9.2

Bei kini tau tempat yang dimaksud oleh Milky. Itu adalah sebuah bar yang agak jauh dari pusat kota tapi terlihat dari banyaknya pengunjung, tempat ini bisa dibilang ramai. Banyak pria maupun wanita yang masuk kedalam bar yang mulai dibuka sejak langit mulai gelap.

Bei menunggu para abangnya memarkirkan mobil dan masuk bersama kedalam bar. Didalam suasana sangat ramai dipenuhi orang yang bergoyang mengikuti alunan musik. Salah satu bodyguard berjalan didepan, sedangkan Milky merangkul bahu Bei untuk mengikutinya.

“Aku gak pengen mabuk, Bang.” ucap Bei ditelinga Milky, suara musik hampir menenggelamkan suaranya.

“Gak usah mabuk. Aku cuma pengen kamu tau apa yang biasa para bodyguard lakuin pas hari libur.” Milky menjawab Bei. Bei mengangguk mengerti dan pergi bersama. Milky membawa Bei kesebuah tempat yang ternyata sudah ada banyak bodyguard lain, sepertinya mereka sudah disana sejak tadi, dan terlihat banyak wanita cantik bergelayut manja dipangkuan mereka. Milky menyapa semua orang yang ada diruangan tersebut sedangkan Bei hanya celingukan.

“Aku pengen pulang.” Bisik Bei pada Milky yang menyeret Bei untuk duduk disofa.

“Gak usah mabuk. Kamu awasin kita aja.” Bisik Milky kembali. Bei pun mengangguk setuju. Setelah mereka duduk, para wanita seksi mulai datang dan duduk dipangkuan mereka, mencoba merayu agar minum alkohol dan lain-lain.

Bei menolak jika ada wanita yang datang padanya. Itu mengingatkannya pada kenangan buruk yang menimpa adiknya. Bei tidak bisa membayangkan kesulitan apa yang para wanita penghibur itu alami, sehingga mereka terpaksa bekerja menjajakan tubuh mereka.

Semakin malam suasana semakin ramai dan musik semakin kencang. Satu persatu para bodyguard pergi bersama dengan wanita mereka entah kemana. Bahkan milky barusan juga pergi dengan wanitanya dan berpesan agar Bei menunggu semua bodyguard selesai dengan urusannya dan pulang bersama. Bei mau dan tidak menolak karena tau itu kebutuhan biologis mereka.

Saat ini Bei ditinggal sendiri disudut sofa dengan segelas minuman bersoda. Sesekali ada wanita yang menghampirinya dan dengan halus Bei menolak. Karena bosan dan juga pasti para bodyguard akan lama, Bei memutuskan untuk berkeliling mencari toilet.

Saat berkeliling, Bei melihat sebuah ruangan yang pintunya sedikit terbuka. Didalamnya terlihat beberapa orang yang sedang berdiri tegak dan ada juga orang yang duduk disofa dengan seorang wanita dipangkuannya. Seperti situasi yang serius. Jiwa penasaran Bei membuatnya menguping apa yang sedang mereka bicarakan.

“Nona Widya sangat melindungi anak itu.” Ucap sebuah suara. Bei semakin kepo karena orang itu menyebutkan atasannya.

“Maaf, Tuan. Apakah anda ingin kami membawa anak itu untuk anda?” tanya salah satu orang yang berdiri.

“Jangan ceroboh! Nona Widya pasti tahu jika bodyguard kesayangannya hilang.” Bei mengerutkan keningnya, sepertinya suara orang yang duduk tidak asing ditelinganya. Apa? Siapa yang dimaksud orang itu? Apa itu dirinya?

“Aku tidak pernah melihat Nona Widya sangat menyayangi bodyguard seperti anak itu,”

“Wajah anak itu sangat familiar. Aku seperti pernah melihatnya disuatu tempat.” Orang yang duduk disofa berpikir. Bei yang tiba-tiba ingin ke kamar mandi ingin segera pergi. Namun sial dirinya menabrak pelayan yang sedang membawa minuman.

“Maaf, Maaf.” Bei segera meminta maaf pada pelayan tersebut. Karena sura keributan yang terjadi, seorang pengawal keluar dan mendapati wajah Bei.

“Tuan! Anak itu sepertinya ada diluar!” kata mereka.

“Tangkap dia!”

Bei segera kabur dan berlari entah kemana. Kantung kemihnya yang penuh saat ini sudah tidak dihiraukannya. Orang-orang tersebut terus mengejar, meski mereka tidak berlari pelan seperti Bei karena tidak ingin menimbulkan keributan. Kantung kemih Bei rasanya ingin segera dia keluarkan. Bei melihat ada tulisan ruangan sepi seperti toilet tapi tidak ada penunjuknya. Sepertinya itu adalah toilet VIP. Tanpa berpikir panjang, Bei menuju ke toilet tersebut dan dirinya dikejutkan oleh sosok yang dikenalnya akan keluar dari toilet. Orang tinggi dihadapannya mengerutkan kening.

“Apa yang—“

Belum sempat orang tinggi itu berbicara, Bei menyeret tangannya untuk masuk kembali ke toilet dan masuk kedalam salah satu bilik. Orang tinggi yang diseret Bei tidak berbicara dan hanya menatap Bei. Suara langkah kaki terdengar masuk. Bei diam dan menahan nafas, tidak ingin keberadaannya diketahui. Suara langkah kaki itu sepertinya mendekat keaah salah satu bilik. Namun sebelum suara langkah kaki itu lebih dekat, suara lain muncul.

“Permisi, Disini toilet VIP. Toilet reguler ada dilantai bawah.” Itu adalah suara pelayan. Tak lama kemudian suara langkah kaki terdengar keluar dari toilet dan Bei bisa bernafas lega.

Tanpa Bei sadari, orang tinggi didepannya masih diam dan memperhatikan dirinya. Bei yang sadar sedang ditatap kini menatap balik orang didepannya. Posisi mereka berhadapan dan sangat dekat, saat Bei ingin mendongkak yang dilihatnya terlebih dahulu adalah jakun orang tersebut yang berada tepat didepan matanya, menunjukkan bahwa orang dihadapannya memang tinggi. Bei menelan ludah dengan keras karena mereka sangat dekat.

“Sampai kapan mau pegang tanganku?” tanya orang tinggi itu. Bei segera tersadar.

“Ma-Maaf, Tuan.” Bei segera melepaskan tangannya dari lengan atasannya itu dan berdiri dengan gugup.

“Tuan Varo, apa yang sedang anda lakukan disini?” tanya Bei. Yang ditanya malah berkacak pinggang.

“Separuh lebih bar ini milikku, harusnya aku yang bertanya kenapa kamu disini,” Ekspresi Varo terlihat agak menakutkan. Bei menunduk tidak berani menatap tuannya.

“Anu,, itu. Tadi saya ikut Milky.” Jawab Bei. Varo mengendus kesal dan melipat kedua lengannya didada.

“Sekarang masalah apa yang kamu perbuat?” tanya Varo lagi. Bei menggeleng sambil menunduk. Sebenarnya ini bukan masalah besar yang harus dilaporkan pada atasannya.

“Udah boleh keluar atau belum?” pertanyaan dari Varo membuat Bei kembali kepikirannya.

“Maaf, Tuan. Silahkan anda keluar.” Bei segera membuka pintu bilik toilet. Varo keluar dan mencuci lagi tangannya diwastafel.

“Maafkan saya, Tuan.” Bei meminta maaf lagi. Varo hanya diam sambil mengelap tangannya yang basah dengan tisu. Saat Varo akan keluar dari toilet, Bei segera memanggilnya.

“Tuan Varo.” panggil Bei. Varo berhenti dan menoleh.

“Bisakah saya bertanya?” Bei memohon. Varo dengan isyarat membolehkan Bei bertanya.

“Apakah tuan pernah melihat orang lain yang mempunyai wajah mirip saya?” tanya Bei. Varo mengerutkan alisnya bingung.

“Tidak.” Jawab Varo. bei terdiam sejenak.

“Terimakasih, Tuan.”

Setelah kepergian Varo, Bei juga segera menuntaskan urusannya ditoilet dan kembali ketempat duduknya menunggu para bodyguard. Namun karena Bei tidak ingin mendapat masalah lagi, Bei memutuskan keluar dari bar dan menunggu mereka dimobil, dirinya yang akan mengemudi malam ini.

Pikiran Bei saat ini entah kemana. Sudah beberapa kali dirinya mendengar kata bahwa wajahnya tidak asing. Siapa orang yang mirip dengan dirinya? Apa hubungannya dengan Nona Widya dan Tuan M? apakah dirinya akan baik-baik saja?

Bei membuka galeri diponselnya dan memandang foto masa kecilnya bersama Pa dan Ma nya. Bei mengusap wajah Pa atau ayahnya.

“Siapa orang yang mirip denganku, Pa?” Bei bertanya pada dirinya sendiri. Tidak lama Milky masuk kedalam mobil dan tidak sengaja melihat foto diponsel Bei.

“Ayahmu?” tanya Milky. Bei mengangguk.

“Sangat mirip denganmu.” Ucapan Milky membuat Bei terdiam dan berpikir.

“Tidak mungkin!” Bei menjerit didalam hati.

..

Varo duduk disofa ruangan VIP. Dihadapannya juga ada Tuan M selaku mitra bisnis bar ini. Setelah Varo kembali dari toilet, mereka melanjutkan pembicaraan mereka tentang bisnis. Jika bukan tentang bisnis Varo tidak akan mau berurusan dengan pria tua dihadapannya. Setelah selesai, Tuan M dan pengawalnya berpamitan untuk pergi terlebih dahulu.

“Sepertinya anak buah anda mempunyai masalah dengan bodyguard saya, Tuan M.” ucap Varo yang seketika membuat Tuan M berhenti tidak jadi keluar. Tuan M berbalik dan menatap Varo dengan senyum palsu yang menjijikkan.

“Tentu anak buahku tidak seperti itu, Varo.” kata Tuan M. Varo meletakkan gelas alkoholnya dan menatap balik Tuan M.

“Apa anda yakin?” Varo menekankan pertanyaannya. Suasana agak tegang terjadi diantara mereka. Bisa saja tuan M menyuruh pengawalnya untuk menghajar Varo yang saat ini sendirian tanpa bodyguard, tapi Tuan M tidak melakukannya.

“Yah,, itu mungkin agak benar. Sebagai mitra bisnis ayahmu dan sebagai pamanmu, aku hanya mengingatkan untuk mengajari anak buahmu sopan santun dan tidak usil.” Tuan M mencibir tapi Varo tidak menggubrisnya. Varo mengambil gelas dan menyeruput alkohol perlahan, dan Tuan M segera pergi.

“Oh, aku ingat sesuatu.” Tuan M berhenti lagi.

“Dari mana kamu mendapat bodyguard seperti itu? Wajahnya familiar dan tampan. Pantas saja Nona Widya menyukainya.” Tuan M memancing Varo dengan sengaja menyebutkan Nona Widya. Varo terdiam sedangkan Tuan M pergi dengan senyum puas melihat ekspresi Varo. Tuan M selalu tahu bahwa Varo sensitif dan sangat melindungi ibu tirinya.

Varo berpikir sejenak setelah kepergian Tuan M. dirinya ingat dengan pertanyaan yang bodyguardnya tanyakan ditoilet tadi. Apa? Siapa? Siapa sebenarnya anak usil ini? Apa dirinya sudah salah membiarkan anak usil itu menjadi salah satu bodyguardnya? Wajah familiar? Jika anak itu bahkan bertanya padanya, itu berarti dia juga tidak tau. Apa dirinya harus bertanya pada ibunya?

..

.

\=\=\=\=\=\=\=\=[\=\=\=

Jam menunjukkan pukul 7 pagi. Ebi mengunci pagar rumahnya dengan terburu-buru. Meski ujian akhir semester sudah selesai, tapi dirinya harus datang ke kampus untuk kegiatan universitas. Ebi berjalan ke arah jalan raya untuk menunggu ojek atau kendaraan umum menuju kampus. Ebi menguap lebar, meski sekarang sudah siang tapi hawa kantuk masih menguasai dirinya.

Tiin! Tiin!

Sebuah mobil berwarna putih berhenti dihadapannya dan pemilik menurunkan kaca mobil. Ebi segera menutup mulutnya yang tadi menguap dengan malu dan segera mengalihkan kepalanya kearah lain.

“Ebi.” Panggil suara dari dalam mobil. Tapi yang punya nama tidak mau menoleh dan pura-pura tidak mendengar. Dari suaranya Ebi bisa menebak siapa pemilik mobi tersebut.”

“Ebi!” panggilan itu semakin keras. Ebi yang masih pura-pura tuli berjalan kearah lain dan membiarkan dirinya terus dipanggil. Ebi yang tadinya ingin menggunakan kendaraan umum segera memanggil tukang ojek untuk membawanya. Namun sebelum dirinya berhasil menggunakan helem kang ojek, tangannya ditarik yang menyebabkan Ebi menoleh.

“Maaf, Bang. Ini temen saya, saya aja yang nganterin. Dia agak budek dari tadi saya panggil gak nyaut. Dikira saya lupa jemput mungkin.” Volca mengambil helem dari tangan Ebi dan menyerahkan kembali pada kang ojek. Ebi yang ingin berkata-kata tapi tangannya segera diseret.

“Apaan, sih?! Gak jelas!” protes Ebi saat mereka sudah berada didepan mobil Volca. Ebi menarik tangannya yang tadi diseret Volca dan menyilangkannya dengan kesal.

“Aku udah janji mau jemput kamu.” Volca berkata dengan lembut. Ebi malah cemberut.

“Perjanjiannya kan cuma kencan sehari.” Protes Ebi. Kini ekspresi Volca yang cemberut.

“Tapi aku maunya seminggu.” Volca berkata dengan nada seperti anak kecil sambil menoel lengan Ebi.

“Gak mau.” Tegas Ebi. Bertingkah kekanakan tidak akan mempan untuk Ebi. Mungkin saja itu akan mempan untuk orang lain yang melihat orang tampan bertingkah manja dihadapan mereka.

Ebi menatap jam tangan dipergelangannya. Sudah semakin siang dan dirinya pasti akan terlambat.

“Ya Udah, anterin ke kampus.” Ebi terpaksa menerima perlakuan baik Volca. Sang pemilik mobil segera tersenyum secerah matahari malam (malam gak ada matahari) dan segera mempersilahkan Ebi untuk masuk kemobilnya.

“Tapi ini bukan kencan.” Ucap Ebi pada Volca setelah mereka duduk dan siap mengemudi.

“Eum,,, Oke.” Volca setuju dengan senang. Ebi juga agak lega, setidaknya dirinya tidak terikat dengan siapapun. Mobil Volca segera meninggalkan tempatnya. Didalam mobil mereka leih banyak diam. Volca juga tidak ingin membuka perbincangan yang pastinya akan membuat Ebi kesal dan semakin menolak dirinya.

“Setidaknya aku bisa mengambil sedikit demi sedikit kesempatan saat situasi darurat. Aku akan melakukannya sampai kamu menjadi milikku.” Ucap Volca dalam hatinya. Sesekali Volca menoleh untuk melihat wanita disampingnya.

“Apa?” Ebi bertanya dengan nada jutek tanpa menoleh. Volca melihatnya malah tersenyum.

“Nggak ada.” Ucap Volca. Ebi dengan kesal memiringkan menghadap tubuhnya kearah jendela. Tidak ingin dirinya dilirik oleh Volca.

Awalnya Ebi agak menyukai sikap Volca padanya, tapi sejak mereka KKN dalam satu kelompok, Volca terang-terangan menggodanya. Ebi menjadi risih dan tidak suka sehingga dirinya harus bersikap cuek dan agak kasar agar Volca menjauhinya.

“Aku harus terus bersikap keras kepala agar anak ini menjauh.” Batin Ebi.

..

.

11/10/2022

Thankyou (⁠ ⁠ꈍ⁠ᴗ⁠ꈍ⁠)

See you next chapter (⁠◠⁠‿⁠◕⁠)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!