejak di rumah orangtuanya. Membagi-bagi bawaannya untuk tetangga-tetangga dekat.
Usai membaginya dalam beberapa bungkusan, ia mengantarnya dengan hati sedikit puas dan jauh lebih nyaman dari sebelumnya.
Para tetangganya tampak takjub dan bahkan beberapa kelepasan bicara bahwa tumben sekali dari keluarga Bu Tutik ada yang datang untuk memberi. Lana kembali harus menebalkan muka untuk kesekian kali.
Beruntungnya, para tetangga kini mulai sadar bahwa sikap Lana jauh berbeda dengan Bu Tutik. Oleh karena itu, mereka bisa semakin akrab dengan Lana. Hal mana membuat istri Galih itu senang dan tak lagi merasa teramat malu dan minder di lingkungan sana. Bukan Lana ingin dipuji karena berbeda dari ibu mertuanya. Tetapi bagi Lana, ia disana merantau, ikut suami. Jika ada apa-apa dengan dirinya dan keluarga ibu mertua. Tetangga lah yang lebih dulu hadir untuk membantunya.
Namun, siapa sangka, hal itu justru yang membuat Lana semakin dibenci oleh Bu Tutik. Semenjak itu sikapnya semakin menjadi-jadi. Lana semakin merasa sang ibu mertua berniat sekali membuat hidupnya tak nyaman seatap di rumah itu.
Di dalam rumah yang sama, berada di bawah satu atap yang sama, tetapi mulai jarang sekali saling bercakap-cakap. Kebanyakan hanya diam dan berkata seperlunya saja.
Sampai-sampai, Lana akhirnya mengultimatum Galih di kala emosinya sedang sangat di puncak, yaitu ketika Bu Lana bilang akan menginap di rumah saudaranya di kota sebelah, katanya untuk menenangkan pikiran dan mencari kebahagiaan.
"Ya ampun, apakah maksudnya saat ia di rumah pikirannya tidak tenang dan hidupnya tidak bahagia? Apakah ibu ingin mengadu domba aku dan mas Galih!" Batin Lana yang mulai risau dengan kelakuan ibu mertuanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
Maz Andy'ne Yulixah
Saya baca nya saja mau ikut esmosi jga kak thor,,astafirullah ada mertua kayak gitu,kisah nyata jga ada kok,tapi saya gak ada mertua cwe cuma ada cowok,jadi alhmdulilah gak kayak lana😌
2023-05-09
1
Arnissaicha
allah akbar...
sabar lana....sabar....
2023-04-03
0
Arnissaicha
buat keluarga aja pelit, gimana mau sama tetangga, ya salam aja lewat lan,mertuamu.....
2023-04-03
0