Pieters juga sekarang nampak kebingungan, apa kiranya yang dapat membantu kawannya itu, agar tamjid dapat naik takhta.
"Jika demikian", kata pieters serius, "tunggu saja kakekmu mati, kemudian kau mengambil alih kekuasaan , itulah menurut pemikiranku".
"Sebaiknya kedua orang itu kita segera bereskan saja", kata koter bersemangat.
"Tapi untuk menyingkirkan kedua orang itu, walaupun yang satu sudah tua, tidaklah mudah menyingkitkan mereka konter", kata pangeran tamjid sembari menikmati setiap belaian lembut dari wanita di sampingnya.
"Hal itu serahkan saja padaku, aku siap melaksanakan tugas yang pangeran berikan kepadaku", kata korter serius.
"Jika kau sanggup lakukanlah, aku suka wanita ini biar aku nikmati dulu tubuhnya malam ini", ucap pangeran tamjid mengelus paha mulus wanita di sampingnya, mereka kedua terbuai dalam selimut malam dengan tawa dan ******* yang menggelegar.
Pertemuan mereka pada waktu itu berakhir dengan keputusan yang sangat nekad.
Pada waktu itu di tempat lain pangeran hidayat baru saja lepas sembahyang isya, ke purinya telah datang seorang tamu.
"Ku kira siapa, kau rupanya leman, masuklah!", ajak pangeran hidayat kepada tamu itu yang ternyata dia adalah antang leman yang memang sudah lama di kenalnya.
"Adakah hal yang penting buat ku?", tanya lagi pangeran hidayat.
"Di luar istana ada tamu seorang lagi, dia amat ingin bicara dengan pangeran, penting dan rahasia pula", katanya dengan suara sedikit di bisikkan.
"Tamu?, mengapa tak kau ajak kemari?, apalagi rahasia tentu disini jauh lebih aman di bandingkan di luar", jawab pangeran hidayat.
"Silahkan pangeran temui sendiri saya hanya mendengarkan saja", sahut antang leman.
Pangeran hidayat menaruh curiga, namun sementara dia tutupi kecurigaan itu, "siapa tamu itu leman?", pangeran hidayat bertanya lagi.
"Silahkan pangeran sendiri yang menemuinya, tentu pangeranpun nanti lebih tahu, jika telah berjumpa", jawab antang leman.
Sejenak pangeran hidayat termenung dengan sebuah pertanyaan mengembang di kepalanya, siapakah orang yang ingin bertemu dengannya?, benarkah bila dia membawa berita yang akan menguntungkan dirinya?, meski tentu saja rasa curiga masih menyeruak dalam hatinya.
"Cepatlah pangeran jangan sampai terlambat", kata antang leman menegaskan , agar pangeran hidayat segera menemui tamu rahasia tersebut.
Ketika pangeran hidayat akan segera melangkahkan kakinya menuju tempat yang di tunjukkan oleh antang leman, salah seorang pengawal istana bertanya kepadanya.
"Pangeran hendak pergi kemana?", belum sempat pangeran hidayat berkata antang leman telah mendahuluinya.
"Ini urusan negara dan engkau tak perlu ikut campur!", antang leman dengan suara yang sedikit kasar dan membentak.
"Saya hanya bertanya kepada pangeran, urusan negara memang pangeran yang lebih berhak, tetapi keselamatan jiwa pangeran, adalah tanggung jawab kami sebagai pengawal istana, oleh karena itu wajar bila aku bertanya kepadanya", ucap pengawal istana itu yang kebetuan tengah tugas keliling.
"Berhati hatilah pangeran!", pengawal itu mewanti wanti pangeran hidayat.
Pangeran hidayat semakin curiga dengan tindak tanduk antang leman, apalagi pengawal istana itu mengingatkan agar dirinya berhati hati.
Tapi perasaan itu segera disingkirkan, pangeran hidayat pergi sendiri di antar oleh antang leman.
"Dimana orang itu?", tanya lagi pangeran hidayat pada antang leman yang sudah berjalan cukup jauh.
"Di sana pangeran!", jawabnya sambil menunjuk pada suatu tempat, namun tempat itu terlihat sangat mencurigakan dia mengangguk dan nalurinya berkata agar dia berhati hati meski hatinya di penuhi rasa ragu.
'Aku benar benar harus berhati hati, benar kata pengawal istana ini sangat mencurigakan', ucap hati pangeran hidayat.
Belum habis di pikir, tiba tiba dari arah samping pangeran hidayat, muncul seorang bertopeng hitam, hanya matanya saja yang tampak, sedangkan wajahnya tertutup cadar, tapi naluri pangeran hidayat cukup kuat, niat jahat orang tersebut segera di ketahui, ketika sebilah golok akan menghujam perut pangeran hidayat, dia segera mengelak dan berseru.
"Siapa engkau!?".
Namun orang bertopeng itu segera menyerang, tanpa memberi kesempatan , pangeran hidayat di serang bertubi tubi dengan golok, tapi untunglah karena pangeran telah mendapatkan pelatihan ilmu bela diri.
Dia dapat mengelak pada waktu yang bersamaan, muncul kembali pengawal istana yang tadi, orang yang pernah mengingatkan supaya dia berhati hati, antang leman bukannya membantu pangeran, tetapi malah ikut menyerang, tapi perkelahian itu jadi satu lawan satu, setelah pengawal istana itu datang membantu pangeran hidayat.
Ternyata antang leman tidak ikut lama berkelahi, karena pengawal istana itu lebih gesit dan cekatan menggunakan senjatanya, antang leman tewas di tangan pangeran istana.
"Pangeran menyingkir dulu, biar orang ini akan saya hadapi", kata pengawal istana seraya menyerang orang yang bertopeng itu, ternyata orang yang bertopeng itupun tidak kuat melawan pengawal istana, orang bertopeng itu terdesak terus.
Clep, cret... Cush.. Bruk.. Beberapa tusukan dan tendangan berhasil di lontarkan pengawal istana pada tubuh yang telah berlumur darah itu.
Desk.. Bugah... Clep... Sebuah kesempatan terdapat pada pangawal istana dia menendang bagian tulang rusuk orang bertopeng dan menusuknya kemudian, sedangkan pangeran hidayat menonton dalam keadaan bersiap siap pula, orang bertopeng itu kian melemah hingga akhirnya berhasil di bekuk.
Pengawal istana berniat menghujamkan senjatanya lagi namun di larang pangeran hidayat, "tunggu!", kata pangeran hidayat.
Pangeran hidayat menghampiri pria bertopeng itu, "siap engkau?", tanya pengeran hidayat seraya membuka topeng pria itu secara paksa.
Pangeran hidayat tidak mengenalnya, sekali lagi dia membentak orang itu.
"Siapakah engkau sebenarnya?, apakah engkau melakukan semua ini atas kemauanmu sendiri ataukah titah dari orang lain?", orang yang kini telah terbuka topengnya tidak menyahut, kemudian sebuah pukulan keras pengawal istana mengenai pelipis orang tersebut.
"Ayo jawab!, atau akan aku siksa engkau sampai engkau sendiri mengaku!", orang itupun belum sempat menjawab, karena sakit di dadanya yang kian menjadi jadi, ternyata dia terkena racun golok pengawal istana.
"Ayo jawab dulu, siapa yang menyuruh engkau?", tanya pengawal istana lagi.
Belum juga menjawab, maka terpaksa pengawal istana itu menghujamkan goloknya pada bagian kepalanya, tapi tidak samai membinasakan, sakitnya bukan kepalang, karena tidak tahan menahan sakit, dengan harapan mungkin akan segera di ampuni, maka orang itu segera berkata.
"Aaaahhhh", katanya mengaduh, "aku.... Aku.. Di... Disuruh..".
"Siapakah yang menyuruhmu?", tanya pangeran hidayat.
"Oh.. Pangeran, ampunilah saya...sa...sa...ya disuruh o...o...leh pangeran ta....ta...tam...jid".
"Tamjid?".
Orang itu tidak lain adalah konter yang di suruh pangeran tamjid untuk membunuh pangeran hidayat.
Ketika akan di tanya lagi ternyata konter telah menghembuskan nafasnya yang terakhir, dia mati akibat banyaknya keluar darah dari luka luka bekas bacokan pangawal istana.
Pangeran hidayat menghembuskan nafasnya berat, dia merasa pilu saat tahu bila saudaranya sendiri sangat ingin membunuhnya demi sebuah takhta.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
@MeG4 ⍣⃝క🎸N⃟ʲᵃᵃ𝓐𝔂⃝❥
demi sebuah tahta tamjid kalap mata dan pikiran,,rasanya pengen siram tuh mata si tamjid pake cabe dan cuka🤣biar dia buta🤣
2022-12-22
4