#3 - Keputusan dari Kesatria Ordo Templar

Para kesatria Templar yang dipimpin oleh Priest Fretlen pun mulai mencari tanda-tanda bekas ritual pemanggilan. Ditengah pencarian, Priest Fretlen sebagai satu-satunya yang bisa menggunakan sihir pun mampu merasakan jejak Mana di sekitar gua.

“Apa yang sebenarnya mereka panggil sampai-sampai membuat mereka kehilangan nyawa?” Gumam Fretlen bertanya-tanya sambil memeriksa altar pengorbanan, kemudian menoleh ke arah para mayat. “Bahkan di antara mereka, hanya hitungan jari yang bisa menggunakan sihir.”

Dari mayat yang bergelimpangan, Fretlen bisa merasakan di antara mereka yang memiliki mana.

“Apakah itu karena mereka kekurangan Mana sehingga menggunakan jiwa sebagai gantinya?” ucap Fretlen. “Jika iya, makhluk macam apa yang mereka panggil?”

Fretlen kemudian berjalan keluar menuju mulut gua. Kemudian sesampainya di sana, di antara para mayat, ia pun mulai mengucapkan mantra sihir dengan berkomat-kamit. Tiba-tiba aura biru menyebar dari dirinya.

“Kena kau,” ucap Fretlen sesaat aura biru itu membentuk sebuah garis seperti jejak di permukaan tanah. “Dengan begini kita hanya butuh memanggil ordo paladin untuk mengurusnya.”

“Saudara Fretlen, apa yang baru saja anda lakukan?” tanya Rodrik yang sudah turun dari kudanya.

“Saya menggunakan sihir untuk membaca jejak Mana dari makhluk lain dan inilah hasilnya,” jelas Fretlen lalu menunjuk ke arah garis biru di atas permukaan tanah. “Dan ini adalah jejak makhluk yang mereka panggil.”

“Luar biasa,” ucap Rodrik. “Kalau begitu tunggu apa lagi, mari kita tangkap makhluk itu.”

“Tunggu, sepertinya kita tidaklah cukup untuk menangkap makhluk itu,” ucap Fretlen kemudian menoleh ke arah mayat yang bergelimpangan. “Makhluk itu sangat kuat, sampai-sampai membutuhkan ratusan jiwa untuk memanggilnya kesini.”

“Hmmm, tapi kita tidak pernah tahu, bukan?” ucap Rodrik dan mulai naik kembali ke kudanya yang sejak tadi dipegang oleh kesatria lain.

“Oleh karena itu kita tidak seharusnya melawan makhluk itu,” ucap Fretlen mencoba menghentikan kuda Rodrik. “Lagipula, tugas kita hanyalah untuk memburu para pagan bukan melawan monster atau daemon seperti ordo paladin, atau bahkan makhluk hasil sihir pemanggil yang bahkan kita tidak tahu seperti apa.”

“Saudara Fretlen, aku telah berada di medan perang bahkan jauh sebelum anda mulai menjadi priest. Maka percayalah dengan kemampuanku dan juga anggota kesatria lain. Tunggu, jangan bilang, apakah anda meremehkan kesatria ordo templar?” ucap Rodrik dan membuat Fretlen menyerah dan terdiam seribu kata.

Mereka pun mulai berjalan menuju jejak yang telah ditunjukan oleh Fretlen.

**********

Slatanis saat ini sedang duduk di pinggir danau sambil mendinginkan kakinya.

“Hmmm aku ingin berenang, tapi aku belum tahu ada makhluk apa di danau ini,” gumam Slatanis sambil melamun dan menggoyang-goyangkan kedua kakinya di air.

Slatanis kemudian berdiri dan mulai membuka inventory nya yang berupa lubang hitam seukuran kepala, namun bisa berubah ukurannya tergantung dari barang apa yang dikeluarkan atau dimasukkan. Dari sana ia dapat merasakan benda-benda apa saja yang ada di dalamnya dengan sangat akurat dan pasti, tanpa adanya tampilan layar dan tulisan-tulisan.

“Hap!” Slatanis Tiba-tiba bertelanjang penuh. “Hehehe, ternyata bisa.”

Slatanis baru saja menggunakan fitur di inventory nya, yakni memakai dan melepas secara langsung seperti halnya di game.

“Dan hal ini pula lah yang membuat aku menjadi semakin ragu, apakah dunia ini dari woc atau bukan.”

Slatanis kemudian secara perlahan mencoba menoleh ke bawah, dan pandangannya pun tertutup oleh dua gunung kembarnya. Warna merah merona dari ujung pegunungannya juga terlihat begitu lembut dan imut.

“Wow,” Slatanis tertegun, kemudian secara perlahan kedua tangannya mulai menyentuh gunung. “Hmmm kenyal seperti pada umumnya. Selain itu, bukankah di dalam game hal seperti ini tidak ada ya? Tapi mungkin karena ini adalah dunia nyata, restriksi umur pun juga tidak berlaku. Seperti halnya cooldown pada spell dan skill.”

“Hnggh~,” des*ah Slatanis tiba-tiba ketika jarinya menyentuh spot yang sensitif secara tidak sengaja. “Wah gawat, aku seharusnya tidak melakukan ini.”

Dan ia pun kembali mengenakan pakaiannya.

“Lalu bagaimana dengan restriksi dan penalti pada item dan equipment?” Gumam Slatanis. “Jika hal tersebut tidak ikut terimplementasikan ke dalam dunia ini, maka itu sangat menguntungkan untukku.”

Restriksi adalah sebuah larangan atau batasan yang ada di setiap kelas dan ras. Hal ini ada di dalam game semata untuk penyeimbang. Sebagai contoh adalah kelas mage yang tidak bisa menggunakan pedang dan busur kecuali terdapat enchantment tertentu, atau ras Daemon yang tidak bisa menggunakan artefak berelemen suci kecuali terdapat enchantment tertentu.

Sementara pinalti adalah sebuah pembatasan atau hukuman yang ada pada efek-efek tertentu. Seperti contohnya adalah sebuah pedang yang memiliki efek enchantment [dark element] yang hanya bisa aktif jika penggunanya adalah ras daemon, devil, undead ataupun vampire. Jika di luar itu, maka efek tersebut tidak akan aktif.

Slatanis pun mengeluarkan sebuah pedang biasa, kemudian mulai menggunakannya dan mengayunkannya ke depan. Pedang tersebut pun tidak jatuh dari tangannya. Kemudian untuk menambah rasa yakin nya, ia pun mencoba menebas pohon.

Fuuuzzz!

Pohon terkena kerusakan sabetan pedang yang cukup dalam.

“Wow,” ucap Slatanis terpukau. “Ternyata restriksi tidak berlaku di dunia nyata. Selanjutnya adalah penalti.”

Ia pun mengeluarkan senjata lain. Itu adalah pedang falchion dengan bilah berwarna hitam, dan dengan efek petir hitam yang menyelimuti pedang tersebut. Di dalam pedang ini terdapat tiga enchantment dengan satu enchantment terbatas hanya untuk kelas warlock dan battlemage.

Enchantment pertama adalah sihir tingkat 7 [Hell Lightning] yang terbatas untuk ras Daemon atau lebih tinggi. Enchantment kedua adalah sebuah efek berupa [unbreakable] yang tidak memiliki batasan. Sedangkan enchantment ketiga adalah sihir tingkat 8 [death curse] yang terbatas untuk warlock dan battlemage. Secara keseluruhan pedang ini memiliki batasan pengguna oleh kelas Mage saja, dan jika digunakan oleh selain dari itu, maka efek-efeknya tidak akan ada yang aktif.

Pedang ini bernama, Azazel’s Heritance. Pedang ini adalah costume weapon, yang dimana seseorang lah yang membuatnya daripada didapatkan dari hasil hadiah quest ataupun raid. Meskipun pedang ini adalah buatan player, pedang ini nyatanya memiliki serangan fisik dan mampu memberikan kerusakan sebesar tingkatan Mythical Artifact. Dan Slatanis mendapatkan pedang ini dari bayaran hasil ERP nya bersama dengan gaymer kesepian.

“Yaps, dua lainnya aktif tanpa kendala kecuali [death curse],” ucap Slatanis tampak kekecewaan di wajahnya. “Sepertinya penalti masih berlaku di dunia nyata.”

Dengan wajah kecewanya, ia pun mengacungkan senjatanya ke depan dengan malas, kemudian mengayunkan pedang itu secara diagonal dari atas kanan ke kiri bawah.

Wuuzhhhh!

Angin yang dihasilkan oleh pedang tersebut memotong beberapa pohon di depannya sekaligus menghanguskan pohon-pohon tersebut layaknya tersambar petir dengan enchantment [hell lightning] yang terimplementasikan di dalam nya. Petir-petir yang menyambar pepohonan tersebut terlihat masih menyambar-nyambar area sekitar.

“Bahaya sekali nih senjata,” ucap Slatanis.

‘Mumpung sudah terlanjur seperti ini, aku akan mencoba menggunakan dua senjata yang seharusnya tidak bisa digunakan secara dual,’ pikirnya sambil mengeluarkan tongkat sihirnya.

Tongkat sihir itu memiliki gagang berwarna merah muda, dengan ujungnya terdapat bola kristal yang berwarna merah muda juga. Tongkat sihir ini memiliki serangan dasar berupa sihir tingkat 5 [Shockwave Bullet]. Sihir ini berupa bola transparan yang ditembakkan ke sasaran, kemudian sesaat bola-bola tersebut menyentuh sasaran, maka gelombang kejut pun tercipta.

Sihir ini memiliki efek berupa drawback kecuali musuh memiliki medium tier physical resistance atau immunity, dan sedikit poin kerusakan. Untuk serangan dasar, ini cukuplah berguna, apalagi bagi seorang mage yang selalu berusaha untuk menjauhkan musuh darinya.

Tongkat sihir ini adalah hasil dari quest yang dilakukan oleh Slatanis dengan tingkatan kelas Rare Artifact. Tingkat sihir ini bernama, Protector of Fragile Succubus.

“Di dalam game, menggunakan dua senjata yang seharusnya tidak bisa digunakan sebagai duality adalah hal yang tidak bisa dilakukan. Oleh karena itu, aku selalu memainkan taktik switch weapon setiap kali keadaan berubah menjadi tidak menguntungkan.” ucap Slatanis sambil mengarahkan pedangnya yang ada di tangan kanannya ke depan dengan tetap memegang tongkat sihirnya di tangan kiri.

Wuzhhh!! Blar!!

Secara bersamaan, Slatanis menyabet pedangnya dan menghasilkan efek yang sama seperti sebelumnya sambil menembakkan sihir dari tongkatnya dengan sihir yang berhasil keluar.

“Oke, berarti aku tetap bisa menggunakan keduanya tanpa menggunakan taktik switch weapon, hehehe,” kekeh Slatanis.

Sementara itu, tidak jauh dari tempat Slatanis mencoba senjata-senjatanya, empat puluh kesatria templar dan seorang priest menyaksikan hal menakutkan tersebut.

“Bagaimana? Masih mau menyerang makhluk seperti itu?” tanya Fretlen ke Rodrik.

“Hmmm, sepertinya lebih baik kita serahkan saja semuanya ke paladin. Mari kita kembali,” ucap Rodrik dengan tenang namun tampak wajahnya khawatir. “Aku tidak pernah mengira seorang half-Minotaur bisa sekuat itu.”

“Iya … seperti yang kita tahu, minotaur adalah ras dengan kekuatan fisik terkuat di dunia. Bahkan Troll dan Raksasa tidak mampu menandingi mereka,” ucap Fretlen menambahkan. "Ditambah, tampaknya makhluk itu memiliki kekuatan sihir juga."

**************

Slatanis pun berhenti melakukan kegiatan percobaanya, sedang semuanya sudah dipastikan secara pasti meskipun hasilnya tetap ambigu.

“Satu hal yang mesti dipastikan bahwa apakah dunia ini adalah woc atau bukan yaitu dengan pergi ke pemukiman atau kota-kota, lalu mengenali namanya. Iya … sepertinya itu akan cukup mudah untuk dilakukan,” ucap Slatanis.

‘Semoga saja penduduk di dunia ini tidak ada yang bermasalah dengan tanduk ini,’ pikir Slatanis sambil memegang kedua tanduknya.

“Baiklah … [fly]!” Slatanis Pun menggunakan sihir terbangnya dan mulai lepas landas dan terbang melaju menuju arah yang tidak tentu untuk mencari pemukiman.

Beberapa saat kemudian, ia pun sampai di luar tepatnya di pinggir hutan. Dari atas, ia mampu melihat cakrawala dengan jelas dan dari sana ia mendapati sebuah kota berbenteng dari kejauhan.

“Hahhh~ akhirnya ketemu juga,” ucap Slatanis merasa lega, kemudian menoleh ke bawah. “Hmmm, apakah itu sebuah jalan utama? Lebih daripada itu, jalanan itu tersusun dari bebatuan alam … yaps, sepertinya dunia ini berada zaman abad pertengahan.”

‘Tapi bagaimana cara masuk ke kota itu? Aku khawatir mereka akan menanyakan tanda pengenalku,’ pikir Slatanis. 'Aku bisa saja sih terbang ke sana, tapi bagaimana jika mereka memiliki pertahanan udara yang menggunakan sihir?'

Slatanis pun menoleh ke kiri, dan dari kejauhan terlihatlah sebuah rombongan yang tampaknya seperti sekelompok karavan. Lalu untuk lebih memperjelas dan memperdekat penglihatan seperti sebuah teropong, ia pun menggunakan sihir tingkat 6 nya yang bernama [eagle eye].

“Sepertinya mereka adalah sekelompok karavan dengan … satu … dua … ada 12 gerobak karavan, dan di sekitar mereka adalah, wah … ternyata di dalam kelompok itu tidak hanya ada manusia saja, hehehe syukurlah mereka beragam, yang mana itu mengindikasikan bahwa mereka tidak akan menghakimi tandukku,” ucap Slatanis, kemudian mendarat ke pinggir jalan.

‘Baiklah, daripada harus bertaruh dengan nyawa untuk ke kota itu, sementara aku masih belum tahu seberapa maju sihir mereka. Apalagi mengingat dunia ini juga memiliki spesies atau ras lain selain manusia,’ pikir Slatanis sambil berdiri menunggu karavan itu untuk sampai.

“Tunggu dulu, lalu bagaimana dengan bahasa yang mereka gunakan?” Gumam Slatanis. “Tsk, persetan dengan bahasa, jaman dulu pun bangsa-bangsa tidak ada yang langsung bisa saling mengerti satu sama lain.”

Slatanis pun mulai menunggu … dan ia menunggu dengan cukup lama.

“Aahhh~ kenapa lama sekali,” ucap Slatanis sambil duduk di rerumputan.

Sampai akhirnya karavan itu sudah berada di dekatnya. Slatanis pun spontan langsung berdiri, dan langsung menunjukkan jempolnya ke jalan. Namun tidak seperti di dunia modern yang memiliki kendaraan dengan kecepatan tinggi. Di dunia ini, mereka masih menggunakan gerobak dan kuda, sehingga Slatanis pun malah menunggu cukup lama sementara ia terus mengangkat jempolnya ke depan.

“Oke, entah kenapa ini sangat memalukan,” ucap Slatanis sambil melihat ke arah karavan yang bergerak dengan lambat.

Sekelompok karavan berikut dengan para pengawal dari berbagai ras pun akhirnya sampai di dekat Slatanis. Di antara pengawalnya, terdapat para Orc, Dwarf, manusia dan Lizardman. Sedangkan para pembawa karavan adalah para manusia dan catfolk.

“Dunia fantasi memang yang terbaik,” gumam Slatanis tersenyum lebar dengan perasaan semangat.

“Hei, kenapa wanita seperti kau sendirian saja disini?” tanya seorang lizardman pengawal.

“Apakah kamu tersesat nona?” tanya seorang Manusia pengawal.

‘Entah kenapa aku bisa mengerti perkataan mereka,’ pikir Slatanis sementara ekspresinya masih terpukau.

“Hmmm, bolehkah saya bergabung dengan kalian?” tanya Slatanis.

“Ya, silahkan. Jika kamu ingin ke kota Alundris, itu pun,” ucap seorang Catfolk pembawa karavan.

'Alundris? Ah, nama itu bukan berasal dari WoC. Jadi ... dunia ini adalah dunia lain huh?' Pikir Slatanis.

“Ah, terima kasih,” ucap Slatanis dan mulai berjalan bersama rombongan tersebut.

Slatanis pun mulai ikut berjalan bersama mereka menuju kota Alundris.

**************

Bersambung ....

Urutan kelas/rank/tingkatan equipment dan item : Common < Uncommon < Rare < Highly Rare < Super Rare < Epic < Rare Artifact < Epic Artifact < Legendary < Mythical < Legendary Artifact < Mythical Artifact < God/Divine < god/divine Artifact.

Urutan tingkatan spell : tingkat 1 sampai 10 || urutan tingkatan skill dan efek pasif : Low Tier sampai High Tier.

Episodes
1 #1 - Transmigrasi
2 #2 - Putri Menjadi Slatanis
3 #3 - Keputusan dari Kesatria Ordo Templar
4 #4 - Menuju Kota Dagang Alundris
5 #5 - Balada sang Pemilik Kandang Kuda
6 #6 - Gelap
7 #7 - Rubanah Kuil Agung
8 #8 - Rencana Tiga Grand Cleric
9 #9 - Menjadi 100% Slatanis
10 #10 - Slatanis Menjalin Koneksi
11 #11 - Slatanis dan Lilith
12 #12 - Slatanis dan Raphaela dan Lilith
13 #13 - Pengalaman Pertama Roland Bellwyne
14 #14 - Kesepakatan Baru dengan Bellwyne
15 #15 - Perpustakaan Bellwyne
16 #16 - Perbedaan Kejadian Di Antara Dua Rumah
17 #17 - Semua Orang Memiliki Rencana
18 #18 - Hari Membosankan Yang Berubah Menjadi ....
19 #19 - Interogasi Sang Penyihir Mata-mata
20 #20 - Waktu Senggang
21 #21 - Sebelum Perhelatan
22 #22 - Informasi dari Bawahan
23 #23 - Latihan Dansa dan Menyambut Keluarga Kerajaan
24 #24 - Slatanis dan Rodrik
25 #25 - Roland Blunder
26 #26 - Acara Syukuran I
27 #27 - Acara Syukuran II
28 #28 - Acara Syukuran III
29 #29 - Acara Syukuran IV
30 #30 - Acara Syukuran V
31 #31 - Acara Syukuran VI
32 #32 - It Should've Been His First
33 #33 - Awal dari Sebuah Masalah
34 #34 - Monster di Neverhive
35 #35 - Bertemu dengan Samuel dan Amy
36 #36 - Patroli dan Rasa Lapar
37 #37 - Dicken Dorton
38 #38 - Die A Hero
39 #39 - Pasca Pembersihan Monster
40 #40 - Crying Lady
41 #41 - Ladies Time
42 #42 - Hutan Gloria I
43 #42 - Hutan Gloria II
44 #43 - Dua Mata Koin
45 #44 - Bottleneck Operation : Initiated
46 #45 - Bellwyne vs Waldengrace
47 #46 - Bellwyne vs Waldengrace II
48 Pengumuman cuti sebentar
Episodes

Updated 48 Episodes

1
#1 - Transmigrasi
2
#2 - Putri Menjadi Slatanis
3
#3 - Keputusan dari Kesatria Ordo Templar
4
#4 - Menuju Kota Dagang Alundris
5
#5 - Balada sang Pemilik Kandang Kuda
6
#6 - Gelap
7
#7 - Rubanah Kuil Agung
8
#8 - Rencana Tiga Grand Cleric
9
#9 - Menjadi 100% Slatanis
10
#10 - Slatanis Menjalin Koneksi
11
#11 - Slatanis dan Lilith
12
#12 - Slatanis dan Raphaela dan Lilith
13
#13 - Pengalaman Pertama Roland Bellwyne
14
#14 - Kesepakatan Baru dengan Bellwyne
15
#15 - Perpustakaan Bellwyne
16
#16 - Perbedaan Kejadian Di Antara Dua Rumah
17
#17 - Semua Orang Memiliki Rencana
18
#18 - Hari Membosankan Yang Berubah Menjadi ....
19
#19 - Interogasi Sang Penyihir Mata-mata
20
#20 - Waktu Senggang
21
#21 - Sebelum Perhelatan
22
#22 - Informasi dari Bawahan
23
#23 - Latihan Dansa dan Menyambut Keluarga Kerajaan
24
#24 - Slatanis dan Rodrik
25
#25 - Roland Blunder
26
#26 - Acara Syukuran I
27
#27 - Acara Syukuran II
28
#28 - Acara Syukuran III
29
#29 - Acara Syukuran IV
30
#30 - Acara Syukuran V
31
#31 - Acara Syukuran VI
32
#32 - It Should've Been His First
33
#33 - Awal dari Sebuah Masalah
34
#34 - Monster di Neverhive
35
#35 - Bertemu dengan Samuel dan Amy
36
#36 - Patroli dan Rasa Lapar
37
#37 - Dicken Dorton
38
#38 - Die A Hero
39
#39 - Pasca Pembersihan Monster
40
#40 - Crying Lady
41
#41 - Ladies Time
42
#42 - Hutan Gloria I
43
#42 - Hutan Gloria II
44
#43 - Dua Mata Koin
45
#44 - Bottleneck Operation : Initiated
46
#45 - Bellwyne vs Waldengrace
47
#46 - Bellwyne vs Waldengrace II
48
Pengumuman cuti sebentar

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!