Dua hari telah berlalu sejak Slatanis tiba di kediaman Bellwyne, sementara saat ini Slatanis sedang minum teh bersama dengan Roland di taman Istana.
“Kutukan yang kamu katakan kepadaku kemarin,” ucap Roland setelah melepas ujung cangkir teh dari bibirnya, dengan matanya sesekali melirik ke arah jendela dada Slatanis.
“Duke Willem dikutuk dengan sihir yang bernama kutukan kematian,” ucap Slatanis bersandar di kursi dengan kedua tangan bersandar di gagang kursi.
“Apakah kamu tahu siapa yang mengutuknya?” Tanya Roland sambil menambahkan gula ke dalam tehnya sementara matanya berusaha melirik ke arah lain.
“Tidak … aku tidak bisa,” ucap Slatanis. “Namun aku bisa mengatakan bahwa siapapun yang memberikan kutukan itu, haruslah berjarak tidak lebih dari 12 meter.”
“Kutukan yang ditembakkan dari jarak jauh … aku masih tidak bisa membayangkan hal ini bisa terjadi kepada dirinya,” ucap Roland sambil melihat langit dan bersandar di kursinya.
“Sekarang kutukannya telah terangkat, dan cepat atau lambat pelaku akan mulai menyadari hal itu,” ucap Slatanis mulai memainkan teh nya dengan sendok kecil.
“Hmmm, aku sempat berpikir seperti itu,” ucap Roland. “Mungkin sebentar lagi mereka akan mencoba mengkonfirmasi hal tersebut cepat atau lambat, jadi … apakah kamu bisa membantuku?”
“Tentu,” ucap Slatanis tersenyum.
‘Di dunia ini spell [death curse] bahkan bisa selemah itu? Apakah downgrade pada sihir di dunia ini sejauh itu? Aku penasaran siapa kira-kira perapalnya,’ pikir Slatanis di tengah keheningan, sementara burung-burung berkicauan di pagi yang cerah.
Slatanis mengangkat kembali tehnya, lalu menyeruputnya.
‘Dan juga, setelah mendekam selama berjam-jam di dalam perpustakaan dua hari lalu, aku akhirnya tahu bahwa perbedaan kekuatan fisik ternyata juga sama jauhnya. Aku mengetahuinya dari para kesatria yang ada di Istana ini setelah keluar dari perpustakaan. Yakni ketika aku menunjukkan diriku yang dapat membengkokkan pedang dengan mudah kepada mereka, lalu bertanya apakah ada orang yang memiliki fisik sekuat ini … mereka pun menjawab, jika pun ada, orang itu pasti adalah seorang pahlawan dari jaman dahulu kala atau seorang minotaur atau raksasa,’ Pikir Slatanis sambil melamun.
“Oh iya ngomong-ngomong, kenapa kamu selalu mengenakan pakaian itu?” Tanya Roland sambil mencuri-curi pandang.
‘Hmmm, entahlah, ini sungguh nyaman dan aku juga sudah terbiasa mengenakannya,’ pikir Slatanis.
“Ah, apakah ini mengganggumu?” Tanya Slatanis.
“Te-tentu … tentu saja tidak, hanya saja, aku … aku jadi sulit untuk memandangmu,” ucap Roland mulai terlihat tingkah tersipunya.
‘Oho? Apakah aku harus menggodanya lebih awal untuk bisa makan lebih awal?’ Pikir Slatanis dengan pikiran usilnya.
Slatanis pun berdiri, lalu berjalan mendekat ke arah Roland.
“pakaian ini, apakah ada yang Salah … Tuan Roland?” ucap Slatanis sambil terus berjalan pelan dengan cara berjalan bagaikan model.
Slatanis lalu mulai mendekatkan belahan dadanya ke dekat wajah Roland, sementara Roland hanya bisa menelan ludah sambil kepalanya mencoba untuk mundur dari posisi sedekat itu.
‘Harum … ini sangat harum sekali, ahhh sial! Aku sangat ingin sekali mencelupkan wajah ku ke sana!’ Pikir Roland menahan rasa keinginannya. ‘Tapi … tapi aku sudah memiliki tunangan … aaarghhh!’
“Eits,” ucap Slatanis sambil menjauhkan dadanya sementara Roland berusaha mendekatinya lebih dekat. “Hahahaha, lucu sekali,” lanjutnya tertawa.
“Kuhh— baiklah kalau begitu,” ucap Roland tiba-tiba berdiri dan langsung mendorong Slatanis ke belakang sehingga mereka berdua pun jatuh ke rerumputan.
'Euurghh maafkan aku wahai tunanganku,' pikir Roland merasa bersalah, namun nafsunya tidak dapat terbendung.
“Wow, tuan Roland, kamu nakal ya, fufufuf,” ejek Slatanis sambil tertawa kecil.
“Aku … aku sudah tidak tahan,” ucap Roland dengan wajah nya yang sudah memerah. “Apakah kamu mengizinkan aku untuk … untuk menciummu?” Lanjutnya bertanya.
‘Hmmm, kamu memang jauh lebih tampan dari mantanku sih, tapi apakah meminta—-’
“Hmmmfff,” gumam Slatanis yang tertahan mulutnya tiba-tiba karena bibir Roland yang sudah menyambarnya terlebih dulu.
‘Hahhh~ kapan terakhir kali aku mencium seorang pria, ya? Bahkan sewaktu di Fishsyre pun aku tidak mau mencium pria yang memberi ku asupan makanan,’ pikir Slatanis sambil terus bibirnya dilum*at oleh Roland.
Bibir Roland pun mulai turun ke leher Slatanis dan terus ke bawah. Kemudian mulai bibirnya menyentuh dua gunung agung Slatanis. Sesaat bibirnya mulai menyentuh kedua asetnya, Slatanis pun tersadar bahwa pelindung transparan yang pernah muncul saat Rey berusaha menyentuh lembah kedua asetnya kini tidak muncul, seakan stat pertahanan pada pakaiannya membiarkan Roland untuk menembusnya dan menyentuh kulitnya. Hal ini juga pernah dan sering terjadi setiap kali Bernard menyentuhnya saat itu.
'Hmmm, apakah pertahanan pada pakaian ini bisa mengetahui niat dari seseorang ya? Seakan ia tahu mana yang ingin berbuat jahat, dan mana yg tidak,' pikir Slatanis sementara menbiarkan Roland menggila.
Namun ia tidak membiarkan Roland nelakukannya lebih lama, sementara ia langsung mendorongnya dan membuat posisinya berbalik
“Stop, biarkan aku yang melakukannya,” ucap Slatanis dan mulai menjalar ke bagian bawah Roland, dan melakukan sisa nya disana dengan mulutnya.
Beberapa menit kemudian …
Sprruuuuut!
“Slllrrrppp hmmmfff ah~, apakah kamu sudah puas?” Tanya Slatanis sambil tersenyum.
'Gila! Apakah aku baru saja melakukan hal tidak pernah terpikirkan sebelumnya? Fuhhh, untung saja prakteknya sesuai dengan teori yang pernah aku tonton di video biru hehehe,' pikir Slatanis sementara itu.
Dan Roland pun hanya terbaring lemas tidak menjawab apa-apa.
“Hahh hahh, apakah aku boleh melakukan yang lebih dari pada itu?” Tanya Roland dengan suara yang lemah.
“Apakah kamu menginginkannya?” tanya Slatanis sambil berbaring di atas dada Roland.
'Well, aku sebenarnya tidak keberatan sih, apalagi mengingat diriku belum pernah melakukannya, bahkan disaat aku memiliki pacar ketika SMA. Jadi ... ya ... seenggak-nya di kehidupan kali ini aku bisa mengalaminya,' pikir Slatanis.
"te-tentu ... tapi," ucap Roland ragu sambil memalingkan wajahnya ke arah lain.
"Karena kamu sudah punya tunangan?" Tanya Slatanis memotong.
'Aku jadi merasa bersalah, tapi mau bagaimana lagi ... aku adalah seorang succubus yang membutuhkan makanan dan secara bersamaan juga adalah seorang yang pemilih hehehe,' pikir Slatanis terlihat murung untuk sesaat kemudian tersenyum miring.
"Apa yang harus aku lakukan kalau begitu?" tanya Roland.
"Menikahlah dengan tunanganmu, dan lakukan hal seperti ini denganku jika kamu sedang menginginkannya," ucap Slatanis.
'Huwoooh aku jahat sekali ... sungguh maafkan aku siapapun itu yang telah menjadi tunangannya, dan tolong mengertilah bahwa aku hanya butuh makanan,' pikir Slatanis.
"Apakah itu bisa dilakukan? lalu bagaimana jika kita saja yang menikah?" tanya Roland.
'Hmmm, bukan tawaran yang buruk juga ... bahkan aku sudah cukup berekspektasi akan hal ini. Namun setelah dipikir-pikir dan mengingat-ingat bahwa aku memiliki banyak rahasia, aku lebih baik tidak memiliki hubungan lebih dari sekarang dengannya,' pikir Slatanis.
"Lakukan seperti sekarang, kita tidak perlu menikah," ucap Slatanis dengan santainya.
"Ba-baiklah kalau begitu," ucap Roland tampak murung.
******
(Undeil Andrelion : diilustrasikan menggunakan Playground AI)
(Mirabella Ringwyne: diilustrasikan menggunakan Playground AI)
(Gisella Ringwyne : diilustrasikan menggunakan Playground AI)
(Thomas Ringwyne : diilustrasikan menggunakan Playground AI)
(Dorian: diilustrasikan menggunakan Playground AI)
Di kediaman Ringwyne di ruang makan, Brandon, istrinya Mirabella dan dua anaknya, Gisella dan Thomas beserta dua tamu nya, Undeil dan Dorian sedang makan malam bersama.
“Jadi kamu gagal hanya karena … seorang penyihir? Atau priestess?” Tanya Mirabella yang duduk di sebelah suaminya, Brandon.
“Kurang lebih,” balas Brandon sambil menyuapi Roti yang ada di tangannya ke mulutnya. “Itu sudah tidak penting lagi,” lanjutnya sambil mengunyah.
"Lalu bagaimana dengan pernikahan Mirabella dan Roland?" tanya Mirabella kembali.
"Ya, itu tidak akan kemana-mana dan pernikahan akan tetap dilanjutkan," ucap Brandon dengan tenangnya.
“Huhh,” Mirabella menghela Nafas sambil melirik ke arah putrinya, Gisella yang tampak sibuk dengan makanannya. “Semoga saja apa yang kamu rencanakan berhasil.”
“Jadi, bagaimana kabar anda, Kakanda?” Tanya Mirabella menatap kakak laki-lakinya, Undeil.
“Ya aku baik-baik saja, adikku,” ucap Undeil tersenyum.
“Lalu bagaimana dengan kota Alundris? Apakah duke Winston tetap memberatkanmu di kota dagang itu?” Tanya Mirabella setengah bercanda dengan senyumannya.
“Tidak ada masalah apa-apa, selain dari berkembangnya kuil Elahirim yang semakin cepat,” balas Undeil dengan nada bercandanya. “Ya … sebenarnya ada sih, yakni si peneror mesum yang kini akhirnya sudah ditangkap dan dihukum mati.”
“Peneror mesum? Aku pernah mendengarnya tuh,” ucap Gisella mencoba ikut masuk ke obrolan.
“Oh benarkah?” Tanya Undeil.
Dan Undeil pun mengobrol banyak hal dengan Gisella seperti seorang anak dan ayah di meja makan, sementara itu Thomas dan Dorian yang sedari tadi diam sedang mereka duduk sebelahan, akhirnya mulai berbisik satu sama lain.
“Hei Dorian, maukah kamu mengajarkanku trik-trik sihir yang kamu ajarkan tadi siang?” Bisik Thomas ke dekat telinga Dorian.
“Apakah anda benar-benar tertarik dengan sihir, Tuan muda?” Tanya Dorian ikut berbisik.
“Iya,” bisik Thomas.
“Namun anda harus berjanji dulu untuk tidak memberitahu kepada siapapun, oke?” Ucap Dorian sambil memberikan jari kelingkingnya.
Malam itu, mereka pun makan malam dengan tenang dan penuh dengan keceriaan. Apalagi ditambah dengan kehadiran Undeil dan Dorian yang sering berkunjung ke kediaman mereka sebulan sekali. Brandon yang bersama mereka juga pun sangat menikmati makan malam itu, meskipun pada akhirnya rencananya untuk mengontrol keluarga utama telah gagal.
Tengah malam ….
Setelah makan malam, mereka pun kembali ke kamar masing-masing, namun tidak dengan Mirabella. Malam ini, ia secara diam-diam menyelinap keluar sementara suaminya, Brandon tertidur dengan lelapnya.
Mirabella pun berjalan sambil membawa lilin di tangannya, sementara lilin di seluruh lorong sudah dimatikan semua.
Ia terus berjalan, dan sampailah ia di depan sebuah kamar tamu. Lalu dengan perlahan, ia pun membuka pintu kamar tersebut sambil kepalanya masuk duluan.
“Kakanda? Apakah kamu masih bangun?” Tanya Mirabella sebelum akhirnya ia masuk ke dalam kamar itu.
“Oh, Mirabella, masuklah,” ucap seorang pria dari dalam kamar itu, Undeil yang sedang berbaring santai di atas ranjangnya.
Dengan lilin yang mati semua, kamar pun terlihat begitu gelap. Kamar yang gelap itu namun tiba-tiba menjadi agak terang sesaat Mirabella masuk ke dalamnya. Undeil pun bangkit dari ranjangnya, lalu mendekat ke arah Mirabella.
“Oh, Mirabella,” ucap Undeil yang berdiri tepat di depannya.
“Apakah kamu merindukanku, kakanda?” Tanya Mirabella sambil agak menaikkan lilin yang ia pegang sehingga cahayanya mampu menerangi wajah Undeil.
Dengan alis yang direndahkan, Undeil pun menatap wajah adiknya. Matanya pun mulai turun sesaat menyadari Mirabella hanya memakai daster tidurnya yang longgar dan agak transparan.
“Tentu aku merindukanmu,” ucap Undeil dan mulai mendekatkan wajahnya.
“Sebelum wajahmu terbakar dengan lilin ini, bagaimana jika aku menyalakan lilin lain terlebih dulu?” Saran Mirabella mulai menyambarkan api dari lilinnya ke lilin lain yang ada di kamar.
Undeil pun mengikutinya dari belakang, dan setiap kali Mirabella berhenti untuk menyalakan lilin, ia langsung memeluknya sambil mengecup pundak Mirabella.
Mirabella terus menyalakan setiap lilin yang tersedia di kamar, kemudian langsung naik ke ranjang dengan diikuti Undeil. Sesampainya di atas ranjang, keduanya pun mulai bergulat dengan panas.
“Hmfff,” Mirabella saat ini berada di atas pun melepas ciumannya. “Sebelum itu, maukah kamu menggunakan trik kecilmu itu untuk membuatku agar tidak bisa hamil?”
“Apa itu? Mengeluarkannya di luar?” Tanya Undeil menatap Mirabella bingung.
“Bukan bodoh, yang kumaksud adalah sihir … SIHIR,” ucap Mirabella agak mengetuk kening Undeil.
“Oh ahahaha, tahu tahu, aku pasti akan melakukannya. Karena terakhir kali aku tidak melakukannya, Gisella, Thomas dan si bayi Reinald malah keluar dari bawah sana,” ucap Undeil bercanda.
Dan malam itu, sesuatu yang tabu pun kembali terjadi lagi di dalam keluarga Baron Andrelion.
********
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
SDull
smangat trus thor upanya
2022-12-27
0