“Ceroboh! Meninggalkan tugas! Tidak mengikuti perintah!” Ari berteriak pada Bei yang sekarang sedang dihukum melakukan lompat kodok memutari lapangan Gym. Walaupun Bei berhasil mendapatkan kembali berlian milik Varo yang dicuri dari hasil lelang, Bei tetap dihukum karena kecerobohannya.
“AAkkGGrrhhh!!” Bei berteriak karena kakinya mulai terasa sakit.
“LIMA PUTARAN LAGI!”
Bei tidak bisa membantah, bukan karena dia merasa bersalah tetapi Bei hanya merasa dirinya dongkol karena usahanya tidak dihargai. Bayangkan jika ternyata Bei tenggelam, bagaimana nasibnya dan nasib Ebi karena ditinggal olehnya. Dasar bos egois!!
“Ulangi dengan keras!!” Ari memberi hukuman seperti pelatihan militer.
“Saya ceroboh! Saya meninggalkan tugas! Saya tidak mengikuti perintah!” nafas Bei naik turun karena melompat sambil berteriak.
Saat itu Varo datang ketempat Gym. Seluruh pengawal yang sedang berlatih datang memberi hormat pada Varo. Varo memberi isyarat agar Ari datang.
“Hei! Awasi dia.” Ari menyerahkan hukuman Bei pada salah satu pengawal lain disana. Ari menghadap hormat panggilan Varo.
“Selamat pagi, Tuan Varo.” sambut Ari dengan sopan.
“Jadi, bagaimana kabar anak baru itu?” Varo memandang Bei yang sepertinya sedang diorientasi oleh pengawal lain yang lebih tua.
“Maafkan saya, Tuan Varo. Saya akan menasehatinya.” Ari menunduk tidak berani memandang Varo.
“Sudah aku duga dia akan melakukan hal bodoh. Dasar anak jalanan.” Varo tersenyum miring dan kemudian berbalik pergi.
“Maaf, Tuan Varo. Apa saya boleh bertanya sesuatu?” tanya Ari. Varo berhenti sejenak dan menoleh untuk mendengarkan pertanyaan Ari.
“Oke.”
“Maaf kalau saya lancang. Tapi orang seperti Abei bahkan bukan mantan polisi, tentara, atau atlet silat. Bahkan karakternya sangat buruk dan ceroboh, apa tuan Varo yakin akan tetap mempertahankannya?” Ari bertanya dengan sedikit takut. Tapi tanpa diduga Varo malah tertawa walau terlihat itu tawa mengejek. Varo mendekat kearah Ari dan menepuk pundaknya.
“Apa kamu, sudah berani meragukan dan mempertanyakan keputusanku?”
“Maafkan saya. Tuan Varo.” Ari menunduk dalam. Varo pun berbalik dan pergi dari tempat latihan Gym.
Varo pergi keruangannya untuk meninjau dokumen-dokumen penting. Tapi saat Varo baru saja duduk dikursinya ibunya datang tanpa permisi masuk keruangannya. Varo hanya menatap kedatangan ibunya yang langsung duduk disofa ruangan.
“Ada apa?” tanya Varo dengan tanpa memalinggakan diri dari pekerjaannya. Nona Widya atau ibu dari Varo duduk santai menyilangkan kaki mulusnya.
“Gak ada. Cuma gabut aja.” Nona Widya bertingkah seperti remaja yang baru pubertas. Varo meletakkan dokumennya dan menatap ibunya dari meja kerjanya.
“Katakan saja apa itu.” Varo sudah tahu bahwa ada yang diinginkan ibunya jika sudah bertingkah seperti itu.
“Hmm. Gak ada. Cuma penasaran kenapa kamu memperkerjakan pengawal baru yang sepertinya tidak standart itu.” Nona Widya menyeruput teh yang disajikan Lala, pengawal pribadinya. Varo meletakkan pekerjaannya.
“Hanya itu?”
“Lalu, kenapa kamu tidak melaporkannya ke Mama?” Nona Widya berbicara dengan serius. Varo berdiri sambil menenteng tabletnya dan berjalan kearah pintu keluar.
“Apa hal itu juga termasuk pekerjaan Mama?” Varo berkata sebelum dirinya benar-benar keluar.
“Mungkin.” Nona Widya menjawab dengan santai.
“Kalau begitu aku tidak akan melaporkannya karena itu bukan urusan Mama.” Setelah itu Varo keluar dari ruangan dengan ekspresi dinginnya. Nona Widya hanya menggelengkan kepala melihat tingkah anak sambungnya itu.
“Masih keras kepala.” Menikmati tehnya sambil berfikir apa yang sebenarnya direncanakan oleh Varo.
…
..
.
Bei duduk dikasurnya sambil mengoleskan salep. Tubuhnya penuh memar karena hukuman yang diterimanya sedikit kasar, bukan sedikit sebenarnya sangat kasar. Mungkin ini yang Milky bilang kemarin jika Bei beruntung Varo membiarkan Bei tidak mengikuti tes dan perpeloncoan diasrama bodyguard.
“Sialan!” Bei mengumpat sendirian. Bei berpikir mengapa diumurnya yang masih muda hidupnya sangat sial, tapi demi menyelamatkan dirinya dari tumpukan hutang dan biaya kuliah Ebi tidak mungkin dirinya akan mau berpontang-panting menderita seperti ini.
Cklek!
Pintu kamar terbuka dan Milky muncul disana. Milky masuk sambil membawa seragam Bei yang sudah selesai dibuat dan memberikannya pada Bei.
“Gimana?” tanya Milky kemudian duduk disebelah Bei.
“Parah, sih. Gak nyangka bakal sebrutal ini.” Bei terus mengoleskan salep pada dadanya yang memar. Melihat itu Milky merebut salep yang dipegang Bei.
“Balik badan.” Milky menyuruh Bei memunggunginya.
“Aku bisa sendiri kok, Bang.” tolak Bei.
“Gak usah banyak omong, cepetan.” Milky memaksa Bei.
“Makasih, Bang.” Bei menerima bantuan Milky. Milky mulai mengoleskan salep ke punggung Bei yang memar, bekas-bekas perpeloncoan terlihat jelas dikulit putih Bei.
“Anjir! Ternyata ada cowok yang punggungnya seputih ini.” Milky mulai bercanda. Bei yang mendengarnya terheran.
“Masak sih, Bang?” tanya Bei.
“Rata-rata bodyguard disini tuh mantan tentara, polisi atau atlet silat, jelas mereka gak seputih ini.”
“Kalo abang dulunya tentara, polisi atau atlet, Bang?” tanya Bei penasaran.
“Hmm. Aku bukan mantan tentara, polisi, atau atlet.”
“Terus?” Bei masih kepo.
“Aku dulu anak jalanan yang dibiayai sekolah Tuan Amarin.”
“Siapa itu, Bang?” Bei sepertinya lupa dengan video materi yang sudah disuruh Milky untuk mempelajarinya.
Plak! Milky memuluk kepala Bei karena menurutnya Bei agak dungu.
“Kamu nonton materinyanya gak sih?” tanya Milky. Bei malah cengar-cengir.
“Nonton, Bang. Tapi lupa.” Ekspresi Bei tanpa dosa. Ekspresi Milky seperti bilang ‘Astaga nih anak minta ditonjok’.
“Jadi, Tuan Amarin tuh kakeknya Tuan Varo, ayahnya Nona Widya ibu Tuan Varo.” Milky menjelaskan.
“Oh, pantesan Tuan Varo gak pakek nama Amarin, ternyata yang kaya ibunya.” Bei agak terkekeh.
“Ssttt. Jangan keras-keras. Tuan Varo gak suka kalo ada yang ngomongin silsilah keluarga.” Miky berbisik memperingatkan Bei.
“Kan kita cuma berdua diruangan, Bang.” Bei ikut berbisik.
“Gosip disini cepet nyebar. Apalagi kita ada dirumah Tuan Varo, ada penyadap dimana-mana.” Milky berkata pelan.
“Anjir!” Bei mengumpat tanpa suara.
“Aku harap kamu betah dan gak keluar dari pekerjaan ini.” ucap Milky sambil tersenyum. Bei tersenyum walau Milky tidak dapat melihatnya. Andaikan Bei bisa keluar dari sini, tapi dirinya sudah berjanji akan bekerja sampai dirinya mati atau dipecat sendiri oleh Varo. Mampus!
“Aduh, aduh, Bang. Pelan dikit ya elah.” Bei kesakitan karena Milky menekan memarnya. Milky tertawa milihat Bei kesakitan.
“Kamu harus terbiasa ngerawat rasa sakit ini. akan banyak rasa sakit yang didapatkan jika kamu ingin bertahan disini.” perkataan Milky membuat suasana dingin. Bei tau, bahkan tanpa Milky memberi tahu dia akan menerima banyak rasa sakit untuk menebus apa yang sudah dia dapatkan demi Ebi.
Tok! Tok! Tok!
Pintu kamar diketuk. Milky berdiri dan membuka pintu. Ari berdiri diambang pintu sambil melihat kearah Bei dan Milky bergantian. Bei yang merasa Ari melihatnya dengan tatapan aneh segera meraih selimut untuk menutupi tubuhnya.
“Gak usah mikir aneh-aneh.” Sepertinya Milky tahu isi kepala Ari sekarang. Ari tertawa melihat ekspresi Bei yang seperti habis dilecehkan.
“Halo, Bang.” Sapa Bei dengan canggung.
“Eng. Kalian dipanggil Tuan Varo.” Ari memberitahu Bei dan Milky. Keduanya saling pandang.
“Kenapa, Bang?” tanya Milky pada Ari.
“Gak tau. Tumben juga Tuan Varo gak bilang apa-apa. Kayaknya ada hal diluar misi.”
“Oke.” Bei bergegas mengenakan seragam barunya dan berlari mengikuti Milky yang sudah berjalan keluar kamar terlebih dahulu.
Bei, Milky dan Ari menuju teras tempat Varo menikmati waktunya sambil meminum teh sore. Ada beberapa pengawal yang berjaga dipintu menuju teras.
“Selamat Sore, Tuan Varo.” Ari menyapa Varo terlebih dahulu. Milky menyapa dengan menganggukkan kepalanya. Bei yang masih bingung mengikuti gerakan Milky untuk memberi salam pada bosnya itu.
Varo meletakkan cangkir tehnya dan memandangi satu-persatu ketiga anak buah yang berdiri dihadapannya.
“Jadi, apa sudah kapok?” Varo mengajukan pertanyaan yang membuat ketiganya bingung.
“Maafkan saya, Tuan Varo. Saya akan mengajarinya kembali.” Ari meminta maaf karena dia tahu yang dimaksud Varo adalah Bei.
“Maafkan saya, Tuan Varo.” Milky ikut meminta maaf. Bei kebingungan, sebenarnya apa yang salah. Varo menatap Bei yang sejak tadi masih diam menunduk.
“Aku harap gak ada hal ceroboh yang akan terjadi dimasa depan.” Bei makin tertunduk mendengar perkataan Varo. Sekarang dirinya paham siapa yang sedang dibicarakan.
“Dua hari lagi, Milky dan anak baru ikut denganku ke acara pembukaan hotel. Jangan mengecewakan dan membuat masalah saat Riko belum pulih.”
“Baik, Tuan Varo.”
Guk! Guk!
Guk! Guk!
Suara anjing terdengar mendekat. Dua ekor anjing berjenis Newfoundland seukuran manusia dewasa dan anjing hitam berjenis Doberman berjalan masuk ke teras. Ada seorang bodyguard lain yang memegang tali kedua anjing terlihat kewalahan karena ukuran anjing itu. Kedua anjing itu menerobos diantara ketiga orang yang sedang berdiri dihadapan Varo. Mereka menggonggong dan mengibas-ngibaskan ekornya.
“Sit down.” Perintah Varo pada kedua anjing itu. Anehnya mereka langsung diam dan duduk dihadapan Varo. “Good dog.” Varo mengelus-elus kepala kedua anjing itu. Keduanya mengibaskan ekor karena senang.
“Ehm. Tuan Varo. Apa ada hal lain yang bisa saya bantu?” tanya Ari pada Varo yang sepertinya hanyut dengan kegembiraan kedua anjingnya. Bisa dilihat karena Varo tersenyum dan tertawa bersama kedua anjingnya.
“Kalian sudah boleh pergi.” Jawab Varo dengan ekspresi kembali serius. Bei yang melihatnya terheran karena si manusia mafia didepannya mempunya ekspresi lembut saat bersama anjingnya.
Ari, Milky dan Bei pamit undur diri.
“Milky.” Panggil Varo.
“Ya, Tuan.” Milky berbalik menghadap Varo kembali. Tapi malah anjing coklat besar itu ikut menggonggong. Bei yang masih ditempat tersebut ikut berhenti dan menghadap Varo.
“Hei, bukan kamu.” Varo mengelus leher anjing coklat besar itu sambil tersenyum. “Bawa Milky dan Doba mandi.” Varo menyerahkan tali kekang pada Milky.
“Baik, Tuan.” Milky menerima tali tersebut dan memberikan salah satunya pada Bei yang kebingungan.
“Kalian harus bersih sebelum ikut jalan-jalan.” Ucap Varo pada kedua anjingnya.
Milky dan Bei undur diri sambil memegang tali kedua anjing tersebut. Sambil berjalan Pikiran Bei merasa bersalah karena pernah mengolok-olok Milky.
“Bang.” Bei nyengir melihat Milky.
“Apa.”
“Hehe. Maaf karena udah ngolok-ngolok nama Abang.” Milky hanya tersenyum melihat Bei yang merasa bersalah.
“Santai aja. Aku udah terbiasa kok. Lagian gak ada salahnya nama kita sama. Ya kan, Milky.” Anjing coklat besar itu menggonggong.
“Jadi anjing coklat besar ini Namanya Milky?” tanya Bei sambil menunjuk tali anjing yang dibawanya.
“Yap. Dan yang hitam ini Dobe, dia tipe anjing penjaga.”
“Hehe. Keliatan sih dari mukanya. Cocok sama yang punya. Galak.” Bei bercanda. Mereka berdua tertawa.
“Mau tau kelebihan si Milky gak?”
“Apa emangnya, Bang?” Bei penasaran. Namun tiba-tiba Milky tersenyum jahat.
“Milky, GO!” seketika anjing coklat besar itu berlari yang membuat Bei ikut tertarik.
“UWAAAA! BANG TOLONGIN!” Milky malah tertawa melihat Bei yang berusaha menarik anjing yang ukurannya sebesar manusia itu. Para bodyguard yang sedang berjaga berusaha menahan tawa mereka agar tidak dimarahi Varo jika atasannya itu tahu.
…
..
.
Thankyou (ʃƪ^3^)
see you next chapter ( ˘ ³˘)♥
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments