..."Bersyukur serta ikhlas dengan takdir Tuhan akan lebih baik dari pada selalu bertanya akan mengapa."...
...De_onsti...
.......
.......
..."Anna kenapa Mbak?" Sela Tina cepat....
"Anna mening-ggal," Sarah kembali menangis setelah mengatakannya.
"Apa? Yang bener Mbak?" Rasa terkejut dan tidak percaya tidak bisa Tina sembunyikan ketika mendengar perkataan Sarah.
"Iya, tadi ada yang nelpon dari rumah sakit katanya Anna jadi korban kecelakan dan Anna juga_ juga...."
Hiks hiks hiks
Sarah tidak bisa meneruskan ucapannya.
Ayolah berkata dengan hati yang sakit tidak akan mudah untuk di tulis, dan di ungkapkan bukan?
"Di rumah sakit mana Mbak? Ayo kita kesana sekarang buat buktiin!"
"Rumah sakit xxx,"
Dengan sisa tenaga untuk berpijak dan berjalan, Tina menuntun Sarah menuju rumah sakit tersebut.
"Eh Reno, gue sama Mbak Sarah izin dulu ya. Gue mau ke rumah sakit dulu mastiin sesuatu," izin Tina pada rekan kerja lainnya.
"Mastiin apa? Karumah sakit segala lagi? Itu Mbak Sarah kenapa? Sakit?" Serocos Reno pada Tina.
Yang membuat Tina merasa kesal dengan rekan kerja yang cerewetnya itu, "Udah pokoknya bilangin sama yang lainnya, nanti kalo ada apa-apa gue kabarin lagi." Pamit Tina sambil terus memapah tubuh Sarah keluar kafe.
Mereka berdua pun bergegas pergi ke rumah sakit menggunakan motor Tina.
Disepanjang jalan Sarah tak henti- henti terus memanjatkan doa dan harapan semoga berita yang baru dia dapatkan itu tidak benar.
"Tolong jangan tinggalin Mamah sendiri Anna," batin Sarah sambil terus berdoa untuk Riana.
Membutuhkan sekitar 30 menit menuju rumah sakit tersebut. Dengan tergesa keduanya berlari menuju resepsonis guna memastikan kabar tersebut.
"Misi Sus mau tanya, apa bener ada korban kecelakaan barnama Riana Milane?" Tian bertanya mewakili Sarah yang terdengar masih terisak kecil.
"Tunggu sebentar yah Mbak," Suster tersebut pun mengcek data pasien, sedangkan Tina maupun Sarah menunggu dengan cemas.
"Betul Mbak, korban kecelakaan atas nama Riana Milane berada di ruangan xxx lantai 2."
"Makasih Sus,"
"Sama-sama."
Mereka berdua pun dengan segera menuju lantai 2, sampai nya di depan ruangan tersebu, ada dua orang pria dengan setelan pakaian kantor yang sedang terduduk di depan ruangan.
"Ini ruangan nya Mbak," seru Tina begitu mereka sampai.
Mendengar ada suara lain kedua pria tersebut sontak beranjak dari duduk mereka.
"Anda keluarga korban?" Tanya salah satu dari kedua pria tersebut.
"Iya, saya ibunya. Bagaimana keadaan anak saya?"
"Kami berdua turut berduka cita atas apa yang di alami oleh putri anda, meskipun kita sudah membawa korban dengan segera tapi Tuhan berkata lain nyawa korban tidak bisa di selamatkan." Pria tersebut menjelaskan.
Brukkk
Mendengar perkataan tersebut, kedua kaki Sarah tidak bisa digunakan untuk berdiri dengan benar.
"Mbak..."
Kaget? Tentu saja, siapa ibu yang tidak kaget ketika mendapat anak yang tadi pagi masih bisa berbicara dengan nya, dan kini sudah tidak ada.
Tina mencoba memberi kesabaran pada Sarah dengan mengelus punggungnya, Tina pun sama begitu kaget dengan kenyataan ini.
Riana sudah seperti adik nya, tapi sekarang apa?
Bahkan mereka berdua sudah merencanakan pesta kecil-kecilan untuk Riana, tapi tadir Tuhan berkata lain.
Sesuatu yang datang dan pergi tidak ada yang tau tentang itu.
"Mbak yang sabar ya, bagaimana bisa terjadi?" Tina mewakili Sarah untuk bertanya, karena sepertinya Sarah sudah tidak bisa untuk berucap hanya air matanya saja yang terus keluar.
"Kecelakaan terjadi di jalan xxx pada pukul 7 pagi kurang lebih, dengan sebuah truk dengan kecepatan tinggi. Truk tersebut mengalami rem blong, sehingga menabrak korban yang sepertinya hendak menyebrang jalan. Keadaan nya begitu cepat, sampai tidak ada yang bisa menyelamatkan korban dari kecelakaan tersebut.
Dan kita hanya dapat menolong dengan memanggil ambulans serta menjaga di sini karena tidak ada yang mau menemani korban sampai anda datang. Begitu ceritanya, dan sekali lagi maaf kita tidak dapat menyelamatkan korban."
Jelas pria tersebut, sedangkan pria satunya hanya menatap Saran dan Tina tanpa mengatakan apapun.
"T-tidak tidak perlu berkata maaf, harusnya saya berterimakasih atas bantuan kalian. Meskipun putri saya tidak bisa selamat itu bukan salah kalian, itu sudah menjadi takdir Tuhan. Terimakasih banyak untuk semuanya," dengan tulus Sarah mengatakannya.
Berusaha tegar meski hatinya begitu hancur, lantas apa yang harus di perbuat lagi?
"Sama-sama. Dan korban baru saja di bawa ke kamar jenazah, anda bisa melihat korban disana. Karena keluarga korban sudah ada, kami berdua pamit undur diri."
Meskipun tak enak meninggalkan keluarga korban tapi, tetap saja mereka berduapun sama memiliki urusan masing-masing.
"Silahkan, dan terimakasih."
Ketika sudah mendapatkan jawaban tersebut, kedua pria itu berlalu pergi untuk meninggal kan rumah sakit dan melanjutkan pekerjaan mereka yang sempat tertunda serta mungkin harus berubah jadwal.
Melihat kedua pria tersebut sudah pergi, Tina dan Sarah bergegas menuju kamar jenazah yang sempat diberi tahu letaknya oleh kedua pria tadi.
Saat setelah tiba disana, bertepatan dengan seorang pegawai yang keluar dari kamar jenazah tersebut.
"Maaf Pak mau tanya, korban di kamar xxx lantai 2 yang mana ya Pak?"
"Apa kalian keluarga pasien?"
"Iya, saja Ibunya."
"Mari ikut saya!"
Pegawai tersebut menuntun untuk melihat letak jenazah Riana berada.
Perlahan dengan tangan bergetar Sarah mencoba membuka penutup kain yang menutup seluruh tubuh anaknya.
Dan ya itu dia. Riana dengan keadaan yang sedah penuh dengan darah di seluruh tubuhnya, terbujur kaku dengan tubuh yang sudah hampir membiru.
"Rianaaaaa....Anna kamu gak boleh tinggalin Mamah An, Mamah sama siapa kalo kamu pergi? Ayolah An kamu bercanda kan? Ayo bangun! Kita mau rayain ulang taun kamu loh, ayo bangun.."
Hening.
Tidak ada sautan apapun.
"Anna...hiks hiks, Tin a-anna.."
Begitu sesak di dada sehingga sudah tidak bisa lagi mengucap kata-kata dengan jelas, hanya isak pilu yang dapat Sarah keluarkan.
Apa ini kenyataan? Ayolah sangat tidak bagus berada di alam mimpi dengan orang di cintai pergi meninggalkannya. Tapi sayangnya semua ini nyata.
Tina pun hanya diam, dia pun sama tidak bisa berkata apapun. Dia hanya bisa ikut menatap jenazah Riana dengan mencoba menahan tangisan, seolah mencoba untuk menegarkan diri dan menguatkan hati.
...R. I. P...
...RIANA MILANE...
...Senin, 20 November 20xx...
...Wafat dengan meninggalkan luka mendalam bagi keluarga....
...Serta menjadi pahlawan atas jasa menyelamatkan seekor kucing oyen nan bar-bar....
***
Sedangkan di tempat lain, lebih tepat nya di dalam suatu mobil yang akan menuju ke sebuah perusahaan, berisi dua pria yang sedang berbincang.
"Kenapa Tuan mau membantu bahkan menunggu korban tersebut?" Suara memecahkan keheningan tersebut.
Heran saja, tidak biasanya Tuannya mau membantu orang asing bahwa rela menunggu nya berjam-jam. Meskipun dengan alasan kemanusiaan pun dia masih tetap heran.
Cukup lama terdiam pria satunya pun menjawab,"entah lah Aku hanya teringat dengan Anna."
"Apa karena gadis itu seumuran dengan Nona Muda jadi Anda menolongnya?"
"Ya. Aku mempunyai seorang putri jadi aku merasa demikian untuk menolongnya. Lagi pula sesama manusia harus saling tolong menolong bukan?"
"Tapi kenapa Anda selalu mengabaikan Nona Muda?"
"....."
Hening tak apa jawaban atau bantahan apapun dari orang yang di tanyanya. Hanya helaan napas yang dia dapat dari orang tersebut.
Karena tidak mendapati jawaban apapun percakapan keduanya pun berhenti sampai di situ.
***
Jangan lupa ritual nya
Vote, and follow.
Tolong tandai juga bila ada typo
Makasih bay bay👋👋
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 152 Episodes
Comments
_cloetffny
kembali
2023-03-19
0
Kim_iza🐅
outor aku laper bacanya😭😭😭
2023-01-06
0
Phoenix Amazone
huwaaaa saya baper lihat nya😭😭😭
2022-12-17
0