Hari sudah semakin sore, namun Slatanis yang sejak lama mencari penginapan pun tak kunjung ia temukan. Alasannya adalah karena penginapan-penginapan tersebut selalu penuh mengingat kota ini adalah kota dagang yang letaknya berada di pusat kerajaan Houlus. Dengan kata lain, jalur utama yang sering digunakan oleh para pelancong dan pedagang memusat di kota ini.
Kota Alundris sebagai kota dagang nyatanya tidak hanya disinggahi oleh para pedagang, namun oleh para serikat-serikat dan pelancong lainnya juga. Oleh karena itu, saat ini Slatanis sangat kesulitan untuk menemukan tempat penginapan.
“Hahhh~ aku harus bagaimana ini? Tidak ada tempat penginapan sama sekali, sementara hari sudah mau gelap,” keluh Slatanis sambil memegang sebuah kantong berisi uang yang diberikan oleh Rafos, setelah itu ia pun menoleh ke sekitar. “Apakah aku harus membuat tenda seperti mereka?”
Terlihat di setiap depan bangunan, terdapat banyak kemah kecil yang dikaitkan di tembok-tembok.
“Mereka terlihat seperti tunawisma,” gumam Slatanis, kemudian kembali berjalan.
Setelah berjalan cukup lama dan melewati beberapa kumpulan orang yang sedang mengobrol di pinggir jalan, bagian belakang telinganya pun tiba-tiba terasa merinding. Ia terus berjalan sambil sesekali melirik ke belakang tanpa menolehkan kepalanya. Ditengah laju jalannya yang dipercepat sambil sesekali melirik, ia pun mendapati tiga pria yang tampak seperti preman sedang mengikutinya dari belakang.
“Tsk belum juga mentalku pulih setelah melihat belalai hijau, kini aku malah diikuti oleh orang-orang mesum,” gumam Slatanis dan mulai berjalan lebih cepat.
Slatanis pun terus berjalan sembari sesekali menoleh ke belakang, dan tampak tiga pria sedang mengikutinya sambil terus menatapnya dengan mesum. Kemudian sambil terus menyalip kerumunan, Slatanis pun melihat gang di sebelah kirinya dan langsung berjalan ke sana.
‘Hmmm, memang harus diberi pelajaran nih orang,’ pikir Slatanis sambil berlari masuk ke dalam gang yang gelap.
“[Concealment],” ucap Slatanis dan langsung menghilang.
Sesaat Slatanis menghilang dari pandangan, tiga pria manusia yang mengejarnya pun ikut berbelok ke gang yang gelap tersebut. Ketiga pria pun terlihat kebingungan sambil menoleh sana-sini.
“Hah, sepertinya kita telah kehilangan jejaknya nih bos, bagaimana nih?” ucap salah satu dari mereka yang bertubuh kurus dan berkepala plontos.
“Ssstttt, dia pasti ada di sekitar sini. Apakah kalian lihat seberapa seksi dia? Kita harus menangkapnya,” ucap sang bos, bertubuh kekar dan berambut pirang.
“Iya aku juga melihatnya, aku bahkan sempat menghirup aroma tubuhnya. Tidak hanya seksi dan cantik, ia juga memiliki aroma harum yang belum pernah aku cium sebelumnya, dan itu enak sekali.” ucap salah satu dari mereka yang bertubuh gemuk dan berambut hitam sambil bermuka mesum.
“Aku ingin merasakannya terlebih dahulu, lalu menjualnya ke pasar budak— tidak-tidak, lebih tepatnya aku akan mengecapnya dengan sihir budak di Sika kemudian menjadikan dirinya sebagai budakku, kekekeke,” kekeh sang bos dengan senyum mesumnya.
'Aku tidak tahu seberapa kuat mereka, namun tampaknya dari gelagat mereka yang tidak menyadari sihirku, setidaknya mereka tidak memiliki pertahanan terhadap sihir ataupun resistansi yang berarti. Yang dimana dengan kata lain, setidaknya aku bisa melukainya dengan enchantment yang ada di pedangku,' Pikir Slatanis di dalam dirinya yang tersembunyi sambil menyabet pedangnya ke arah salah satu dari mereka.
“Kikikiki benar bos, benar—”
Sroooot!
Tiba-tiba kepala sang bertubuh gemuk terpenggal, sementara tubuhnya mulai terbakar dan hancur karena aliran [hell lightning] membakar tubuhnya. Sang bertubuh gemuk pun tumbang tanpa sempat mengetahui apa yang terjadi.
'Ah ... kenapa mereka--- keuh, aku telah membunuh seseorang ... tapi entah bagaimana, aku merasa aku telah sering melakukan ini sebelumnya, tsk,' pikir Slatanis merasa ragu untuk sesaat sementara sihir [concealment]-nya masih aktif. 'Sihir ini masih aktif, padahal ketika di game, sihir ini akan langsung nonaktif ketika aku mulai menyerang. Dan juga, gerakkan yang baru saja aku lakukan. Walaupun itu sangatlah asal-asalan, tapi aku merasa familiar dengan gerakan itu, seakan aku sudah sering melakukannya. Ditambah, aku melakukannya dengan tubuhku sendiri dan tidak melakukannya dengan menggunakan keyboard, hehehe.'
"Apa yang—" ucap sang bos sambil menoleh dan melihat temannya sudah terkapar tanpa kepala. Ia pun untuk sesaat terdiam karena terkejut merasa tidak percaya.
Di saat terdiamnya pria tersebut, tak berselang satu detik, Slatanis pun langsung menebasnya.
“Errgghh siapa—”
Ssraaaatttt!
Tubuh sang bos pun terbelah dua, dan mulai hancur karena terbakar [hell lightning] sementara tubuhnya tumbang ke tanah.
‘Wow, sebenarnya pedang ini sekuat apa sampai-sampai bisa membelah dia menjadi dua secara vertikal?’ pikir Slatanis merasa terpukau dengan hasil tebasannya.
Lalu tinggallah sang kurus berkepala plontos. Ia tidak dapat melihat apapun, sementara kedua temannya terus berjatuhan.
“Si-si-si-si-si-siapa kau!?” ucap sang plontos gemetar sambil terjengkang ketakutan. Dengan pisau yang berada di tangannya, kini ia mulai bersikap siap dan waspada dengan mengarahkan pisaunya ke depan meskipun dirinya saat ini sedang terduduk ketakutan.
"Aku harus lari—" ucapnya dan hendak untuk berdiri.
Namun tiba-tiba dari kegelapan muncullah seorang wanita yang mereka kejar sejak awal sambil memegang sebuah pedang berbilah hitam, Azazel’s Heritance dengan petir hitam melapisi pedang tersebut. Wanita itu pun memandang dirinya dengan penuh keangkuhan. Mata sang wanita menyorot tajam, namun menatapnya dengan rendah seakan jijik.
“Seandainya jika komplotan kalian tidak berniat melakukan dua hal paling sensitif dan di dibenci di duniaku, mungkin aku akan membiarkan kalian hidup,” ucap Slatanis sambil mulai mengangkat falchion-nya.
“Mo-mo-mo-monsteeeee—”
Spruuuut!
Dan setengah bagian badannya pun terpisah secara diagonal dan hancur terbakar.
Setelah mengeksekusi tiga pemerkosa, Slatanis pun langsung kembali menggunakan [concealment]-nya.
“Aku harus cepat-cepat pergi dari sini,” ucap Slatanis dan mulai berjalan keluar dari gang tersebut melalui jalur lain.
Slatanis terus berjalan menjauh dari Gang tersebut, kemudian masuk ke gang lain untuk menonaktifkan sihir [concealment]-nya. Setelah keluar dari gang lain, Slatanis pun kembali lanjut mencari penginapan.
"Fuhhh, ternyata spell aktif yang berlaku layaknya spell sustain, akan menyerap Mana secara terus menerus sampai itu dinonaktifkan kembali," gumamnya sambil terus berjalan.
Concealment adalah sihir tipe aktif, yang dimana ketika di dalam game spell ini memiliki batas waktu selama 30 detik dan batasan berupa, jika sang perapal mulai menyerang targetnya maka spell tersebut akan langsung nonaktif dengan sendirinya.
Beberapa jam kemudian, dan hari pun sudah malam. Slatanis akhirnya menemukan penginapan seharga 15 shill. Penginapan itu bertempat di sisa kandang kuda yang tidak terpakai.
“Akhirnya dapat juga, meskipun harus bersama dengan—”
Nggiiikkk~!
Suara kuda di kegelapan saling bersahutan, sementara Slatanis mencoba untuk tidur di atas tumpukan jerami.
*********
Malam hari di kuil agung di kota Alundris.
“Saya sudah menjelaskan deskripsinya, wahai Grand Cleric Hezekiah yang kudus,” ucap salah seorang kesatria Templar, Rodrik sambil berlutut.
Hezekiah yang sedang berdoa di depan altar pun berdiri, lalu menoleh ke arah Rodrik yang masih berlutut. “Bangunlah saudara Lodrik,” ucap Hezekiah dengan suara agungnya.
Rodrik pun berdiri, lalu menatap Hezekiah dengan hati-hati.
“Seorang anak bangsawan soleh menanggalkan gelarnya demi mengabdikan dirinya kepada El yang maha kuasa. Namun pertanyaannya adalah, apakah dia benar-benar ingin mengabdi sepenuh hati atau karena ingin lari dari tanggung jawab seorang bangsawan?” ucap Hezekiah sambil terus menatap Rodrik.
“Ah ….”
“Baiklah, apapun alasannya, dia telah mengabdi dengan baik,” tambah Hezekiah tersenyum, kemudian memegang bahu kiri Rodrik. “Saya akan memerintahkan dua ratus paladin segera.
“Terima—”
“Tapi … saya akan serahkan kepada saudara Fretlen untuk memimpin perburuan ini,” ucap Hezekiah yang masih memegang bahu Rodrik kembali menghentikan dirinya yang hendak berterima kasih sambil menunduk.
Rodrik dengan wajah bingungnya pun kembali menatap Hezekiah. Mereka berdua pun saling menatap untuk sebentar, kemudian Hezekiah menganggukan kepalanya untuk memberikan tanda kepada Rodrik untuk segera pergi.
************
Keesokan harinya, di pagi hari dan Slatanis baru saja terbangun dari tidurnya.
“Hwaaaah~,” Slatanis menguap sambil meregangkan badannya. “Tidur dengan dada besar saja sudah merepotkan, ditambah dengan tanduk yang membuatku tidak bisa tidur miring, sungguh mengesalkan.”
Slatanis pun berdiri dan melihat sekitar, dan mendapati kuda-kuda sudah tidak ada di sana.
“Sepertinya sejak pagi buta, orang-orang sudah mulai beraktifitas,” ucap Slatanis masih sambil meregangkan badannya. “Tadi sih memang aku sempat mendengar suara lonceng dibunyikan, apakah itu sebagai penanda waktu?”
Slatanis lalu keluar dari kandang kuda tersebut dan selama beranjak dari tempat dimana ia tidur, ia tanpa sengaja dan tanpa sadar menginjak cairan berwarna putih di dekat jerami. Lalu karena ia tidak menyadarinya, ia pun terus berjalan keluar. Setelah sudah berada di luar, ia pun melihat sebuah kerumunan di samping rumah sang penyewa kandang kuda. Itu adalah sang pemilik, pria berkumis tebal berumur sekitar 30 an dan beberapa warga lain sedang membincangkan tentang sesuatu.
“Ada apa sih ramai-ramai?” Gumam Slatanis dan mulai menghampiri kumpulan itu.
Sesaat mendekat, sang pemilik kandang kuda pun menoleh ke arah Slatanis sambil melambaikan tangannya.
“Oh, nona pelanggan, selamat pagi.”
“Oh, pagi pak,” jawab Slatanis sambil tersenyum.
“Mari sarapan, kebetulan saya sudah menyiapkan sarapan untuk anda,” ucap sang pemilik kandang hendak kembali masuk ke rumahnya.
‘Loh bukannya tidak termasuk sarapan ya? hmmm, tapi sayangnya aku entah kenapa masih merasa kenyang,’ Pikir Slatanis.
“Ah iya terima kasih, tidak usah saya sudah kenyang,” ucap Slatanis ragu-ragu.
"Tapi saya sudah menyiapkannya," ucap sang pemilik sambil menoleh dengan ekspresi agak kecewa.
"Ba-baiklah," jawab Slatanis dan mereka berdua pun mulai masuk ke rumah.
Sesaat sampai di meja makan, Slatanis pun dipersilahkan duduk.
“Ngomong-ngomong tadi anda sedang membicarakan apa ya?” tanya Slatanis sembari sang pemilik mempersiapkan sebonggol roti panjang dan keju di atas meja.
“Ah … soal itu, saya sebenarnya tadi mencoba mengalihkan hal itu agar anda tidak ikut mendengar hal tersebut,” ucap sang pemilik. “Saya khawatir anda jadi merasa jijik atau hal lainnya, mengingat wanita secantik— ahem, sepolos anda biasanya tidak pernah menjumpai hal semacamnya.”
“Ow-ke,” Slatanis mengiyakan dengan canggung. “Kalau begitu sebenarnya apa yang sedang kalian bicarakan tadi?”
Sang pemilik tak menjawab dan hanya terdiam sambil melihat ke arah Slatanis, sementara Slatanis berusaha menelusuri pandangan sang pemilik. Sang pemilik terus melihat ke arah Slatanis sambil bertolak pinggang seakan sedang menunggu sesuatu.
‘Apakah ada yang salah dengan cara aku makan? Padahal aku belum mulai memakannya sama sekali,’ pikir Slatanis mengira bahwa sang pemilik sedang memperhatikan cara makannya.
Lalu dengan canggung, Slatanis pun mulai memakan makanan yang sudah disediakan. Suap demi suap ia pun terus memakannya, namun sang pemilik terus memandangnya seakan sedang menunggu sesuatu.
“Waah, ini enak sekali, aku belum pernah makan keju seenak ini sebelumnya,” puji Slatanis dengan canggung.
“Ha? Iya hahaha, saya mendapatkannya langsung dari penyuplai terbaik di kota,” balas sang pemilik sambil tersenyum.
Setelah makanan yang disediakan habis, sang pemilik masih memandang Slatanis.
‘Ada apa dengannya? Aneh sekali,’ pikir Slatanis sambil mulai berdiri sambil memandang tingkah aneh sang pemilik. ‘Kalau begini jadinya, aku harus keluar cepat-cepat sebelum akhirnya dia mulai bertingkah yang tidak-tidak.’
“Terimakasih atas makanannya,” ucap Slatanis tersenyum dan hendak berjalan keluar.
“Ke-kenapa?” ucap sang pemilik dengan tatapan merasa tidak percaya.
“Kenapa apanya?” tanya Slatanis.
‘Oh, apakah dia menunggu pujian? Atau … tip, mungkin?’ Pikir Slatanis dan mulai merogoh kantongnya.
“Terima kasih, makanannya sungguh lezat,” ucap Slatanis sambil menaruh 10 shill di atas meja dan langsung berbalik menuju pintu keluar.
“Tu-tunggu!” Teriak sang pemilik sambil berlari dan langsung memeluk Slatanis dari belakang.
“Arghh lepaskan!” ucap Slatanis melepaskan pelukan sang pemilik. “Dasar aneh!” lanjutnya sambil melototinnya.
Ketika Slatanis hendak melangkah tiba-tiba kepalanya sakit dan kakinya menjadi lemas. Ia pun terjatuh dengan bertekuk lutut.
“Hahhh~ akhirnya, aku tidak pernah mengira bahwa racun pelumpuh raksasa akan bekerja selama ini terhadapmu mengingat kamu adalah semi-minotaur. Tapi kok mengapa ini membutuhkan waktu yang lebih lama ya? Padahal untuk melumpuhkan seorang minotaur pun, hanya membutuhkan dua detik untuk racun ini bisa langsung bekerja,” ucap sang pemilik dan mulai memutari Slatanis yang sudah berlutut.
‘Tunggu! Racun!? Ah sial, aku baru ingat! Aku tidak memiliki resistansi terhadap racun! Sial! Dasar karakter bapuk! Hah hahhh hahhhh, kakiku … **** kakiku tidak bisa digerakkan,’ pikir Slatanis.
Sang pemilik pun langsung duduk di depan Slatanis dan mulai menyentuh setiap jengkal tubuhnya. Kemudian secara perlahan, ia juga mulai membuka pakaian Slatanis sambil membaringkannya.
‘Ta-tanganku! Tanganku tidak bisa digerakkan! Bahkan aku tidak bisa merasakan Mana-ku, sial sial sial!’ Pikirnya sambil berusaha menggerakan tangannya.
Slatanis pun perlahan kehilangan seluruh sensor motoriknya. Kakinya, tangannya bahkan lidahnya tidak bisa digerakkan. Ia saat ini hanya bisa bernafas dan mengedipkan mata. Seluruh tubuhnya telah lumpuh, sampai-sampai kemampuannya dalam merasakan fitur-fitur yang tersisa dari game pun hilang. Ia bahkan tidak bisa merasakan Mana nya.
‘Dunia ini … sungguh berbahaya,’ pikir Slatanis dengan tatapan kosongnya.
Kemudian ditengah itu semua, sang pemilik masih berusaha membuka pakaian Slatanis yang seakan menempel dengan kulitnya. Setiap kali kancing baju Slatanis terlepas, itu langsung terpakai kembali. Itu semua terjadi karena Slatanis mengenakan pakaiannya langsung menggunakan fitur inventory.
Selain itu, ia bahkan tidak bisa menyentuh kulit yang terekspos pada pakaian tersebut seakan ada sebuah pelindung transparan yang melindungi kulit-kulit itu. Tentu itu terjadi karena terdapat parameter pertahanan yang terprogram di dalam pakaian tersebut, kecuali bagian kepala. Sang pemilik masih bisa menyentuh bagian kepala Slatanis karena tidak adanya pelindung kepala yang terpasang.
“Kkkhhhh, sial! Ada apa dengan pakaianmu ini??!! Sihir macam apa ini??!” Sang pemilik tampak kesal. "Aku bahkan ... Keuh— sama sekali tidak bisa menyentuh kulitmu!! Sumpah! ini membuatku sangat kesal!"
'Sial sial sial! Ini sungguh mimpi buruk!' pikir Slatanis sementara dirinya tidak bisa apa-apa.
Kemudian Slatanis yang sudah lumpuh total pun memaksakan tubuhnya untuk tersenyum miring saat menyadari sang pemilik tidak mampu melepaskan pakainnya.
“Sialan!”
Buk!
Sang pemilik memukul perut Slatanis, dan Slatanis tidak mampu merespon pukulan itu.
“Tch, baiklah … untuk sekarang, aku akan mengurungmu di rubanah,” ucap sang pemilik sambil menggendong Slatanis di bahunya lalu membawanya ke rubanah.
Selama perjalanan kebawah ia pun berkata, “mulai sekarang lebih baik kamu tahu namaku sebelum aku menikmati tubuhmu itu, kikikiki. hahh~ fuhhh, aku akan bersenang-senang malam ini sampai pagi sepertinya. Hmmm, oh iya, namaku adalah Rey, dan panggil aku dengan nama itu setiap kali aku memanfaatkanmu nanti kikikiki.”
Sang pemilik atau Rey pun mulai menuruni tangga rubanah, lalu menoleh ke arah Slatanis yang tidak menjawab sama sekali dan mulai menjambak rambutnya dan mulai mengangguk-anggukkan kepala Slatanis.
“Baiklah tuan rey, aku akan menurutimu,” ucap Rey sambil berusaha meniru suara Slatanis.
Sesampainya di rubanah, terlihatlah jeruji-jeruji penjara. Sementara di dalam penjara itu terdapat banyak wanita yang sudah terlihat menyedihkan terbelunggu lemas.
Kemudian setelah membuka pintu penjara, Rey pun melempar tubuh Slatanis ke dalam penjara tersebut sambil berkata. “Bersikaplah!" bentaknya. "hmmm, entah kenapa aura kamu sangat berbeda dengan wanita-wanita lain, itu seakan menarik bir*ahi ku dengan begitu kuat, apakah kamu seorang iblis penggoda?”
“Ya mau apapun kamu, sekarang kamu adalah propertiku, maka bersikaplah dan tunggulah disini sebentar, aku akan mengambil sesuatu untuk membuka pakaian menyebalkanmu itu,” ucap Rey sambil mengunci kembali penjara.
Sementara Slatanis ditinggal sendirian, dengan pandangannya hanya bisa terpaku pada satu arah karena kelumpuhan total, ia bisa melihat di penjara lain bahwa ada wanita-wanita lain yang bertelanjang dan terbelenggu lemas.
'Tolong ... siapapun, tolong aku!’ Pikirnya berusaha berteriak, namun seluruh tubuhnya kecuali organ dalam tidak ada yang bisa digerakan.
**********
Bersambung ….
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments