6.2

Ebi memakai jas almamaternya berjalan menuju aula tempat pembekalan kuliah kerja nyata yang akan dilaksanakan. Saat ini Ebi sudah semester 6 di fakultas Teknik jurusan Elektro di kampus dekat dengan rumahnya. Saat ini Ebi duduk di kursi yang sudah disediakan oleh panitia dan menunggu acara dimulai, tidak lupa dirinya berkenalan dengan mahasiswa lain dari jurusan dan fakultas lain.

Setelah acara pembekalan selesai, tidak lupa seluruh peserta berfoto bersama sebagai dokumentasi. Ebi menatap ponselnya sebelum dirinya maju ke panggung untuk sesi foto. Ebi sudah mengirim banyak pesan pada abangnya kalau dirinya akan melaksanakan kuliah kerja nyata di daerah lain, tapi pesan tersebut tidak dibaca oleh abangnya.

“Ebi! Ayo foto!” teriak teman Ebi memanggilnya. Ebi segera menyimpan ponselnya disaku almamaternya.

“Tungguin!” Jawab Ebi dengan berteriak kembali. Seluruh mahasiswa yang ada mengikuti pembekalan kuliah kerja nyata melangsungkan foto bersama. Namun ditengah sesi foto, Ebi keluar dari aula dan mengambil ponselnya mencoba untuk menghubungi abangnya.

Tuuuut.. Tuuut…Tuuuut

Panggilan tidak bisa tersambung. Ebi mulai frustasi. Bukan karena takut dirinya tidak dapat usang saku atau apa, Ebi sangat kuatir pada abangnya karena sudah berhari-hari abang satu-satunya itu tidak bisa dihubungi.

“Oih! Punya Abang satu tapi ngeselin banget.” celetuk Ebi. Bibirnya mengerucut karena kesal. Ebi terus mencoba menghubungi abangnya namum tetap tidak bisa terhubung. Mungkin Bei lupa agar Ebi tidak perlu menghubunginya saat dirinya bekerja ditempat jauh. Ebi dengan kesal berbalik tanpa menoleh.

Bruk!

Prak!

Tidak sengaja dirinya menabrak manusia dan membuat ponselnya jatuh.

“Maaf.” Ebi tanpa menoleh pada orang tersebut sambil meminta maaf dan langsung mengambil ponselnya.

“Kamu gak papa?” tanya orang yang ditabraknya.

“Gak papa, kok. Makasih.” ucap Ebi. Lalu dirinya menoleh pada asal suara tersebut yang membuatnya langsung terdiam dan menghindari kontak mata.

“Beneran gak papa?” tanya pemuda yang ditabrak Ebi.

“Eum.” ucap Ebi sambil mengangguk tanpa melihat wajah pemuda itu. Pemuda itu juga sedang memakai almamater yang sama dengannya.

“Kamu gak ikut foto?” tanya pemuda itu.

“Eh,, aku masih ada urusan.” Ebi menjawab dan segera ingin pergi.

“Tunggu!” Cegah pemuda. Ebi kembali diam ditempatnya. Sebenarnya Ebi tidak suka jika ada seorang pria yang mengajaknya mengobrol, terutama jika pria itu tampan seperti pemuda dihadapannya sekarang.

“Ya?”

“Ponselmu sepertinya rusak.” ucap pemuda itu sambil menunjuk ponsel Ebi yang digenggamnya dari tadi. Ebi melihat ponselnya, dirinya tidak sempat memeriksa ponselnya setelah terjatuh tadi.

“Sialan!” Umpat Ebi. Dirinya langsung mencoba menyalakan ponselnya yang memang sudah tua dan model lama, sialnya ponsel itu menyala dengan banyak garis-garis warna-warni di layarnya.

“Maaf, tadi aku juga jalan gak liat-liat.”

“Iya gak papa, santai aja.” Bei masih berusaha memperbaiki ponselnya dengan mengetuknya dengan tangan. Mata Ebi berkaca-kaca.

“Hei. Aku bakal tanggung jawab kok. Gak usah sedih.” Ucap pemuda itu sambil berusaha memegang lengan Ebi, tapi Ebi menghindar.

“Gak papa, kok. Aku juga salah.” Ebi berkata dengan agak gemetar. Dirinya bukan sedih karena ponselnya rusak, tapi Ebi sedih karena Abangnya tidak bisa dihubungi dan kini satu-satunya alat untuk komunikasi miliknya rusak. Ebi tidak mungkin punya uang banyak untuk memperbaikinya apalagi membeli baru sangatlah mustahil. Ebi sudah beruntung kini para penagih hutang tidak pernah datang, tapi dirinya juga tidak ingin meminjam uang lagi hanya untuk membeli ponsel baru.

Pemuda yang sejak tadi masih berdiri dihadapan Ebi yang berkaca-kaca sambil memperbaiki ponselnya yang jelas-jelas rusak, hanya bisa melihatnya dengan agak iba.

“Ehm,, aku bakalan beliin LCD baru gimana?” ucap pemuda tersebut. Ebi memandang pemuda itu dengan tatapan sayu.

“Kenapa?” tanya Ebi.

“Yah, aku yakin anak elektro pasti bisa ngerjain hal-hal kayak begini, kan?” Kata pemuda tersebut sambil melirik kaos jurusan yang dipakai Ebi yang terlihat didalam jas almamaternya. Ebi yang mendengar hal tersebut mengutuk dirinya yang hampir lupa kalau dirinya berada di jurusan elektro.

“Oke. Nanti bilang aja harganya berapa.” ucap Ebi, kesedihannya sudah menghilang.

“Gak, gak perlu lah. Hitung-hitung hadiah perkenalan dan lupain kejadian tadi.” Pemuda itu berkata sambil tersenyum cerah memperlihatkan gigi putihnya.

“Beneran?” Ebi masih tidak yakin. Pemuda itu mengulurkan tangannya.

“Volca.” pemuda itu memperkenalkan diri. Ebi melirik uluran tangan dihadapannya dan perlahan menyambut uluran tangan tersebut.

“Ebi.”

“Ebi?” pemuda yang bernama Volca itu balik bertanya.

“Ya.” Ebi menjawab dengan yakin.

“Aku kira itu--”

“Nama laki-laki.” Sahut Ebi sebelum Volca menyelesaikan kalimatnya. Volca terdiam. Ebi menyunggingkan senyum disudut bibirnya yang membuat Volca ikut tertawa.

“Gak papa, aku udah biasa.” ucap Ebi.

“Jadi, kapan aku harus kasih LCD barunya?”

“Hm,, kalau kamu gak repot, segera juga bisa. Aku gak pengen ketinggalan rombongan KKN.” Ucap Ebi. Mereka berdua tertawa.

“Oh ya. Kamu di kelompok berapa?” tanya Volca pada Ebi.

“Aku dikelompok 17.”

“Damn! Really?” Volca seperti terkejut dan tidak percaya.

“Yeah.”

“Kita dikelompok sama.” ucap Varo.

“WOah!” Ebi terkejut tidak percaya. Mereka berdua tertawa, menertawakan kebetulan yang awalnya sangat canggung.

“So,, besok kita ketemu di gedung elektro.” Mereka berdua terdiam.

“Oke.”

Setelah berbincang sejenak, Ebi berpamitan karena temannya memanggil namanya. Volca menatap kepergian Ebi dengan senyum. Belum pernah ada wanita yang menolak disentuh olehnya, tapi melihat Ebi yang menghindar saat dirinya ingin menenangkannya membuat Volca tersenyum mengingat kembali.

“Lucu juga ternyata.” ucap Volca. Kemudian dirinya berbalik untuk melanjutkan perjalannya yang tadi tertunda.

“Hei!” panggil suara yang baru saja Volca ingat diotaknya. Volca menoleh kembali pada sumber suara tersebut.

“Ya?”

“Kamu jurusan apa?!” Ebi bertanya dengan agak berteriak.

“Manajemen bisnis!” jawab Volca ikut setengah berteriak.

“Makasih yah, Bro!” Ebi mengangkat jempolnya dan segera menghilang kembali dibalik pintu.

“Thats funny, yeah?”

\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=

05/08/2022

Thankyou (⁠ ⁠/⁠^⁠ω⁠^⁠)⁠/⁠♪⁠♪

see you next chapter 乁⁠ ⁠˘⁠ ⁠o⁠ ⁠˘⁠ ⁠ㄏ

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!