Sebenarnya Varo tidak mau memikirkannya saat ini. Tapi dirinya juga penasaran hubungan antara bodyguard mudanya itu dengan ibunya. Varo sebenarnya juga malas memanggil nona tua itu dengan sebutan ibu.
Dulu saat ayahnya akan menikah lagi, Varo tidak keberatan dan merasa senang. Nona Widya juga merawat Varo kecil dengan baik bahkan setelah ibu tirinya itu memberinya adik laki-laki, Nona Widya tetap menyayangi Varo seperti anaknya sendiri dan Varo juga sangat menyayangi ibu tirinya itu. Tapi semua itu berubah saat ayahnya meninggal. ibu tirinya yang dulu sangat bijaksana dan elegan, kini bertingkah kekanakan dan menggoda pria muda untuk tidur dengannya. Varo yang menginjak dewasa dan harus menjadi kepala keluarga mulai sedikit menjauh dari ibu tirinya yang kadang membuat masalah meski umurnya kini hampir setengah abad. Mungkin dulu itu salah ayahnya karena memanjakan ibu tirinya dan merawatnya dengan baik sehingga ibu tiri tersebut masih terlihat muda.
Varo memanggil Ari datang keruang kerjanya untuk membahas transaksi penting yang akan dilakukan besok. Saat ini meski Varo sibuk dengan pekerjaan dan lain-lain, pikirannya tetap masih bertanya-tanya hingga akhirnya Varo meletakkan dokumen ditangannya dengan malas.
“Apa ada yang salah, Tuan Varo.” Ari yang sejak tadi berada didepan Varo untuk ikut memeriksa dokumen bertanya pada Varo dengan agak bingung. Tidak biasanya tuannya akan terlihat malas ketika bekerja. Varo bersandar pada kursinya, menenggelamkan punggungnya agar lebih rileks.
“Tidak ada. Aku hanya tiba-tiba tidak bersemangat.” Ucap Varo. Ari menganggu mengerti.
“Apa anda ingin saya memanggil wanita itu?” tanya Ari. Yang dimaksud oleh Ari adalah wanita panggilan yang biasa tidur melayani dengan Varo.
“Tidak, aku akan pergi ke rumah sakit jam 3 sore nanti.” Varo menolak.
“Apa anda baik-baik saja?” Ari bertanya lagi dengan khawatir.
“Hanya pemeriksaaan rutin.” Setelah itu, Varo tidal lagi banyak bicara. Yah, sekitar satu tahun yang lalu Varo menjalani kemoterapi untuk kanker yang untungnya bisa disembuhkan sebelum terlambat. Meski efeknya adalah Varo tidak bisa memiliki anak karena sel spermanya sudah mati disebabkan efek kemoterapi.
Ari membiarkan tuannya untuk beristirahat sejenak. Ari pamit, namun sebelum keluar dari ruangan, Varo memanggilnya kembali.
“Apa kau memiliki orang tua?” tanya Varo pada Ari. Ari yang mendengarnya merasa aneh namun tetap dijawabnya.
“Tidak, Tuan. Jika saya memiliki orang tua, saya pasti meminta libur panjang untuk mengunjungi mereka.” Ari menjawab. Varo berfikir sejenak perkataan Ari yang masuk akal. Ari menatap bingung pada atasannya yang tampak berfikir keras.
“Apa ada yang salah, Tuan? Anda tidak biasanya menanyakan hal pribadi pada pekerja dan bodyguard anda.” Tanya Ari.
“Tidak ada. Aku hanya ingin tau.” Benar, Varo belum pernah menanyakan hal pribadi pada bawahannya, biasanya Varo hanya fokus pada kinerja mereka tidak peduli latar belakangnya karena semua itu Ari yang mengurusnya.
“Apa kau tau latar belakang semua pekerja dan bodyguard?” Varo penasaran. Kalau memang benar, harusnya Ari juga punya informasi latar belakang bodyguard mudanya.
“Ya, Tuan. Anda tidak pernah memintanya tapi saya rasa itu perlu untuk dokumentasi perekrutan.” Ari berkata.
“Lalu, kau pasti punya dokumen milik bodyguard muda itu.” Varo berkata dengan agak berharap. Tapi Ari malah tersenyum melihat tuannya.
“Apa yang anda maksud adalah Bei atau Abei?,,, Mungkin sedikit, Tuan. Saya hanya memiliki informasi dasar.” Ari menjawab dengan senyum. Tapi Varo hanya mengangguk diam, diam karena kebodohannya sendiri.
“Apa ada hal lain yang bisa saya bantu, Tuan.” Ari bertanya lagi setelah beberapa saat ada keheningan.
“Kau boleh pergi.”
Segera Ari berpamitan lagi dan membuka kenop pintu kantor Varo. Belum Ari sempat membuka pintu, Varo memanggilnya.
“Ari.”
“Ya, Tuan.” Ari berbalik kembali pada tuannya.
“Menurutmu, siapa orang yang familiar denganku?” tanya Varo. Varo menanyakan pertanyaan yang sama dengan pertanyaan Bei pada dirinya beberapa hari yang lalu.
“Apa yang anda maksud adalah orang yang dekat dengan anda?” Ari bertanya dengan agak bingung.
“Yang wajahnya familiar denganku. Mungkin yang mirip denganku.” Ucap Varo yang membuat Ari ber-Oh.
“Itu sangat jelas sekali, Tuan. Anda sangat mirip dengan almarhum ayah anda. Mungkin anda adalah versi beliau saat masih muda.” Ari berkata sambil melihat foto keluarga dalam bingkai besar yang berada dibelakang Varo. Varo juga ikut melihat foto tersebut dan memiringkan senyumnya.
“Yah, kau benar.” Varo berkata dengan mencibir. Varo sekarang tau apa penyebabnya tapi belum tau apa motifnya.
“jika tidak ada lagi, saya pamit, Tuan.” Ari bergegas keluar dari ruangan Varo sebelum dirinya ditanyai lebih banyak.
Kini ruangannya sepi hanya tinggal dirinya. Varo berdiri dan berjalan ke pantry yang berada dipojok kantornya untuk menyeduh kopi. Varo bersandar pada meja pantry, menatap foto keluarganya sambil menyesap kopi. Dilihatnya foto tersebut dari kejauhan dan menyunggingkan senyumnya.
“Ayah, sepertinya aku menemukan penyebab istrimu berubah. Aku akan menemukannya dan membawanya ke hadapanmu.” Varo berkata sendirian.
Sementara itu di Gym para bodyguard, Bei merasa telinganya gatal. Bei menggaruknya sampai memerah.
“Telingamu merah, Nak.” Kata salah satu bodyguard yang lebih tua dari Bei.
“Ini gatal.” Bei menggaruk telinganya lagi.
“Tak kirain kamu kepanasan.” Bodyguard itu berlatih dengan barbel kembali.
“Udah, udah. Jangan digaruk. Mending kamu ke kantin minta kompres sama es batu.” Ucap bodyguard yang lain.Bei mengangguk dan meletakkan barbel 30 kilo ke tempat asalnya, kemudian pergi dari Gym untuk meminta es batu dan kompres. Saat perjalanan ke kantin, Bei merasakan sesuatu yang tidak enak dibenaknya.
“Kok tiba-tiba perasaanku gak enak.” Bei terdiam sejenak untuk berpikir sebelum kembali berjalan menuju kantin.
…
..
.
Ari memberi tau Bei agar dirinya ikut dengan misi besok, itu berarti Bei tidak akan mengawal Nona Widya besok. Dalam hati Bei merasa agak senang karena tidak akan canggung seharian, tapi disisi lain Bei juga ingin bertanya apa Nona Widya mengenal Po nya.
Sebelumnya Bei tidak berani berspekulasi bahwa Nona Widya mengenal Po. Mungkin ada orang lain yang wajahnya mirip Bei disuatu tempat. Dan juga sangat kebetulan jika Nona widya mengenal Po nya. Ataukah Bei harus memancing dengan menyebut nama Po nya? Itu akan sangat canggung dan aneh. Bei belum pernah mendengar masa lalu Po nya apalagi kedua orangtuanya meninggal saat kecil yang menyebabkan waktu dengan Po dan Mae nya tidak banyak. Haruskah dirinya bertanya pada adiknya? Tapi tidak mungkin juga Ebi akan tau.
“Permisi, Nona Widya.” Yang dipanggil menoleh pada Bei dengan tatapan lembut.
“Saatnya pulang.” Bei memperingatkan atasannya tersebut. Nona Widya tersenyum pada Bei dan tidak marah walaupun Bei mengganggu obrolan asik Nona Widya dengan temannya. Segera Nona Widya berpamitan pada teman-temannya dan beranjak, tidak lupa Lala yang mengekor dan membawakan tas mungilnya keluar dari Bar mewah.
Lala berjalan didepan Nona Widya dan Bei berjalan dibelakang Nona tersebut. Tapi disepanjang jalan maupun didalam mobil hanya ada keheningan. Sebenarnya Nona Widya ingin sekali berbincang tentang banyak hal dengan Bei, tapi Lala selalu berada disamping Bei seolah mereka dilarang berbicara berdua dan juga Bei selalu menyerat Lala sehingga Nona Widya tidak bisa berduaan dengan Bei. Yah memang itu faktanya.
Mobil mereka sampai dirumah saat jam menunjukkan pukul 22:20. Bei yang menjadi pengemudi segera turun untuk membuka pintu mobil mempersilahkan Nona Widya turun. Nona Widya menatap Bei sejenak, dulu sebelum mereka bermasalah Bei akan selalu mengulurkan tangannya untuk membantu Nona Widya turun dari mobil, tapi kini perlakuan tersebut digantikan oleh Lala atau bodyguard lain yang berjaga didepan rumah.
“Abei.” Nona Widya berbalik memanggil Bei karena menyadari ada yang aneh dengan bodyguard kesayangannya.
“Ya, Nona.” Bei yang berjalan dibelakang Nona Widya berhenti.
“Apa ada masalah? aku melihatmu seperti sedang memikirkan sesuatu.” Ucap Nona Widya. Bei melirik pada Lala sebelum kemudian menjawab Nona Widya.
“Tidak, Nona. Saya baik-baik saja.” Bei menjawab dengan senyum.
“Kalau ada masalah kamu boleh cerita ke saya, jangan sungkan.” Nona widya berkata sambil memegang bahu Bei. Seketika Bei menatap Lala, mengisyaratkan agar Lala membantunya.
“Ekhem..” suara berat terdengar berdehem dengan agak keras yang membuat Nona Widya melepaskan tangannya dari bahu Bei. Semua orang mengenali suara siapa itu dan langsung memberikan hormat padanya.
“Oh, Varo. tumben jam segini udah dirumah.” Nona Widya menyapa anaknya dengan nada basa-basi. Varo hanya mengangguk kecil dan menghampiri ibunya.
“Kalian boleh pergi.” Varo menyuruh para bodyguard untuk pergi dan memberi isyarat pada Lala bahwa dirinya yang akan mengantarkan Nona Widya ke kamarnya. Bei hendak pergi namun Varo manatapnya yang membuat Bei berhenti.
“Dan kamu, tunggu diruanganku.” Dan benar saja seperti dugaan Bei bahwa dirinya akan bernasib sial malam ini.
“Ya, Tuan.” Bei ingin sekali protes bahwa kali ini bukan salahnya, tapi demi uang Bei harus menurut dengan perintah Varo.
Nona Widya dengan sedikit cemberut menggandeng lengan Varo untuk diantarkan menuju kamarnya. Sementara Varo hanya berjalan dengan pikiran yang entah kemana. Ingin sekali Varo menanyakan perihal siapa orang yang dianggap ibunya mirip bodyguardnya dan apa hubungan mereka. Tapi Varo merenungkan niatnya dan berpikir ini masih terlalu dini, dirinya harus mengumpulkan informasi terlebih dahulu sebelum menanyakan pada ibunya.
“Besok aku membawa anak itu bersamaku.” Varo memberitahu ibunya.
“Loh,, Trus besok Mama pergi sama siapa?” Nona Widya bertanya dengan kesal.
“Masih ada bodyguard lain yang tinggal. Kalau tidak mau, jangan keluar rumah sampai bodyguard kesayangan itu kembali.” Varo berbicara tegas walau dengan ibunya. Nona Widya yang mendengarnya menjadi sangat kesal dan membanting pintu kamarnya tepat dihadapan Varo. Varo menekan pelipisnya karena sudah tidak tahu lagi apa yang harus diperbuat dengan tingkah laku ibunya.
Setelah Varo mengantarkan ibunya, Varo kembali keruang kerjanya. Dan benar saja didalam ruangan tersebut sudah ada anak muda yang berdiri dengan wajah cemberut dan sedikit menunduk. Bei memberi hormat pada Varo dan berdiri tegak dengan sedikit menunduk.
“Apa lantai kantorku sangat menarik?” tanya Varo.
“Tidak, Tuan.” Bei mengangkat kepalanya dan memandang Varo sekilas, pandangan mata mereka bertemu tapi Bei langsung menundukkan pandangannya. Varo menyunggingkan senyum dan duduk di meja kerjanya. Bei berjalan mendekat dan berdiri didepan meja Varo.
“Jadi,, apa yang kamu dapat hari ini?” Varo bertanya langsung pada intinya seperti biasa. Bei menelan ludahnya dengan keras sebelum akhirnya menjawab.
“Tidak ada, Tuan. Hari ini Nona Widya hanya melakukan aktifitasnya seperti biasa dan pergi ke Bar untuk bertemu teman.” Meski perkataanya agak panjang, Bei menjawabnya dengan sedikit terbata. Varo menatap Bei dari ujung kepala sampai ujung kaki dan bertanya-tanya seperti apa rupa orang yang mirip dengan anak buahnya itu. Varo segera mengalihkan pandangannya kearah lain, dia tidak ingin berpikir sembrono.
“Oke, sekali lagi aku katakan bahwa jangan menyembunyikan apapun.” ucap Varo dengan sedikit menekan kata-katanya.
“Maafkan saya, Tuan.” Bei berkata lirih. Bei berpikir mungkin kejadian tadi yang dimaksud oleh Varo.
“aku sudah bosan mendengar kata maaf setiap kau membuat kesalahan.” Varo agak marah karena Bei hanya bisa meminta maaf. Bei saat ini hanya diam tidak tahu apa lagi yang ingin dikatakannya. Sebenarnya Bei ingin sekali berteriak atau memaki, tapi otaknya masih waras agar tidak melakukan hal tersebut.
“ Aku tidak ingin mengatakannya, Tapi kau membuatku terganggu.”
“Tapi saya benar-benar tidak melakukan apapun, Tuan.”
“Lalu jelaskan padaku kenapa Nona Tua itu sangat menyukaimu?”
“Saya,,”
“sangat merepotkan saat orang tua itu membuat ulah,”
“Tapi saya--” Bei ingin sekali memberikan alasan.
“Kenapa kamu tidak menjaganya dengan baik dan malah membuatku pusing?” Varo terus berkata dan tidak memberikan Bei berbicara. Bei masih mendengarkan Varo yang terus menerus berbicara tidak seperti biasanya, tapi hal itu membuat Bei ingin marah karena dirinya tidak diberikan kesempatan untuk membela diri. Bei mengepalkan tangannya, sudah lama sekali dirinya ingin protes.
Brak!
Bei menggebrak meja Varo, membuat yang empunya terdiam. Ekspresi Varo yang tadinya menyebalkan karena marah, kini berubah kembali ke wajah kaku dan angkuhnya. Bei dan Varo saling menatap dengan tajam. Keheningan mencengkam terjadi diantara mereka. Bei berdiri tegak kembali dan mengalihkan tatapannya sejenak dari orang dihadapannya. Bei menghela napas sejenak sebelum dirinya berbicara.
“Dengarkan aku, Varo. Maksudku, Tuan varo,” Bei sedikit mencibir.
“Aku tidak tau kenapa Nona Widya bersikap seperti itu padaku, aku hanya melakukan pekerjaanku. Kau selalu menyalahkanku atas kesalahan Nona Widya dan tidak mendengarkanku,” Bei berhenti sejenak dan menatap Varo yang juga menatapnya dengan tatapan tidak bisa dimengerti Bei.
“Kalau kau, maksudku, Tuan Varo, tidak puas dengan pekerjaanku maka pecat saja aku.” Akhirnya Bei mengutarakan apa yang sudah lama dia pendam. Rasanya sedikit lega tapi melihat Varo yang hanya menatapnya, serasa Bei tidak didengarkan meski drinya telah bersikap kasar pada atasannya itu.
Varo yang tadi hanya menatap Bei, kini hanya bisa menaikkan sudut bibirnya. Varo sengaja membuat Bei marah agar dirinya tau apa yang diinginkan Bei.
“Apa kau sudah selesai?” Varo bertanya dengan tenang.
“Bajingan. Apa kau juga sudah selesai memarahiku?” Bei bertanya balik dengan berkacak pinggang.
“Manusia angkuh sepertimu sangat mengejutkan saat kau melontarkan kata-kata yang panjang.” ucap Bei.
“Kau, anak kecil sangat berani memarahiku.”
“Tcih! Orang sepertimu pantas untuk dimarahi. Apa menurutmu bodyguard sepertiku tidak punya perasaan? kau bahkan tidak pernah bertanya alasan perbuatanku. Kau bajingan sialan, Varo.” Bei terus melontarkan kekesalannya.
“Kau sepertinya sangat ingin dipecat?”
“Ya! Pecat saja aku! Aku sudah muak denganmu!” Bei meninggikan suaranya. Varo terdiam, dirinya sudah menduga hal seperti ini akan terjadi. Varo membuka laci meja kerjanya dan mengambil pistol yang biasa dia disimpan untuk situasi darurat. Varo meletakkan pistol tersebut diatas meja dan menyodorkannya didepan Bei. Bei melihat pistol tersebut dengan tanda tanya dan sedikit takut.
“Pecat dirimu sendiri.” ucap Varo. Bei menelan ludahnya dengan kasar, tidak menduga kata pecat yang selama ini dimaksud oleh Varo adalah ‘MATI’. Bei melihat sebentar pada Varo kemudian mengambil pistol tersebut. Pikirannya saat ini entah kemana, tapi yang pasti Bei tidak ingin mati sekarang. Masih ada hutang yang harus dia bayar dan ada adiknya yang Bei cintai sedang menunggunya pulang.
“Sialan!” Bei menatap Varo kembali, memastikan apakah Varo sedang bercanda atau tidak, sial! Varo bukan orang yang suka bercanda. Bei menekan emosinya sekali lagi, kemudian menarik magazine dan membuang seluruh peluru. Bei meletakkan pistol tersebut kembali kehadapan Varo. Varo hanya mengangkat sudut bibirnya, dirinya sudah menduga keputusan apa yang akan diambil Bei.
“Lakukan perintahku jika tidak ingin dipecat.” ucap Varo. Bei mendecih dan memutar bola matanya dengan kesal.
“Oke, kamu menang kali ini.” Bei kesal. Varo mengangkat alisnya setuju ‘aku memang tidak pernah kalah’.
“Anak yang patuh, aku mulai sedikit menyukaimu.” ucap Varo kemudian bersandar pada kursinya.
“Cepat katakan apa maumu.” Bei tidak sabaran. Varo menatap Bei sejenak, didalam benaknya Varo membayangkan seperti apa rupa orang yang mirip dengan bodyguardnya dan pernah disukai ibunya itu. Varo melihat Bei dari atas kebawah, yah Varo akui bahwa bodyguard didepanya terlihat imut dan tampan, orang yang mirip dengannya pasti juga memiliki rupa yang mirip.
“Beri tau aku siapa ayahmu.” ucap Varo. Bei mengerutkan keningnya, menurutnya ini masalah privasi.
“Bajingan sialan! Bukankah kau tau mereka sudah tidak ada, apa lagi yang kau inginkan dari mereka?!” Bei meninggikan suaranya. Varo menghela nafas dan mengeluarkan peluru dari saku kemejanya lalu mendorong sepasang benda mematikan didepannya pada Bei. Bei melihat pistol dan peluru yang disodorkan padanya.
“Sialan, Varo.” Varo hanya mengangkat satu alisnya mendengar umpatan Bei.
…
..
.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
Thankyou (´ε` )
See you next chapter (ʃƪ^3^)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments