Keadaan rumah tangga Lana dan Galih seharusnya bisa adem ayem bila saja mereka tinggal di rumah yang terpisah dengan Bu Tutik. Tapi apalah daya, takdir masih mengharuskan mereka hidup seatap.
Keadaan semakin serumit tatkala Lana hamil. Seperti pasangan lain, ia dan Galih sangat antusias dengan kehamilan pertama tersebut. Namun, tidak seperti itu halnya dengan Bu Tutik.
Sang ibu mertua tampaknya malah merasa semakin kehilangan perhatian putranya. Ia semakin sering uring-uringan hanya karena Galih tampaknya selalu memperhatikan istrinya yang sedang hamil.itu daripada Bu Tutik.
"Galih! Wanita hamil itu ya memang sudah sewajarnya kalau mual terus dan tidak doyan makan. Itu udah biasa. Ibu dulu waktu hamil kamu juga sama!" tegur Bu Tutik dengan nada murka saat ia untuk kesekian kalinya jengkel melihat Galih tampak sangat cemas dan khawatir dengan kondisi Lana.
Lana memang di awal hamil mudanya merasa sering mual sehingga tidak doyan makan apa pun. Tapi, itu kan sama sekali bukan disengaja nya. Itu murni adalah efek dari morning sickness yang dialami oleh tubuhnya.
"Iya, Bu. Tapi kan kasihan kalau begitu terus. Dia jadi kurang sehat dan janin kami di dalam perutnya juga akan kekurangan asupan," jawab Galih memohon pengertian sang ibunda.
"Halah. Itu ya Lana aja yang manja! Kalau lapar nanti juga makan! Kayak Ibu nggak pernah aja! Ibu dua kali, ya, hamil. Gak gitu amat, kok!" cerocos Bu Tutik yang kemudian terdengar oleh Lana dan langsung gondok.
Tampaknya Bu Tutik meskipun sudah dua kali hamil, tapi tak paham juga bahwa wanita hamil itu psikologisnya gampang terganggu. Perkataan yang tidak begitu baik didengar di telinga itu juga akan sangat mengganggu kebahagiaan sang wanita hamil. Karena memang tingkat sensitivitas wanita hamil sedang meningkat.
"Ibu tuh kayak nggak suka ya sama kehamilan aku, Mas?" Akhirnya Lana bertanya pada suaminya.
"Hus! Mana ada sih, Dek. Ya suka, lah. Ini kan cucunya," jawab Galih sembari telapak tangannya membelai perut istrinya yang sudah mulai tampak pertambahan volumenya.
"Tapi kok jadi malah sering marah-marah deh, perasaan," gerutu Lana menumpahkan kekesalannya.
"Itu cuma perasaan kamu aja, tuh. Nggak ada lah Ibu gitu," hibur Galih kemudian. Hal mana sama sekali tidak sejalan dengan kenyataan yang ada. Menurut Lana, Bu Tutik itu tipe ibu yang pencemburunya luar biasa. Masa' sampai cemburu sama menantunya sendiri? Bahkan, sama calon cucunya sendiri? Aneh bin ajaib!
Ketika menjelang tiga bulan kehamilan Lana, Bu Asih menelepon putrinya itu untuk mengingatkan bahwa ia harus melakukan tasyakuran empat bulanan. Karena di saat itulah Allah meniupkan ruh ke dalam janin di rahimnya. Sehingga penting sekali untuk memanjatkan doa bersama agar dikaruniai anak yang sehat dan solih atau solihah.
"Loh, memangnya kamu nggak dibilangin juga sama mertua kamu?" Bu Asih bertanya. Ada nada gusar dalam suaranya ketika Lana menjawab bahwa ia tak tahu menahu soal itu.
"Nggak, Bu. Ibu nggak bilang apa-apa, tuh," jawab Lana dengan polosnya.
Seketika Bu Asih langsung memutuskan satu hal.
"Kalau begitu kamu pulang ke sini pas di tanggal tujuh besok, ya. Itu tepat empat bulan kehamilan kamu, Lana. Ibu akan adain pengajian di sini aja untuk doain cucu ibu," ucap Bu Asih dengan nada tegas seolah sama sekali tak mau dibantah.
Lana lantas menyampaikan kepada suaminya dan Galih pun setuju saja. Namun, kericuhan sedikit terjadi ketika mereka meminta izin kepada Bu Tutik.
"Lha hamilnya di sini, kok. Tasyakurannya di sana, gimana sih?" protes Bu Tutik dengan bertekuk muka.
"Lah, kan Ibu nggak ada bilangin aku soal harus tasyakuran tiga bulanan gitu? Ini keinginannya ibuku sendiri, kok," jawab Lana membela ibunya.
"Ya kamu gimana? Yang hamil kamu kok malah Ibu yang disuruh atur?" Bu Tutik tak terima dipersalahkan.
Pada dasarnya, ia memang hampir tak pernah mengadakan acara apa pun di rumah itu. Berbeda dengan Bu Asih yang rutin mengadakan tahlilan atau kirim doa atau sekedar pengajian bergilir di dalam majelis yang diikutinya.
Akhirnya memang tasyakuran tersebut dilakukan di rumah Bu Asih dengan membawakan beberapa kotak kue dan makanan untuk dibagikan ke tetangga-tetangga di rumah Bu Tutik karena mereka juga sudah menjadi tetangga Lana.
Banyak tetangga Bu Tutik yang akhirnya berkomentar kurang sedap juga. Yang kemudian kemas menjadi gosip hangat nan sedap oleh orang-orang yang telah paham bagaimana watak Bu Tutik yang memang hampir tak pernah mengadakan acara apa pun di rumahnya.
Lana mencoba menutup kuping. Ia mengabaikan nyinyiran tetangga karena toh mereka sudah tahu sendiri kalau ia tidak sama dengan Bu Tutik. Sama sekali berbeda!
***
"Lana mau tinggal sementara di rumah Ibu saja, Mas!" pinta Lana dengan air mata berderai.
"Ada apa lagi, Dek? Sabar dong ngadepin Ibu. Kan kita udah sepakat kalau Ibu ini emang bentuk cobaan buat rumah tangga kita," ujar Galih yang terkejut ketika ia pulang kerja dan istrinya itu sudah menyambutnya dengan tangis.
"Mas bayangin aja, ya. Masa' tadi aku kan ketiduran siang-siang. Ibu lalu bilang sama tetangga kalau aku semenjak hamil gak mau kerjain apa pun. Padahal kan tiap hari juga aku masak dan bersih-bersih. Cuma karena tadi aku ketiduran dan jadi Ibu yang angkatin jemuran aja jadi rame dighibahin." Lana melaporkan apa yang baru saja didengarnya dari Bu Sri saat ia ke tokonya untuk beli sabun mandi.
"Ah, itu pasti salah paham aja. Mana mungkin Ibu bilang gitu ke tetangga?" Galih tak percaya dengan apa yang dikatakan istrinya.
"Mas tanya aja ke Bu Sri toko ujung itu. Dia sendiri yang tanyain aku tadi. Lana, kamu perutnya nggak apa-apa? Semoga baik aja, ya. Kok kata Bu Tutik kamu jadi bed rest dan dia yang kerjain semua pekerjaan rumah sekarang? Gitu, Mas! Apa-apaan? Fitnah amat deh jadi orang!" Tanpa sadar suara Lana semakin meninggi, terlupa saking emosinya.
Galih juga terenyuh, baginya Lana istri yang baik, pengertian juga menantu yang baik. Ia juga tahu watak pelit ibunya. Tetapi ia tak mungkin memilih keduanya. Ia juga tak mungkin membiarkan istrinya menangis seperti saat ini. Ia juga mencintai Lana.
Tentu saja Galih tak kuasa menolak permintaan itu. Ia sudah berusaha membujuk untuk Lana mengurungkan niatnya agar mau tetap tinggal di sana, tetapi ia sendiri juga sadar bahwa sikap Bu Tutik memang terkadang keterlaluan.
"Ya Allah, nanti Mas akan bicara sama Ibu, ya. Kamu sabar dulu, ya," bujuk Galih lagi.
Ia tak menyangka ibunya setega itu berbohong kepada para tetangga soal istrinya. Padahal ia tahu Lana memang tetap mengerjakan pekerjaan rumah meskipun sambil menahan mual kehamilannya.
"Mas selalu aja bilang nanti-nanti. Kapan, Mas? Belum pernah kulihat Mas bicara sama Ibu menyampaikan semua keluhanku! Aku terus yang disuruh sabar dan sabar. Mas tolong lah ngertiin perasaan aku juga! Aku lagi hamil, Mas. Aku bisa stres kalau gitu terus sikap Ibu!" Lana menumpahkan semua keluhannya.
Galih terdiam. Ia pun mencoba memikirkan apa yang diucapkan sang istri. Kini ia harus mencari cara untuk menasehati ibunya. Ia tak mengapa jika dirinya yang ibunya lakukan semena-mena tapi Lana. Ia sekarang sedang mengandung. Galih paham betul, istrinya bukan tipe istri pengadu domba antara suami dan sang ibu mertua. Lana juga nyaris tak pernah menjelekan ibunya. Jika ia mengeluh hal itu memang tentang kekurangan ibunya.
Ia hanya mampu memeluk istrinya agar Lana sedikit tenang. Ia tak mampu berjanji kapan. Tapi ia pun harus memikirkan solusi dengan masalah ini.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
Nar Sih
berbakti keorang tua penting 'tpi jika ibu nya kaya gitu ya makan hati
2022-12-10
3
Maria Kibtiyah
gedeg juga ma si galih gk tegas
2022-12-10
0
🍊🍾⃝ᴄʜͩᴀᷞɪͧʀᷠᴀͣ ғᴀᴊɪʀᴀ🅠🅛
gitu amat sih bu tutik ama menantu, pdhal kurang apa coba, lana pasti bkl setres klau trus begitu, smoga galih bisa sdikit tegas,,,
2022-12-10
0