DOR! DOR!
DOR! DOR!
Bei menutup kedua telinganya dengan telapak tangan. Suara didalam ruangan latihan menembak sangat memekakkan telinga. Bei ditemani Riko berlatih menembak agar keahliannya semakin meningkat mengingat bei pernah mengecewakan Varo.
DOR! DOR!
Riko keahliannya sebelum mengajari Bei. Bei bertepuk tangan melihat Riko yang bisa tepat sasaran walau menembak dengan satu tangan. Bei mendekat pada Riko yang sudah selesai dengan aksinya.
“Wiih, keren.” kata Bei dengan kagum. Riko menyinggungkan senyumnya merasa bangga karena dipuji. Riko mengisi kembasi amunisi pistolnya dan memberikannya pada Bei.
“Nih, Cobain.” Riko menyerahkan pistolnya.
“Beneran nih, Bang?” Bei terlihat senang.
“Iya. Jangan lupa pake penutup telinga sama pelindung mata.” Riko menunjuk tempat penutup telinga dan pelindung mata yang tersusun rapi ditembok. Bei segera mengambil peralatan tersebut dan kembali menghadap Riko.
“Udah, Bang.” Bei masih terlihat kegirangan. Riko yang melihatnya merasa Bei terlihat lucu, ya karena secara harfiah memang Bei adalah bodyguard termuda disini.
“Kamu liat itu.” Riko menunjukkan kertas sasaran berbentuk bulat gitam putih dengan jarak sepuluh meter. “Cukup tembak tepat sasaran. Mudah, kan?” Bei mengangguk mengerti. Bei mamasang badan siap menembak. Bei mengangkat pistol ditangan kanannya, dan.. DOR!
Meleset.
Riko dan bodyguard lain yang sedang latihan tertawa melihat ekspresi Bei yang terkejut kerena tangannya terpental saat menembak. Bei mengkibas-kibaskan tangannya. Rasanya seperti habis terbentur benda keras.
“Kenapa Abang gak bilang kalo pistolnya berat.” Bei memprotes pada Riko yang masih tertawa.
“Haduh, aduh. Sakit perutku. Lagian kamu kenapa gak tanya tekniknya gimana? Hadeh, Dasar.”
“Lah, emang ada kayak gitunya, Bang?” tanya Bei polos.
“Ya ada lah. Semua keterampilan tuh pasti ada tekniknya. Lagian kamu juga asal nembak ngikut gaya orang lain tapi gak tanya dulu.”
“Hehe.” Bei tersenyum meringis, dirinya ketahuan meniru gaya Riko, yaitu menembak dengan menghadap kesamping dan menggunakan satu tangan. Riko mengambil pistol lain dan menunjukkan pada Bei cara menembak untuk pemula.
“Pertama, ambil kuda-kuda. Ambil posisi panjang, kalo kamu dominan pakai tangan kanan usahakan kaki kiri berdiri sedikit didepan.” Riko membantu Bei.
“Oke, oke.” Bei menurut. Bei mengangkat lengan kanannya karena dia dominan kanan. Riko berdiri dibelakang Bei sambil mengarahkannya.
“Posisi pistol lurus dengan fokus mata dan target. Siku kanan sedikit ditekuk. Tangan kiri menompang dibawah tangan kanan.” Riko masih menjelaskan. Bei dengan cepat memahami teori yang diajarkan Riko.
“Terus gimana, Bang?” tanya Bei sambil tetap pada posisi siap menembak.
“Tembak!” Riko berseru.
DOR!
Set! Tepat sasaran. Riko yang masih berdiri dibelakang Bei tersenyum puas. Sementara Bei masih tetap pada posisinya.
“Gimana, Bang?”
“Lanjut!” Riko memerintahkan. Bei yang girang diam-diam menyembunyikan kegembiraannya karena dia ingin sementara tetap pada posenya. Sebenarnya itu karena tangannya gemetar yang disebabkan tolakan peluru yang kuat saat pelatuk ditarik dari pistol.
“Siap!” Bei menjawab. Riko segera berjalan kearah bodyguard yang lain yang sedang latihan. Setelah Riko pergi, Bei baru melepaskan pistolnya dan mengkibas-kibaskan tangannya yang gemetar kemudian melanjutkan latihannya agar dirinya cepat mahir dan beradaptasi.
Tidak berapa lama kemudian Varo datang ketempat latihan tembak sendirian. Para bodyguard yang tadinya sibuk segera menoleh untuk memberi hormat pada Varo.
“Selamat pagi, Tuan Varo.” para bodyguard memberi salam pada Varo. Varo tidak berkata dan hanya membalasnya dengan isyarat matanya. Varo langsung mengambil pistol dan berjalan menuju salah satu arena tembak yang kosong. Bei yang masih fokus pada latihannya tidak menyadari kedatangan Varo yang kini sudah berdiri diarena bidikan disampingnya. Varo tidak memakai perlengkapan savety dan langsung menembak targetnya.
DOR! DOR! DOR!
Varo menembak sasarannya yang jauh dimata dengan tepat.
“Woah! Keren! Semuanya tepat sasaran!” Bei berseru kagum. Bei menoleh kesampingnya karena dilihatnya orang disampingnya menghabiskan pelurunya dengan tetap sasaran. Seketika Bei terkejut dan langsung menurunkan pandangannya karena tidak berani menatap Varo.
“Tcih!” Varo yang melihat Bei yang ternyata ada disebelahnya mendecih dan tersenyum mengejek disudut bibirnya. Bei yang sebenarnya tidak senang dengan berpura-pura tidak mendengarnya dan melepas alat savetynya bermaksud segera pergi.
“Berhenti.” Ucap Varo yang otomatis membuat Bei menghentikan langkahnya dan berbalik menghadap Varo.
“Ya, Tuan.” Bei memaksakan senyumnya. Varo memandang Bei sekilas kemudian menyuruh bodyguard lain mengambilkan senjata laras panjang yang biasa digunakan penembak jitu untuk dipakainya. Varo mengambil senjata yang sudah diisi tersebut dan bersiap untuk membidik targetnya. Bei masih berdiri ditempatnya memandangi tuannya yang agak dibencinya. Varo menunda bidikannya dan melirik Bei yang berdiri mematung dengan wajah memaksa tersenyum.
“Ahh, aku tiba-tiba bosan.” Kata Varo, kemudian menurunkan senjatanya. Bei memandang tuannya.
“Apa ada yang bisa saya bantu, Tuan Varo?” ucap Varo menawarkan diri karena tidak nyaman dengan tatapan Varo padanya.
“Apa kamu ingin membantuku dengan suka rela?” tanya Varo.
“Tentu saja, Tuan.” Jawab Bei dengan memaksakan senyumnya. Varo tahu sebenarnya Bei terpaksa mengatakannya. Dan kali ini Varo ingin membuat Bei menyesal karena telah menawarkan diri.
“Oke. Sekarang bantu aku berdiri di tengah sana.” Varo menunjuk arena bidik dengan matanya. Bei terkejut namun tetap mematuhi perintah Varo. Bei berjalan ketengah arena bidikan dan berdiri ditengah antara start dan papan bidik. Meski takut Bei membusungkan dadanya karena tidak ingin Varo meremehkannya. Varo tersenyum dari kejauhan dan bersiap menembak dengan penghalang tubuh Bei didepan targetnya. Bei menahan nafasnya. Para bodyguard yang sejak tadi memperhatikan Varo dan Bei ikut menahan nafas karena adegan dihadapan mereka sangat berbahaya.
DOR! DOR! DOR! DOR!
Varo membidik sampai pelurunya habis. Setelah selesai Varo melemparkan senjatanya pada bodyguard yang berada dibelakangnya dan pergi dengan keren. Bei tertunduk roboh setelah Varo pergi. Bei syok beruntung menemukan dirinya masih hidup. Riko menghampiri Bei dan mengulurkan tangannya yang sehat untuk membantu Bei bangkit.
“Sial! Beruntung aku masih hidup.” Bei mengumpat dan mengelus dadanya bersyukur.
“Yah, setidaknya Tuan Varo berbaik hati tidak membunuhmu.” Kata Riko. Sebenarnya Riko sama terkejutnya dengan Bei. Riko tidak menyangka tuannya mempermainkan nyawa bodyguardnya, karena Riko tahu bahwa Varo sangat menyayangi setiap bodyguardnya.
“Baik hati? Bajingan sepertinya tidak ada kata kebaikan dikamusnya.” Bei menggerutu.
“Sst! Jaga omongan kamu.” Riko memperingatkan Bei.
“Sialan.” Bei mengumpat lagi. Riko hanya tertawa melihat Bei.
“Ngomong-ngomong, kamu dan Tuan Varo seperti ada dendam pribadi.” Ucap Riko. Bei hanya tersenyum kecut mendengarnya karena memang mereka berdua menyimpan dendam pribadi yang tidak ingin diketahui siapapun.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
31/07/2022
Thankyou (人*´∀`)。*゚+
see you next chapter ƪ(˘⌣˘)ʃ
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments