6

Mobil berwarna hitam berhenti didepan hotel T. Seorang bodyguard turun terlebih dahulu dan membukakan pintu untuk tuannya. Varo mengancingkan jas biru tuanya kemudian keluar dari mobil yang telah dibuka pintunya oleh bodyguard. Varo mengulurkan tangannya untuk membantu Nona Widya turun dari mobil. Setelah mereka berdua turun, mobil hitam tersebut dan mobil yang dibelakangnya menuju parkiran hotel.

Milky, Bei, dan Bonan sudah turun dari mobil terlebih dahulu langsung mengikuti Varo dan Nona Widya berjalan dibelakangnya. Mereka menuju aula yang digunakan untuk acara opening hotel T milik Varo. begitu mereka masuk, Para tamu yang berada didalam aula melihat kearah Varo yang digandeng oleh Nona Widya. Orang yang tidak tahu tentang Varo pasti akan mengira pemilik hotel T ini sedang menggandeng pacarnya, padahal Nona Widya adalah Ibunya dan Varo tidak pernah mengkonfirmasi kesalahpahaman tersebut. Ya, Varo sengaja melakukannya.

Varo sibuk menyapa para tamu undangan, begitu juga dengan Nona Widya disampingnya. Sedangkan Bei berjaga di area dekat pintu masuk bersama Bonan. Ya, Bonan adalah orang yang pertama kali Bei temui dan mengantarkannya saat dirinya masuk kerumah Varo.

“Bang.” Panggil Bei sedikit berbisik pada sosok tinggi besar yang berdiri disisi lain pintu masuk. Orang yang dipanggilnya hanya menoleh sekilas kemudian kembali fokus pada pekerjaannya.

“Bang, Resletingnya kebuka.” Sosok tinggi besar itu langsung melihat resleting celananya namun benda itu tertutup. Bei yang melihatnya tidak bisa menahan tawanya.

“Bajingan sialan!” umpat Bonan. Sudah beberapa hari Bei berada dirumah Varo dan citranya sebagai anak usil sudah didapatkannya, bahkan bodyguard lain tidak akan kaget jika Bei melakukan sesuatu hal yang aneh.

“Bang, aku tanya sesuatu boleh?” ucap Bei dengan sedikit mencondongkan tubuhnya agar Bonan mendengar ucapannya.

“Apa?” Bonan menjawab dengan sedikit kesal. Bei mendekat kearah Bonan, siap untuk memulai gosip.

“Tuan Varo, umurnya berapa?” tanya Bei. Bonan menoleh pada Bei dan mengangkat satu alisnya karena merasa aneh tiba-tiba Bei bertanya seperti itu.

“Hampir 30.” Jawab Bonan. Dia menjawabnya karena merasa itu hanya informasi dasar yang memang tidak akan membahayakan jika diketahui orang lain.

“Ei, sialan. Usianya hampir 30 tapi sikapnya kekanakan.” Kata Bei pada dirinya sendiri.

“Ha?” Bonan sedikit mendengarnya.

“Hehe. Gak kok, Bang. Cuma heran karena Tuan Varo kelihatan lebih tua.” Ucap Bei. Tapi Bonan segera memelototinya karena tidak ingin bergosip. Bei segera kembali ketempatnya, tidak ingin dimarahi Bonan.

“Tuan Varo itu berwibawa, bukan terlihat tua.” Kata Bonan saat Bei sudah kembali ketempatnya. Mendengar itu Bei hanya tersenyum disudut bibirnya. Bei tahu Bonan sangat menghormati tuannya yang jika dilihat lebih tua Bonan dari pada Varo.

Pada saat itu, Nona Widya yang sedang berbincang dengan para tamu merasakan ponsel didalam tas genggam mewahnya bergetar. Nona Widya pamit kepada para tamu untuk mengangkat telepon karena acaranya akan segera dimulai. Nona Widya menuju tempat sepi agak jauh diluar aula. Dirinya tidak sadar bahwa sepasang mata sejak tadi memperhatikannya.

“Bagaimana?” ucap Nona Widya begitu dirinya menerima panggilan tersebut.

“Saya sudah mendapatkannya.” Jawab suara diseberang telepon. Nona Widya menyinggungkan senyum.

“Kirimkan mereka padaku segera. Aku ingin melihatnya.”

“Baik, Nona.”

Nona Widya menutup panggilan diponselnya dan segera memasukkan benda tersebut kedalam tas genggamnya. Saat Nona Widya berbalik, dirinya dikejutkan dengan sosok pria yang kini berdiri depannya.

“Selamat malam, Nona Widya.” sapa sosok pria yang umurnya dipertengahan 50 tahun tersebut. Pria itu adalah Tuan M, teman almarhum suami Nona Widya.

“Selamat Malam, Tuan M.” balas Nona Widya dengan wajah cantiknya namun ekspresinya datar.

“Anda terlihat sangat cantik malam ini.” ucap Tuan M, kemudian pria itu mengambil tangan kanan Nona Widya dan mencium punggung tangan wanita cantik dihadapannya. Nona Widya segera menepis tangan pria yang menurutnya kotor tersebut.

“Tidak usah basa-basi denganku, Tuan M. katakan saja apa maumu.” ucap Nona Widya dengan sedikit geram. Tuan M tersenyum licik dan sedikit mesum.

“Saya hanya berharap kita bisa bersatu, Nona Widya. Lebih dari mitra bisnis.” ucap pria tua itu.

“Jangan pernah mengharapkan itu, Tuan M. kita berada dibisnis yang berbeda.” Nona Widya sedikit kesal.

“Oh, ayolah, Nona Widya. Saya hanya menjalankan satu bisnis ilegal, dibidang lainnya kita menjalankan bisnis yang sama.” ucap Tuan M sambil mendekat ke arah Nona Widya.

“Saya harap anda tidak melewati batas, Tuan M. Varo akan sangat marah jika mengetahui anda berbicara dengan saya.” Nona Widya melangkah mundur.

“Cih. Bajingan kecil itu tidak akan berani menantang teman ayah kesayangannya. Dan anda juga bukan ibu kandungnya, Nona Widya.” pria tua memperlihatkan tatapan mesum dan segera meraih pergelangan tangan Nona Widya dan menyeretnya.

“Lepas! Lepaskan aku! Dasar tua mesum!” Nona Widya memberontak. Tapi cengkraman pria tua yang menyeretnya lebih kuat.

“Anda sudah tidak muda lagi, Nona Widya. Saya akan membantu bersenang-senang dengan anda.” Pria tua itu terus menyeret Nona Widya menuju lift yang agak jauh dari aulad iikuti dua anak buahnya. Anak buah tuan M mengancam resepsionis yang melihat aksi mereka.

Saat itu, Bei yang pamit pada Bonan untuk ke kamar kecil untuk membuang isi kandung kemihnya tertarik dengan suara diluar area kamar kecil. Bei segera membasuh tangannya diwastafel dan keluar dari area kamar kecil yang berada didekat lift tersebut. Bei celingak celinguk dan matanya menemukan siluet yang tidak asing sedang ditarik masuk kedalam lift yang terbuka oleh seorang pria.

“Anjir! Nona Widya dalam masalah.” ucap Bei bingung. Dia tidak mengira akan terjadi hal diluar rencana. Bei mengejar orang tersebut, namun lift segera tertutup.

“Kode jingga! Nona Widya diseret seorang pria masuk lift.” Bei mencoba berkomunikasi dengan bodyguard lain lewat earpiece. Kali ini dirinya tidak ingiin dihukum karena bertindak sendirian dan menyebabkan kekacauan.

“Kode jingga! Ikuti mereka dan informasikan lokasi!” jawab suara diseberang earpiece. Setelah mendapat persetujuan tindakan, Bei berlari menuju tangga darurat dan berhenti disetiap lantai untuk melihat dimana mereka turun. Untung saja mereka turun dilantai 11, walau melelahkan Bei masih bisa mengejar mereka.

“Lepaskan!” teriak Nona Widya. Namun tangannya masih tetap diseret menuju salah satu kamar. Bei yang mendengar teriakan itu langsung berlari mendatangi sumber suara.

“Hoi! Berhenti!” Bei berteriak. Orang yang menarik tangan Nona Widya dan ajudannya menoleh pada Bei.

“Siapa dia? Cepat singkirkan dia!” Perintah Tuan M. anak buah Tuan M segera mendekati Bei bersiap untuk menyerangnya.

“Eh, Bentar-bentar.” Bei membungkuk sambil memegangi lututnya, nafasnya masih naik turun. Anak buah Tuan M seketika ikut berhenti dan memandangi Bei.

“Haah… Haaahh.. Haahh. Oih! Kalian sangat Cepat! Dasar Brengsek!” ucap Bei ditengah nafasnya.

“Bocah sialan!” umpat salah satu anak buat itu. Bei menyinggungkan senyum kekanak-kanakannya dan menekan tombol hubung di earpiecenya.

“Lantai 11 kamar 1105.” Bei memanfaatkan momen tersebut untuk menghubungi bodyguard lain. Sadar karena sudah dipermainkan oleh Bei, kedua anak buah Tuan M segera menyerang Bei. Pertarungan dua lawan satu tidak bisa dihindarkan. Meski perbandingan jumlah dan ukuran tubuh mereka tidak seimbang, Bei masih bisa mengatasinya.

“Lepaskan!”

Sial! Momen tersebut digunakan oleh Tuan M untuk membuka kunci kamar dan menyeret Nona Widya masuk kedalam. Bei ingin segera menyelamatkan ibu dari tuan yang dibencinya itu, tapi kedua anak buah Tuan M sangat piawai berkelahi seperti dirinya. Karena tidak ingin terjadi hal-hal buruk, ditengah pertarungannya Bei melemparkan sepatu pantofelnya kearah pintu kamar agar tidak bisa tertutup. Dan,

Tuk!

Sepatu pantofelnya berhasil menghalangi pintu. Tuan M panik karena pintu tidak dapat ditutup. Saat itu bantuan dari bodyguad lain telah datang dan segera mengurus kedua anak buah Tuan M. Bei tersenyum mengejek kearah dua anak buah Tuan M dan segera meninggalkan sisanya pada bodyguard lain. Bei segera mendobrak pintu kamar tersebut saat Tuan M panik mengunci pintu.

Bruak!

Bei mendobrak pintu yang membuat orang dibelakang pintu terpental jatuh. Nona Widya Berteriak kaget saat pintu kamar didobrak olehnya. Bei mendekati pria tua yang berani menyeret wanita yang bukan miliknya itu dan mencengkeram kerah jas yang dikenakannya. Tuan M yang kesakitan ditulang ekornya karena sudah agak tua memejamkan matanya karena tahu bahwa dirinya akan dipukul bocah didepannya. Bei mengepalkan tangannya dan siap meninju pria tua dihadapannya namun dirinya mengendorkan tangannya dan hanya menampar pria tua tersebut.

Plak!

Pria tua itu memegangi pipinya yang panas. Bei segera melepaskan cengkramannyadan menatap pria tua yang masih dengan posisi terjatuh.

“Aku tidak akan menang dari orang yang lemah.” ucap Bei. Tuan M ingin berdiri tapi segera ditekan dadanya oleh kaki Bei.

“Bocah sialan! Kau tidak tahu siapa aku!?” kata Tuan M dengan marah.

“Bahkan jika anda presiden, saya tetap tidak membenarkan perilaku kotor anda.” ucap Bei. Bei segera mengangkat kakinya dari dada Tuan M dan berjalan menuju Nona Widya yang masih terlihat ketakutan. Bei melepas jas hitamnya dan memasangkannya pada tubuh Nona Widya.

“Anda sudah aman, Nona Widya. Jangan khawatir.” ucap Bei menenagkan Nona Widya.

“Terimakasih.” Nona Widya tidak menolak perlakuan Bei dan berterimakasih. Bei segera menuju pintu dan mempersilahkan Nona Widya keluar dari kamar tresebut.

“Silahkan, Nona Widya. Acara ini tidak akan berjalan dengan baik tanpa anda.” Bei berusaha mengalihkan pikiran Nona Widya dari kejadian barusan.

Begitu mereka kelur dari kamar, kedua anak buah Tuan M berhasil tangani. Melihat hal itu Nona Widya segera memberi tahu pada Bonan.

“Jangan katakan kejadian ini pada Varo. Aku sendiri yang akan berbicara dengannya.” ucap Nona Widya.

“Baik, Nona.” Banon patuh dan tidak ingin membantah. Setelah itu Nona WIdya menuju lift diikuti Bei dan beberapa bodyguard lain menuju aula tempat acara opening hotel T yang harusnya berjalan lancar.

‘Anak ini, sangat manis persis seperti orang yang aku kenal’ ucap Nona WIdya dalam hatinya. Sepertinya Nona Widya menyukai bocah usil tersebut.

..

.

Varo duduk santai disofa kantornya dengan kaki menyilang. Walaupun saat ini dirinya sedang marah, aura wibawa dan tetap tenang masih terpancar darinya. Sebagai pemimpin dia tidak boleh kehilangan aura wibawa pada dirinya.

“Kenapa aku harus mendengar masalah itu dari orang lain? Bukan dari Bodyguardku sendiri?” tanya Varo pada para bodyguardnya yang saat ini berdiri mematung dan menunduk dihadapannya. Mereka tidak berani berkata satu katapun.

“Maafkan kami, Tuan Varo. Nona Widya berpesan bahwa akan menyampaikan masalah itu langsung pada anda. Kami hanya mematuhi.” Kata Banon akhirnya angkat suara. Mendengar itu, Varo merapatkan giginya karena merasa geram dengan tingkah ibunya. ‘Aku kepala keluarga ini! Harusnya mereka lebih menghormatiku!’ pikir Varo.

“Jadi, aku harus mendengar itu dari karyawan hotel dari pada bodyguard yang aku pekerjakan. Apa menurutmu itu masuk akal, Ha!?” Varo marah. Kali ini dirinya bangkit dari sofa. Namun saat itu pintu kantornya terbuka dan Nona Widya masuk beserta bodyguard wanita pribadinya.

“Varo.” panggil Nona Widya saat Varo ingin lebih memarahi bodyguardnya. Varo menoleh pada sumber suara tersebut dan mengambil nafas dalam agar dirinya tenang kemudian kembali duduk. Nona Widya juga ikut duduk disofa sebelah Varo.

“Masalah apa lagi yang Mama perbuat?” tanya Varo dengan tenang pada Nona Widya.

“Tidak ada. Harusnya kamu bersyukur bahwa Mama masih selamat.”

“Tcih. Itu bukan urusanku.” Jawab Varo ketus. Nona Widya tersenyum disudut bibirnya. Sebenarnya Nona Widya tahu bahwa anak tirinya ini menghawatirkannya.

“Benarkah? Padahal Mama membawa informasi penting untukmu.” Nona Widya mencoba memancing Varo. Varo melirik pada Mamanya. Walau ingin tahu tapi dirinya gengsi.

“Jika itu tentang Tuan M yang mencoba mengambil kesepakatan dengan investor penting kita, aku sudah mengetahuinya.” Ucap Varo. dirinya tahu apa yang ingin dikatakan Mamanya tersebut.

“Oh ya? Lalu apa kau tahu bahwa Tuan M mendapatkannya?” Nona Widya masih terus memancing Varo. Varo hanya menyinggungkan senyum mengejeknya.

“Lalu apakah Mama tahu bahwa Tuan M tidak bisa memenuhi syarat yang diminta investor?” Ekspresi Varo seperti puas akan sesuatu. Nona Widya mengatupkan bibir cantiknya. Nona Widya sudah menduga jika dirinya akan ketinggalan info penting karena selama ini Varo tidak ingin Ibunya terlibat bisnisnya. Tapi Nona Widya yang pintar bisa memancing Varo untuk membicarakan hal-hal bisnis dengan cara membuat dirinya dalam masalah.

“Aku harap, Mama tidak akan terlibat dengan bisnis Varo. itu terlalu berbahaya.” Ucap Varo. Gacha! Varo memang menghawatirkan ibunya.

“Terus? Apa mama harus diam dirumah? Mama punya bisnis restoran yang masih harus Mama urus ini dan itu. Mama juga harus bersosialisasi dengan teman Mama. Ke salon dan belanja.” Nona Widya agak kesal. Varo memijat pelipisnya karena tidak tahu lagi apa yang harus diperbuat dengan ibunya.

“Oke. Jika itu yang Mama inginkan. Varo ijinkan Mama keluar berbisnis. Tapi, Varo akan mengirim salah satu bodyguard Varo untuk Mama.” Ucap Varo.

“Loh? Kan Mama sudah punya Lala.” Nona Widya menunjuk bodyguard pribadinya. Lala adalah satu-satunya bodyguard wanita dikeluarga Amarin yang ditugaskan mengikuti dan menjaga Nona Widya. Varo menatap tajam pada Lala yang membuat orang itu menunduk dalam karena tahu bahwa dirinya salah karena lalai dalam tugasnya kemarin.

“Jangan membantah Varo, Ma.” Ucap Varo yang membuat Nona Widya mengerucutkan bibirnya.

“Oke. Tapi Mama harus milih sendiri siapa bodyguard itu.” Nona Widya menawar.

“Baiklah.” Varo tidak berpikir itu akan menjadi masalah.

“Mama mau bodyguard yang kemarin membantu Mama.” Ucap Nona Widya dengan serius. Varo mengerutkan keningnya dan menoleh pada Bonan.

“Tuan Varo. kemarin Bei yang membantu Nona Widya.” Jawab Bonan seolah tahu isi kepala Varo. Varo menatap Ibunya tidak percaya.

“Ma, dia masih orang baru. Jangan menempatkan diri Mama dalam masalah.” Ucap Varo Kesal.

“Kenapa? Dia anaknya baik dan sopan.” Nona Widya membantah. ‘Sopan?’ Batin Varo tidak percaya dengan pendengarannya.

“Ma, masih ada Bonan dan bodyguard lain. Kenapa harus orang baru itu?”

“Kalau Mama Keluar dengan Bonan. Orang-orang pasti takut dengan Mama dan gak mau mendekat. Anak baru itu lebih cocok untuk Mama ajak keluar dari pada orang-orang bertubuh besar seperti Bonan.” Nona Widya kesal. Varo mendengarnya menghela napas berat dan panjang. Sepertinya kali ini Varo mengalah untuk ibunya.

“Oke kalau itu mau Mama. Tapi biarkan Lala yang memimpin keamanan Mama.” Ucap Varo, akhirnya dirinya menyerah pada wanita dengan seribu alasan didepannya.

Nona widya yang sekarang berwajah senang segera pergi dari ruangan Varo diikuti Lala. Varo memijat pelipisnya lagi.

“Panggil anak baru itu sekarang. Kalian semua keluar.” Perintah Varo. para bodyguard yang berada didalam ruangan Varo segera pamit dan bergegas keluar. Tidak berselang lama suara ketukan pintu membuyarkan pikiran Varo yang sejak tadi masih duduk terpejam disofa.

“Masuk.”

Bei segera membuka pintu dan masuk ruangan atasannya. Bei berdiri dengan sopan dihadapan Varo.

“Ada yang bisa saya bantu, Tuan Varo?” tanya Bei. Dirinya tidak tahu ada urusan apa Varo memanggilnya saat ini. Varo berdiri dari sofa dan berjalan kearah Bei.

“Kamu pasti sudah tahu bahwa Nona Widya adalah ibuku.” Kata Varo.

“Saya tahu, Tuan Varo.” Jawab Bei agak ragu.

“Karena kamu sudah menjaganya dengan baik kemarin, aku membiarkanmu tetap menjaganya mulai sekarang.” Ucap Varo kemudian. Bei membelalakkan matanya tidak percaya.

“Apa anda yakin, Tuan Varo?” tanya Bei memastikan.

“Ya. Sepertinya ibuku menyukaimu.”

“Yes.” Ucap Bei lirih. Dirinya senang karena tidak berurusan dengan Varo. Varo yang melihat tingkah Bei hanya mengerutkan keningnya. Bei memang terlihat masih kekanakan.

“Aku harap kamu bekerja lebih keras dan tidak membuat masalah.” Ucap Varo.

“Siap, Tuan Varo.” Bei menjawab dengan senang.

“Oh. Dan satu hal lagi.” Ucap Varo sambil mendekat kearah Bei dan memegang pundaknya.

“Y-Ya, Tuan.” Bei menjadi gugup.

“Jangan melakukan hal aneh dan terpancing padanya. Atau kau akan pulang hanya tinggal nama.” Bisik Varo didekat telinga Bei yang langsung membuatnya merinding. Bei membayangkan betapa sedihnya Ebi jika tahu bahwa abangnya tiba-tiba meninggal dan tidak ditemukan mayatnya.

“Ba-Baik, Tuan Varo.” Bei mematuhi. Varo menepuk pundak Bei kemudian berjalan menuju meja kerjanya. Bei langsung undur diri karena tidak ingin berlama-lama berada diruangan yang dingin disebabkan pemiliknya yang kejam.

Disisi lain, Nona Widya menyunggingkan senyum licik diwajah cantiknya. Rencananya berhasil.

..

.

Thankyou (⁠┛⁠❍⁠ᴥ⁠❍⁠)⁠┛⁠彡⁠┻⁠━⁠┻

see you next chapter 〜⁠(⁠꒪⁠꒳⁠꒪⁠)⁠〜

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!