1.2

-Bei-

Sudah 5 jam aku duduk diruang tunggu depan ruangan bos, aku tetap menunggu meski sekertaris bilang bahwa kemungkinan bos tidak datang karena aku belum membuat janji ketemu, tapi memang bos mau menemui mantan security perusahaannya yang telah membuat rugi dirinya? Tentu saja tidak, maka dari itu disinilah aku berada memaksa menunggu bos datang walau lelah dan sesekali aku ingin memejamkan mataku karena nyamannya AC ruangan.

Aku memejamkan sebentar mataku, namun aku terkejut bangun dikarenakan suara sekertaris yang membangunkanku.

“Bos sudah datang. Tapi beliau masih ada rapat.” kata sekertaris itu. Aku ingin menyerah tapi aku ingat jika ini bukan perihal beasiswa Ebi, aku tidak akan melakukan hal sejauh ini.

“Terimakasih.” sekertaris wanita itu kembali ketempat duduknya sedangkan aku tentu saja kembali menunggu bos yang entah kapan akan bisa aku temui.

---------

Jalanan malam ini terasa sepi, memang biasanya sepi tapi hari ini lebih terasa sepi. Mungkin pikiranku yang kacau dan tubuh yang sudah lelah. Kata kata dari bos masih terngiang-ngiang dipikiranku.

“Sekarang kamu tinggal pilih. Beasiswa adikmu atau ganti kerugian perusahaan?” ya. Setelah penantian panjang kali lebar kali tinggi, aku bisa menemui bos untuk pertama kali sejak aku bekerja disana, walaupun pertemuan kami setelah aku dalam keadaan dipecat.

“Tapi, Bos. Bukannya beasiswa adik saya itu termasuk beasiswa berprestasi? Jadi kenapa itu juga terdampak setelah saya dipecat?” tanpa ragu aku bertanya pada bos.

“Bukannya aku sudah kasih kamu pilihan? Atau kamu mau ganti rugi sebanyak 2 milyar demi beasiswa?” dihadapanku kali ini sepertinya bukan manusia, tapi iblis berwajah manusia. Kenapa tidak ada keadilan untukku?

Cih! Aku tidak akan sudi menginjakkan kakiku kembali ke perusahaan konyol itu.

..

.

“Ebi, Abang pulang.” aku berteriak memanggil adikku begitu aku sampai dirumah, karena sekarang menunjukkan jam 9 malam pasti dia sudah berada dirumah. Aku meletakkan tubuhkku disofa ruang tamu menunggu Ebi yang biasa menghampiriku sambil menyapa ‘Bang, Udah pulang’ dengan senyum manisnya untukku. Aku memejamkan mataku sejenak melepas penat yang sembari tadi aku tahan, namun aku belum mendengar suara adikku.

“Ebi.” panggilku lagi. Kini aku agak meninggikan suaraku agar terdengar olehnya. Karena tidak ada jawaban aku segera bangun dan berjalan kekamar adiku, aku membuka pintu kamarnya dan tidak ada siapa-siapa disana. Aku menyusuri seluruh ruangan yang ada dirumahku, membuka setiap pintu, setiap sudut, dan setiap titik yang biasa dia buat untuk sembunyi, tapi tidak ada tanda-tanda keberadaan Ebi dimanapun. Dengan panik dan kalangkabut, aku keluar dari rumah melihat kejalanan.

“EBI!” aku mencari dan terus memanggil namanya. Seorang Tetangga yang melihatku berteriak halaman rumah segera mendatangiku.

“Bei. Kamu nyari si Ebi?” tanya tetangga tersebut.

“Tante tau nggak Ebi tadi keluar kemana?” aku berharap tetanga tersebut tau kemana Ebi hilang.

“Tadi tante liat, paman kamu kesini. Agak lama didalam rumah trus tiba-tiba dia keluar sambil nyeret Ebi naik sepeda motor. Nggak tau deh mereka pergi kemana.” aku menelan ludahku dengan kasar. Bajingan! Jika paman datang kerumah pasti dia akan melakukan sesuatu yang harus aku yang membereskannya. ****! Kenapa masalah sekarang datang bertubi-tubi.

Setelah aku berterimakasih kepada tetanggaku yang hebat bak cctv itu. Aku segera berlari ke pemberhentian bus terdekat. Aku tau kemana seharusnya paman membawa Ebi. Sialan! Bajingan mesum!

----------

{Bar Judi}

Aku menatap tempat penuh dosa dihadapanku dengan tatapan geram. Sudah bisa dipastikan bahwa Ebi berada dalam tempat itu, karena aku pernah sekali datang kemari saat ada rentenir yang datang kerumah kami menagih hutang atas nama Jarot, yaitu orang yang selama ini aku sebut paman meski aku membencinya.

Aku meraba knuckle* yang berada disaku celanaku, ini adalah senjata andalanku untuk pertarungan jarak dekat milikku yang selalu aku bawa kemana-mana. Aku memasuki pintu masuk bar judi itu dengan memasang wajah seolah aku sudah biasa berada disana agar para penjaga tidak curiga padaku, sesekali aku menyapa mereka dengan tatapanku. Begitu aku masuk, aku melihat sekelilingku, didalam bar ini benar-baner banyak orang sedang bermain judi entah itu kartu, taruhan atau yang lain. Semerbak bau alkohol bercampur parfum menusuk hidungku yang sensitif. Aku berjalan pelan sambil mengamati orang-orang yang sedang asyik dengan dunia fananya, disudut bar aku menemukan paman Jari yang sedang bertaruh judi kartu. Aku mengamati mereka dari jauh untuk memastikan dia tidak melihatku. Sekarang misiku adalah mencari tempat dimana Ebi ditahan.

Aku mengamati bar judi ini, bar ini terletak ditengah pertokoan yang memang selalu ramai saat malam, dan yang terpenting adalah bar ini hanya memiliki satu lantai, tidak ada tangga apapun yang artinya ada ruang rahasia yang berada dibalik tembok atau dibawah lantai. Aku berjalan berkeliling diam-diam sambil sesekali menghentakkan kakiku pelan untuk mengecek apakah ada ruangan kosong dibawah tanah, sesekali aku mengamati kemana orang-orang dengan penampilan rapi akan duduk, karena biasanya merekalah yang sering memakai jasa layanan wanita penghibur.

Aku melihat pria tinggi berjas maroon masuk dengan gaya agak sombong dari cara berjalannya yang mengangkat sedikit kepalanya dengan tatapan dan bibir yang datar aku bisa memastikan bahwa pria itu diormati disini. Pria itu diikuti juga oleh orang-orang berwajah sangar dibelakangnya, bisa dipastikan bahwa mereka adalah bodyguard. Melihat kesempatan itu aku pura-pura berbaur dibelakang para bodyguard dan mengikuti langkah mereka, meski aku tak tau kemana mereka akan pergi tapi aku yakin mereka bisa memberiku petunjuk. Dan benar saja pria itu masuk ketempat yang bertuliskan hanya karyawan, disamping pintu itu terdapat pintu lagi yang mengharuskan masuk menggunakan sidik jari. Pria itu masuk keruangan tersebut diikuti bodyguardnya, akupun ikut menyelinap masuk. Ctak! Pintu tertutup kembali.

“Kalian bisa berjaga disekitar sini.” pria itu menoleh secara tiba-tiba kebelakang, membuatku sedikit bersembuyi dibelakang para bodyguard yang bertubuh besar. Aku diam-diam menyelinap pergi setelah pria itu tidak menoleh kebelakang lagi.

“Baik, tuan.” para bodyguard itupun bubar mengikuti perintah pria itu. Aku mengendap-endap dan mengintip setiap ruangan yang semua pintunya terdapat kaca agak buram ditengahnya. Sial! Bagaimana aku bisa menemukan Ebi.

Ini ruangan ke-5 yang aku intip, tapi anehnya didalam tidak ada suara dan lampu dari dalam menyorot merah dari kaca pintu, ini sangat aneh untuk tempat seperti ini. Aku mencoba membuka ruangan tersebut namun pintu itu terkunci. Aku melepas hair pin yang biasa aku gunakan untuk menghalau poniku yang agak panjang, aku menggunakannya untuk membobol pintu tersebut. Clak! Kunci Pintu tersebut terbuka, aku segera membuka pintu pelan dan benar saja didalam ada beberapa wanita muda yang duduk disofa, mereka diam sambil menundukkan kepalanya, sebagian dari mereka kaget ketika tau aku memasuki ruangan. Aku mencari-cari sosok Ebi dalam ruangan tersebut tapi aku tidak menemukannya. Disudut ruangan aku melihat seseorang yang tangan kakinya diikat dan kepalanya ditutup kain hitam, aku segera menghampirinya dan membuka penutup kepala itu, dan benar saja itu adalah Ebi yang sedang pingsan, pipinya terlihat merah dan agak membiru, Ebi pasti pingsan setelah dipukul.

“Ebi. Bangun. Abang disini.”Aku menggoncangkan tubuhnya yang ringkih.

“Ab-abang?” Ebi sedikit membuka matanya.

“Ayo kita pulang.” ajakku. Aku memapah dan memaksa Ebi agar bangun setelah melepas ikatan ditangan dan kakinya. Para wanita itu menatapku dengan ekspresi aneh dan sebagian ada yang diam-diam menggeleng seolah memperingatkanku sesuatu.

“Permisi duluan, Mbak.” dengan sungkan aku berpamitan dengan mereka. Aku memapah Ebi dan siap-siap membuka pintu tapi begitu aku membukanya aku telah disambut oleh sebuah tendangan yang melayang keperutku, sontak itu membuatku terhuyung. Para wanita didalam menjerit ketakutan. Tanpa pikir panjang aku mengeluarkan knuckle* dan menghajar pria bertubuh sangar yang menendangku itu, dan tentu saja mereka yang terkena pukulanku akan langsung kesakitan dan lebam ditubuh mereka.

Aku menarik Ebi keluar begitu melihat musuhku tidak berdaya, namun suara gaduh membuat para penjaga menghampiri kami, mau tidak mau aku dan Ebi harus lari.

“Ebi. Tetap dibelakang Abang. Jangan lepas dari abang.” aku menyuruh Ebi agar tidak terpisah dariku. Ebi mengangguk dengan ketakutan, Ebi meraih pucuk kemeja hitamku sebagai pegangannya. Aku menatap tajam kearah para penjaga yang berdiri didepanku, mereka telah siap untuk menyerangku begitu pula ku sudah siap melawan mereka.

Bugh!

Plak!

Ctak!

Crack!

Suara pukulan, tendangan, patah tulang terdengar dari tubuh para penjaga itu. Aku bertarung seperti orang kerasukan saat ini tidak ada kata belas kasihan atau kata maaf untuk orang-orang busuk seperti mereka. Aku sedikit terengah-engah namun aku tidak menyerah tapi karena kalah jumlah aku segera mengajak Ebi berlari keluar sebelum bala bantuan mereka datang.

Kami berhasil keluar dari ruangan tersembunyi itu, tapi para penjaga itu mengejar kami. Bugh! Aku mendapat pukulan di pelipis yang membuatku terjatuh kehilangan kesadaran sesaat. Pelayan yang melihatku berkelahi berteriak dan itu membuat semua orang menoleh pada pencipta keributan. Melihat situasiku yang sudah agak terpojok, aku menyuruh Ebi untuk keluar dari Bar.

“Ebi, dengerin abang. Keluar dari sini. Jangan menoleh kebelakang dan jangan sampai tertangkap.” kataku pada Ebi.

“Abang.” Ebi terlihat menangis. Perasaan tidak tega muncul didadaku. Tapi aku mendorongnya agar lekas keluar. Ebi menuruti perkataanku dan segera berlari keluar disaat orang-orang fokus pada keributan.

Aku bangkit dan meludah kesamping untuk menyinggung dan mengalihkan perhatian mereka dari Ebi yang kabur. Para penjaga itu mulai menyerangku, dengan segala tenaga yang tersisa aku mencoba menyerang balik mereka, aku tidak akan mati ditempat ini.

1~2~3~4~5~

Para penjaga itu mulai tumbang, entah berapa jumlah mereka tapi yang pasti perkelahian ini telah menghabiskan tenagaku tapi aku puas karena kemenangan ada padaku. Sekarang waktunya penyelesaian.

Aku berjalan kearah paman bajingan yang sedari tadi duduk sendirian dikursi judinya, namun belum sampai aku meraih kerah bajunya paman sialan itu lebih dulu berdiri dan menampar wajahku yang sudah lebam disana-sini.

Plak!

Aku tertawa karena mendapat tamparan darinya, aku segera membalasnya dengan pukulan dari tenagaku yang tersisa dengan sekuat tenaga. Paman sialan itu terhuyung dan terjatuh, dari wajahnya terlihat bahwa dia sangat kesakitan.

“Bei. Jangan lakukan ini pada paman.” Paman Jarot seperti sedang memohon padaku. Aku tersenyum psyco.

“Hei. Setelah semua yang paman lakuin ke kita?” tanyaku dengan nada mengejek.

“Paman lakuin itu semua demi kalian. Demi kalian terbebas dari jerat hutang yang Brian dan Selena sialan yang sudah mati itu.” paman Jari mengatakannya seolah tanpa bersalah.

“Jangan sebut Pa dan Ma seperti itu!” aku marah mendengar paman menyebut orangtuaku seperti itu.

“Membantu? Seharusnya paman kerja! Bukan membantu dengan judi yang membuat aku dan Ebi ketakutan karena didatangi preman-preman yang nagih hutang paman! Paman tau?! Paman gak pernah bantu melunasi hutang!” aku meninggikan suaraku pada paman Jarot. Rasanya hati ini dongkol dan ingin berkata kasar dihadapannya.

“Bei harap ini terakhir kalinya kita saling bertemu.” kataku pada paman.

“Bei. Ingat kalau paman yang besarin kalian berdua.” mendengar kata itu aku merasa jijik dan marah. Tapi ini adalah kenyataan.

“Jangan temui Bei atau Ebi. Ebi akan lunasi hutang paman yang tersisa.” aku memberikan sedikit belas kasihan pada paman bajingan didepanku.

“Kita bukan keluarga lagi.” aku mengatakannya dengan datar agar aku terlihat sangat meyakinkan. Aku pun pergi dari tempat terkutuk itu dan berharap aku tidak akan kembali kesini lagi. Aku sangat berharap hidup kami tidak diusik paman bajingan itu lagi.

\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=

Noted :

* Knuckle atau Keling (indonesia) adalah sebuah senjata yang terbuat dari logam yang dapat dipasang diempat buku jari terdepan dari tangan, biasa digunakan untuk pertarungan fisik jarak dekat.

Next \=\=\=\=>

see you next chapter (⁠ ⁠˘⁠ ⁠³⁠˘⁠)⁠♥

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!