Happy Reading...
.
.
.
Menghindar dan menyerang adalah hal yang ketiga anak itu lakukan. Berbeda dengan Terry yang sepertinya baru melakukan hal ini, Ben sepertinya cukup berpengalaman, ia melumpuhkan penjahat hanya dengan gagang pistolnya.
Terry tidak menggunakan pistolnya, beladiri tanpa senjata sepertinya adalah hal yang Terry kuasai saat ini. Berbeda dengan Bianca yang sedikit sulit mengontrol tubuh barunya, namun ia sedikit demi sedikit sudah mulai beradaptasi dan menyerang dengan cepat.
Yang Bianca lukai hanyalah leher yang terhubung dengan pembuluh darah dan mata. Beruntung para penjahat itu tidak memakai pakaian yang tertutup.
Menghindar dari hujan peluru itu cukup sulit jika tidak berkonsentrasi.
Dor! Syut... Bianca terkena goresan peluru di bahunya. Ia meringis kecil kemudian berlari kearah penjahat yang sudah menembaknya dan mengayunkan belati itu untuk menyayat lehernya. Lukanya tidak menyebabkan leher itu terpisah dari tubuhnya tapi setidaknya sayatan itu memotong pembuluh darahnya.
Sejak dulu Bianca tidak menyukai membunuh dengan membuat tubuh mereka berceceran, Bianca menyukai membunuh tanpa menimbulkan kerusakan yang banyak. Seperti memotong pembuluh darah atau memberikan racun mematikan.
Dor!
"Bianca perhatikan belakang mu juga." Ujar Ben setelah menembak musuh yang berada di belakang Bianca.
"Terimakasih." Sahut Bianca yang kembali fokus dengan pertarungan dihadapannya.
'Tidak sia sia Steve melatih ku.'
Awalnya Ben khawatir jika Bianca tidak bisa menangani pertarungan ini, karena ini adalah pertarungan pertamanya. Tapi beruntung gerakan Bianca cukup lihai walaupun masih kaku.
Bianca adalah kesayangan Steve jadi sudah pasti jika Steve melatih Bianca dengan cukup baik. Pertarungan secara langsung seperti ini dengan latihan adalah hal yang jauh berbeda.
Walaupun mereka adalah atlet peraih medali emas di dunia tapi jika mereka tidak pernah diserang oleh musuh seperti ini mereka belum tentu bisa menang, selain menggunakan kekuatan, kelenturan dan teknik bertarung mereka juga harus bisa bertarung sambil berpikir dengan cepat. Menyusun strategi agar bisa bertahan hidup.
Ben telah mengalami hal seperti ini beberapa kali karena pernah ikut membereskan masalah bersama Daniel, tapi bertarung sambil melindungi seseorang adalah hal yang belum pernah ia lakukan.
BUK! Ben memukul kepala penjahat itu dengan kencang menggunakan gagang pistolnya, setidaknya membuat mereka pingsan adalah tujuan utama Ben.
Karena phobia nya sempat kumat, Ben tidak bisa bergerak dengan leluasa, tubuhnya gemetar dan lemas, kepalanya juga mulai pusing.
'Aku tidak boleh kalah dulu. Aku harus bertahan setidaknya sampai pertolongan datang.'
Ben yakin jika kakak-kakaknya pasti akan datang menolong, mereka pasti sudah tau dengan situasi ini, walaupun tidak tau Terry tadi sudah mengirim sinyal SOS. Kalau bukan kakak-kakaknya yang datang setidaknya pasukan yang berjaga di sekitar mereka yang datang.
Terry yang sejak tadi memperhatikan Ben juga berusaha melumpuhkan para penjahat itu secepatnya. Terry memiliki hutang pada kedua kakak si kembar jadi Terry harus membayarnya dengan menjaga mereka berdua.
Syut. Buk. Terry menunduk dan kembali menyerang. Serangan ke arah kepala cukup membuat mereka oleng atau bahkan pingsan jadi serangan ke arah titik vital yang Terry incar saat ini.
Mereka memang terlatih tapi mereka bukanlah orang yang pro yang bisa menghabisi para penjahat itu dengan cepat, butuh waktu lebih dari 30 menit hanya untuk melumpuhkan mereka.
Mereka semua sama-sama mengatur nafasnya, hanya tersisa 3 orang lagi jika dihitung sama bosnya maka ada 4 orang lagi yang harus mereka lumpuhkan. Apakah mereka harus menembak atau tidak?
Walaupun mereka tidak memegang sandera tapi rasanya mustahil jika mereka memohon ampun begitu saja, sudah pasti mereka merencanakan sesuatu apalagi bosnya terlihat cukup tenang.
"Kalian cukup bagus untuk ukuran anak SMA."
Oke untuk saat ini Ben dan Bianca tau jika orang itu tidak mengenali mereka sebagai keluarga Siegfried yang memegang kelompok mafia besar. Itu cukup bagus.
"Tapi kalian masih belum berpengalaman."
Netra mereka bertiga terbelalak kaget ketika orang itu memperlihatkan sebuah remote pengontrol bom. Mereka bertiga kompak melihat kearah dua manusia yang sudah dikuliti itu kini tubuhnya terlilit oleh bom.
Pasti ia memasangnya saat mereka bertiga sibuk berkelahi. Pria itu tertawa senang. Ingin sekali Bianca melemparkan belati itu kearah lehernya kemudian mencabutnya dan memotong lidahnya.
"Kalau kalian mundur aku akan menyerahkan remote ini." Pria itu tersenyum licik.
Ayolah, mau mereka mundur atau tidak sudah pasti orang itu tidak akan memberikan remote nya. Hal yang seperti ini adalah hal yang sangat menyebalkan untuk Bianca.
Dor.
"ARGHHH." Orang itu meringis kesakitan dan spontan melepaskan remotenya. Mereka tidak bisa mengambilnya dengan cepat karena jaraknya cukup jauh dan orang itu juga di kelilingi oleh penjaga lainnya. Tapi bukan mereka bertiga yang menembak tangan orang itu hingga berlubang.
"Kenapa harus mundur." Ujar seorang pria yang masih menggunakan baju tidur itu.
"Kalian tidak perlu mundur." Sahut pria bertubuh tinggi yang imut.
Daniel menggerakkan tangannya memberi isyarat pada pasukannya untuk mengurus mereka. Pasukan mereka mengerti dan langsung bekerja.
Steve sendiri langsung berlari dan memeluk Bianca.
"Kakak aku berlumuran darah." Ujar Bianca yang benar adanya. Tentu saja sebagian besar itu adalah darah lawannya dan sebagian kecilnya adalah darah yang berasal dari tubuhnya yang terluka.
"Kerja bagus untuk kalian semua, aku sampai kagum saat melihat hasilnya." Daniel mengelus kepala Ben. "Kau demam, sepertinya phobia mu sempat kambuh, kau mengatasinya dengan baik." Puji Daniel.
"Iya, setidaknya aku tidak tumbang." Jawab Ben lemas.
Terry sendiri tersenyum melihat interaksi mereka. Setidaknya untuk saat ini semuanya sudah selesai.
"Kau juga sudah berusaha Terry Rosenberg, kau layak mendapatkan pujian."
"Ini juga berkat bantuan Tuan muda dan Nona." Jawab Terry. Ia merasa kalau dirinya belum cukup kuat, Terry harus bekerja lebih keras lagi.
Untuk hari ini Daniel puas dengan performa adik-adiknya.
"Kakak apa kau tidak mendengarkan ku?" Ucapan Bianca membuat mereka semua menatap Steve yang masih memeluk Bianca dengan erat.
"Kakak merindukan mu dan juga kau yang berlumuran darah seperti ini terlihat sangat imut." Gemas Steve.
Terry, Ben dan Daniel menatap Steve dengan tatapan aneh, mereka bahkan sampai speechless melihatnya.
'Apanya yang imut?'
Oh sepertinya Steve memang gila kalau bersangkutan dengan adik perempuannya. Daniel hanya bisa menghela nafas.
"Ayo pulang, sisanya serahkan saja pada ku biar aku yang mengurusnya."
"Baiklah."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments