Di dalam kamar Willem Bellwyne, ayah dari Roland Bellwyne, saat ini bersama dengan beberapa bawahan duke dan beberapa pelayan sedang mengelilingi kasur kesakitan Willem yang sedang terbaring lemah di sana. Lalu tampak salah satu kepala dari keluarga cabang Bellwyne, yakni marquis Brandon Ringwyne, terlihat sedang duduk di sebelah Willem sambil memegang tangannya.
“Sepupuku, semua akan baik-baik saja, keluargaku juga sedang mencari beberapa tabib dan penyihir yang bisa menyembuhkan penyakitmu,” ucap Brandon.
“Uhuk uhuk … dimana Roland? Aku ingin bertemu dengannya,” tanya Willem dengan bibir yang sudah memucat dan kantung mata yang menghitam. Ia terlihat kurus dan kering.
“Baiklah,” ucap Brandon lalu menoleh ke sebelahnya. “Hei, cepat panggilkan tuan Roland—”
Tiba-tiba suara ketukan pintu terdengar, dan Roland masuk bersama dengan Slatanis.
“Paman? Saya tidak tahu anda datang ke Istana, sejak kapan?” Tanya Roland yang langsung berjalan ke sisi lain kasur, lalu duduk di sana.
“Oh, Roland,” ucap Brandon sambil menoleh ke arah Roland, kemudian ke arah Slatanis. “Siapa kamu?” Lanjutnya bertanya.
“Oh—” ucap Slatanis terhenti.
“Dia adalah orang yang akan menyembuhkan ayahku,” ucap Roland memotong.
“Dengan pakaian seperti itu … apakah dia seorang priestess atau—” ucap Brandon menatap sinis Slatanis dan tertahan.
“Kemarilah Slatanis,” ucap Roland tak menghiraukan tanggapan pamannya itu, sambil menunjuk ke kursi tempat Brandon duduk.
“Baik, Tuan Roland,” angguk Slatanis dan mulai berjalan ke samping Brandon. “Permisi, bolehkah—” lanjutnya terhenti.
“Ya, tentu,” ucap Roland dengan kepala dingin, lalu bangkit dari kursinya membiarkan Slatanis untuk duduk.
Slatanis kemudian diam di sana dan hanya menatap Roland sambil melirik ke para yang hadir untuk memberi isyarat.
“Kalian tunggulah di luar,” ucap Roland, dan semuanya pun mulai berjalan keluar, kecuali Brandon yang hanya berdiri di sana. “Anda juga, paman,” tambahnya.
Brandon pun keluar dengan ekspresi datarnya, dan menunduk sebelum berjalan keluar.
“Roland … Uhuk uhuk … siapa wanita muda ini?” Tanya Willem yang sudah batuk-batuk.
“Tenanglah, anda sebentar lagi akan sembuh, ayah,” ucap Roland sambil memegang tangan Willem. “Baiklah, kamu bisa melakukannya sekarang.”
Slatanis pun memegang kening Willem untuk sekadar berpura-pura memeriksa keadaannya agar terlihat profesional. Ia kemudian memejamkan mata agar lebih terlihat meyakinkan. Lalu kepura-puraan itu pun hilang sesaat seluruh informasi tentang keadaan willem pun terekam dan muncul di pikirannya. Termasuk dari jumlah HP dan Energi Fisik berupa persenan.
‘Wow, aku tidak pernah mengalami ini sebelumnya. Apakah ini yang disebut dengan meng-klik karakter di dunia nyata untuk melihat status mereka?’ Pikir Slatanis di dalam kekagumannya.
Slatanis kemudian terus membaca apa saja yang ada di dalam pikirannya itu. Dia bahkan menemukan bahwa Willem memiliki level juga, dan dia berlevel 15. Class nya adalah Duke dan race nya adalah Human. Sementara itu, ia terus memeriksa hal lain, sampai akhirnya ia mendapati bahwa Willem saat ini sedang berada di bawah pengaruh kutukan.
‘Death Curse? Bukankah ini spell tingkat 8 yang memiliki efek mampu membuat HP seseorang berkurang secara signifikan? Bahkan pemilik HP dan physical defense tertinggi saja hanya mampu bertahan selama 10 menit tanpa adanya bantuan kemampuan anti kutukan ataupun spell blessing,’ pikir Slatanis sambil melepas tangannya dari kening Willem.
“Sudah berapa lama beliau seperti ini?” Tanya Slatanis menatap Roland.
“Dua tahun,” jawab Roland.
“Du-dua? Dua tahun?” Slatanis Tampak terkejut sesaat Roland memberitahunya.
“Apakah kamu bisa melakukannya?” Tanya Roland.
“Te-tentu,” ucap Slatanis gugup dan mulai memegang kening Willem.
‘Apa yang harus kulakukan? Sial, seandainya aku bisa melihat angka detail pada HP nya yang sekarang tinggal 2% itu, mungkin aku bisa tahu alasannya. Kalau begini, aku jadi tidak tahu yang mana yang kuat dan yang mana yang lemah. Apakah dirinya yang terlalu kuat terlepas dari levelnya yang kecil? Ataukah kutukannya yang terlalu lemah sehingga membutuhkan waktu yang sangat lama hanya untuk membunuh dirinya? Uwaaaaah! Apa yang haru kulakukan?’ Slatanis terus mengeluhkan situasi saat ini di dalam benaknya.
‘Ah bodo lah! Yang penting aku sudah berusaha!’ Pikir Slatanis dan langsung menggunakan spell-nya yang bernama [Blessing] dari class [prophetess] nya.
Tiba-tiba cahaya emas menyilaukan muncul dan mulai menyelimuti tubuh Willem. Roland yang menyaksikan itu pun terpanah dan hanya bisa terdiam menyaksikan kejadian menakjubkan itu.
Sringg!
‘Luar biasa! Ini benar-benar bekerja!’ Pikir Slatanis dengan semangat sesaat tanda death curse nya sudah hilang dari informasi status Willem. ‘Tapi HP-nya masih 2%, fuhh, baiklah!’ dan ia pun melanjutkannya dengan menggunakan spell [potent heal] dari class [prophetess] nya.
Dan cahaya yang sama dengan yang dialami Roland pun muncul dan menyelimuti Willem. Kemudian sesaat cahaya tersebut menghilang, tampaklah tubuh Willem yang tadinya kurus kering, kini kembali berisi dan segar bugar.
Willem pun duduk di atas kasurnya, kemudian mulai memeriksa seluruh tubuhnya dengan menyentuhnya. Di tengah kekaguman tak bersuaranya, ia pun mulai tersenyum bersamaan dengan air matanya yang mengucur. Hal sama juga terjadi dengan Roland, ia menangis sambil menundukkan kepalanya dalam-dalam.
Sementara itu Slatanis masih bingung dengan apa yang terjadi dengan status Willem, dan mulai kembali memikirkan keseimbangan atas kekuatan di dunia ini.
*************
(Willem Bellwyne)
Di ruang makan pada malam hari, Willem, Roland dan Slatanis sedang makan bersama.
“Sekali lagi, saya sangat berterima kasih dengan bantuan anda, nona Slatanis,” ucap Willem sambil menundukkan kepalanya.
“Tentu Tuan Willem,” ucap Slatanis tersenyum sambil menaruh potongan ham ke dalam roti yang ada di piringnya.
“Oh iya, saya berjanji akan memberikan apapun kepada anda, Nona Slatanis, apakah itu rumah atau apapun itu, selama itu masih di bawah kemampuan saya, saya siap memberikannya kepada anda,” ucap Willem merasa sangat bersyukur sambil tersenyum lebar.
“Ah, soal itu, saya sudah mendapatkan bayarannya … lebih tepatnya tuan muda Roland lah yang telah membayarnya,” ucap Slatanis mengelak sambil tersenyum.
“Aahhhh, itukan putra saya yang bayar, bukan saya. Jadi, mintalah,” ucap Willem sungguh-sungguh.
Slatanis pun menoleh ke arah Roland, lalu Roland mengangguk sambil tersenyum.
“Ba-baiklah. Kalau begitu, tolong lindungi saya dengan segala otoritas anda dari incaran kuil,” ucap Slatanis
“Oh, saya kira anda berasal dari kuil. Kalau begitu, bolehkah saya tahu alasannya?” Tanya Willem sambil menggoyang-goyangkan wine di dalam gelas kacanya.
“Benar, saya bukanlah dari kuil, oleh karena itu saya tidak mau mereka tahu atau mulai memanfaatkan saya, atau lebih parah dari itu,” ucap Slatanis sambil membuat wajahnya murung.
“Oh kalau itu sih mudah,” ucap Willem sambil meletakkan wine nya. “Dan sekarang, mintalah imbalannya.”
“Hah? Barusan … barusan saya sudah memintanya, Tuan,” ucap Slatanis tampak bingung.
“Bukan bukan, itu sih bukan imbalan. Itu memang sudah menjadi sebuah tanggung jawab saya sebagai penguasa untuk melindungi warganya, jadi mintalah. Lagipula, bukankah anda memiliki dokumen identitas dari Fishsyre? Maka itu sudah jadi tanggung jawab saya sebagai penguasa, hehehe,” kekeh Willem sambil mengusap brewoknya yang tipis itu.
‘Wah sepertinya ini sulit sih. Tapi … hmmm, jika boleh, aku ingin mengetahui banyak hal tentang dunia ini. Karena sudah satu bulan aku masih hampir tidak tahu apa-apa tentang dunia ini. Selain itu, aku juga butuh tempat tinggal,’ pikir Slatanis sambil memotong roti yang sudah ia isi dengan ham menjadi dua.
“Bolehkah saya mengakses perpustakaan anda?” Ucap Slatanis memberikan kesan percaya diri dan berwibawa dengan tatapan seriusnya.
“Tentu, silahkan,” ucap Willem dengan santainya sambil mengunyah makanan. “Hanya itu saja? Ayolah, saya ingin memberikan anda imbalan.”
“Ba-baiklah,” ucap Slatanis tampak ragu. “Jika ini memang setara, bolehkah … ahem, bolehkah saya meminta lahan … atau sebuah Istana yang sudah jadi?”
“Hmmm,” Willem tampak berpikir sambil berdengung. “Tentu-Tentu, namun ada syaratnya. Karena anda berada di bawah yurisdiksi wilayah Bellhaven, maka anda harus mau bekerja sama dengan saya di masa depan. Walaupun begitu, anda tetap boleh menolaknya kok, karena ini adalah hadiah bukan sebuah obligasi.”
“Benarkah?” Tanya Slatanis tampak matanya berbinar semangat.
“Iya benar,” ucap Willem tersenyum. “Oh dan juga, karena anda adalah seorang penyihir yang tidak berasal dari instansi manapun, maka jika pihak kerajaan mengetahui kekuatan anda, mereka akan memaksa anda untuk bergabung dengan pasukan elit, yang dimana bahkan saya tidak mampu membantah. Namun jika itu dari kuil, saya bisa dengan mudah membentengi anda. Tenang saja.”
“Baik, terimakasih atas sarannya,” ucap Slatanis mengangkat gelas tehnya.
‘Jadi setidaknya aku punya koneksi dengan bangsawan elit,’ pikir Slatanis kemudian menoleh ke arah Roland yang sibuk menyantap makanannya. ‘Dan juga, sumber makanan. Fuhhh, seandainya ini adalah diriku yang dulu, mungkin aku akan berteriak histeris karena melihat ketampanan dirinya. Sementara sekarang, diriku sebagai succubus hanya bisa melihat dirinya bagaikan nasi bungkus.’
“Untuk lahan yang akan anda tempati, saya akan membicarakannya nanti. Namun untuk sekarang, tinggallah di Istana besar ini,” ucap Willem menunjuk Slatanis dengan garpunya.
“Tentu dan terima kasih atas keramah tamahan anda, Tuan,” ucap Slatanis tersenyum menatap Willem dan juga Roland.
Sementara Roland memalingkan pandangannya sambil tersipu, Willem tampak fokus makan dengan ekspresi berpikir.
“Oh iya, kalau begitu saya akan mengadakan syukuran pada dua minggu yang akan datang, jadi bersiaplah. Karena saya juga akan memberikan lahan yang sudah saya janjikan di hari itu juga.”
“Tentu, Tuan,” ucap Slatanis.
Slatanis pun tersenyum melihat betapa meriah dan sederhananya makan malam itu.
*******
(Brandon Ringwyne : diilustrasikan menggunakan playground AI)
Dua hari setelahnya di kediaman marquis ringwyne.
“Sial sial sial sial! Kenapa semuanya jadi berantakan seperti ini!” Teriak Brandon sambil merobek selembar surat yang datang dari Bellwyne.
“Ada apa??” Tanya Undeil yang sedang duduk di kursi panjang bersama dengan Dorian yang duduk di dekatnya.
“Sihir … sihir kutukan yang saya tanamkan kepada duke Willem telah hilang,” ucap Dorian memotong dan membisiki Undeil. “Saya sudah merasakannya sejak kemarin, tapi saya kurang yakin. Lalu setelah hari ini melihat tuan Brandon seperti itu, saya jadi yakin.”
“Si sialan itu! kutukan yang telah kita tanamkan ke dalam tubuhnya telah menghilang,” ucap Brandon menoleh ke arah Undeil. “Dorian, Apakah kamu yakin bahwa kutukan kamu tidak bisa dilepaskan?” Lanjutnya menatap Undeil.
“Tentu Tuanku, itu tidak akan bisa, seharusnya. Bahkan Grand Cleric pun tidak bisa melepaskannya,” ucap Dorian dengan tatapan datar. “sepertinya sang penyihir yang membatalkan sihir saya itu, sangatlah kuat … lebih kuat dari para Grand Cleric.”
“Sekarang, apa yang harus kita lakukan?” Tanya Undeil.
“Entahlah, tapi untuk sekarang aku masih memiliki mata-mata di kediaman Bellwyne, jadi tunggu saja,” ucap Brandon. “Dan aku tidak akan berhenti sampai dia benar-benar mati … atau jatuh, setidaknya.”
“Hm, kamu bahkan masih ragu dengan itu,” gumam Undeil menatap punggung Brandon.
*************
Bersambung ….
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
SDull
smangat trus thor
2022-12-26
0