Bertemu

Sesampainya di mall, Mela langsung memilih beberapa baju yang tidak terlalu mahal. Sedangkan Rafli hanya duduk sembari memainkan ponselnya.

"Hai, Mel, apa kabar?"

Seorang pria datang menghampiri Mela.

"Doni? Kabar aku baik, kabar kamu gimana?"

"Baik, gimana kabar Lisa?" tanya Doni.

Mendengar nama Lisa, sontak wajah Mela berubah masam. "Oh, dia bentar lagi mau nikah."

"Hah? Nikah? Yah, aku terlambat dong." Doni memasang wajah lesu.

"Ya mau gimana lagi, dia udah dapet jodoh."

"Iya, hehehe. Oh ya, selamat atas pernikahan kamu, ya, maaf, aku nggak bisa dateng. Kemarin, baru pulang dari luar kota."

"Eh, iya, nggak papa." Mela mencoba tersenyum.

"Mumpung kamu di sini, ini hadiah dari aku, ya." Doni menyerahkan dua lembar uang ratusan ribu pada Mela. "Maaf, nggak dimasukin amplop."

"Ah, kamu repot-repot segala. Makasih loh ya, nanti kalo kamu nikah, jangan lupa undang aku." Mela langsung mengantongi uang yang diberikan Doni.

"Oh ya, denger-denger suami kamu manager, ya. Dari perusahaan mana? Siapa tau papa aku kenal," ucap Doni.

"Aku nggak tanyain sih dari perusahaan mana. Tuh dia lagi duduk di sana." Mela menunjuk Rafli yang sedang duduk memainkan ponselnya.

"Itu, Mel? Yang pake baju biru?" tanya Doni ingin meyakinkan.

"Iya, yang duduk di situ kan cuma dia."

"Kok kayak kenal, ya? Tapi dimana?" Doni mencoba berpikir.

"Mungkin kamu pernah ikut papamu ke kantor kali, atau pas lagi meeting."

"Ah, nggak pernah. Aku nggak pernah ikut papa aku, apalagi ke kantor. Kamu kan tau, aku sibuk ngurusin rental mobil aku."

"Ya udah, samperin sana, ajak kenalan," ujar Mela.

Doni pun berjalan mendekati Rafli yang masih asyik memainkan ponselnya.

"Mas, suaminya Mela, ya?" tanya Doni saat sudah berada di hadapan Rafli.

Rafli mendongakkan kepalanya, melihat siapa yang menyapanya. Seketika matanya membulat, terkejut melihat orang yang ada di depannya.

"Oh, anu, iya," ucap Rafli gugup.

"Mas, kok kayaknya kita pernah ketemu, ya, saya nggak asing sama wajah Masnya." Doni mencoba meneliti wajah Rafli.

"Ketemu dimana, Mas? Salah orang kali, hahaha. Saya nggak merasa pernah ketemu sama Mas," sahut Rafli.

"Saya emang orangnya rada lupa sih. Tapi kayaknya saya emang bener-benar pernah lihat Mas." Doni masih kekeh.

"Mas, mungkin salah orang. Apalagi Mas bilang rada lupa. Kalau Mas lihat saya, berarti Mas ada di perusahaan besar."

"Iya, ya. Oh ya, Mas, katanya kamu manager, ya. Dari perusahaan mana? Kali aja kenal sama papa saya."

"Oh, maaf, kalau itu saya nggak bisa kasih tau ke sembarang orang, soalnya saya salah satu bagian penting perusahaan. Kalau Masnya juga kerja kantoran, baru saya kasih tau. Emm udah dulu, ya, Mas, saya mau ke toilet." Rafli pun pergi ke toilet untuk menghindari Doni.

"Aduh, bisa gawat kalau itu orang inget muka gue."

"Loh, Don, Mas Rafli mana?" tanya Mela yang sudah selesai belanja.

"Ke toilet. Kok suami kamu aneh, ya, Mel. Masa aku tanya kerja di perusahaan mana, dia nggak kasih tau hanya karena aku bukan orang yang kerja kantoran."

"Ya mungkin aja itu privasi kerjaannya, Don."

"Kamu coba cari tahu deh, Mel, kayaknya ada yang aneh sama suami kamu."

"Udah deh, Don, mending kamu urus aja diri kamu. Lagian aku percaya kok sama Mas Rafli. Buktinya, dulu dia sering gonta-ganti mobil setiap kami jalan."

"Oh, gitu, ya. Ya udah deh, maaf ya, Mel. Kalau jumpa Lisa, sampaikan salam ku sama dia, ya." Doni pun berlalu pergi.

"Aneh banget si Doni. Padahal jelas-jelas Lisa udah mau nikah, masih aja ngejar-ngejar. Kenapa sih, semua cowok yang dulu aku suka, pasti sukanya sama Lisa. Padahal aku lebih diatas Lisa. Tapi udahlah, yang penting aku udah dapat suami manager." Mela pun berlalu pergi keluar dari toko tersebut. Ia mengeluarkan ponselnya, lalu mencoba menelepon Rafli.

Namun tiba-tiba saja Rafli datang menghampirinya.

"Kamu darimana sih, Mas?"

"Dari toilet, kebelet tadi."

"Jadi, udah ketemu sama Doni? Dia aneh banget, masa katanya kamu meragukan sih."

"Halah, nggak usah dipercaya, Sayang. Mungkin aja dia iri."

"Iya, juga, ya. Ya udah, yuk, kita makan dulu," ajak Mela.

Mereka pun menuju ke tempat makan yang ada di sana.

Namun, ketika melewati toko Mas, mereka melihat Amar dan Lisa dengan memilih cincin. Merasa ini kesempatan bagus untuk pamer, Mela memilih menghampiri mereka.

"Hai Lisa, Amar. Lagi beli cincin, ya?" tanya Mela ketika sudah berada di dekat mereka.

"Eh, Mela, iya, Mel," sahut Lisa setenang mungkin. Ia harus ingat pesan Amar untuk tidak sedih saat bertemu mereka.

"Kok belinya di sini? Kalian mampu? Mau aku tunjukin tempat jual perhiasan imitasi? Itu dijamin murah, lho, nggak ngabisin duit hasil hutang kalian."

"Maaf, tapi insya Allah kami nggak berhutang atau menjual tanah," sahut Amar datar.

"Heh, sombong banget kamu. Udah miskin, belagu." Mela bersungut-sungut.

"Tapi memang kenyataannya kami nggak berhutang. Selama ini aku menabung untuk wanita yang akan aku nikahi. Insya Allah, emas dan uang untuk pernikahan nggak dari hasil hutang atau jual tanah."

"Ya iyalah nggak jual tanah, kamu kan nggak punya tanah, rumah aja ngontrak, kerja kuli bangunan yang nggak menjamin. Kayak suamiku dong, manager." Mela mulai memamerkan Rafli.

"Tapi seenggaknya aku menikahi calon istriku dengan uang hasil jerih payahku sendiri. Nggak membebani calon mertuaku. Apalagi kalau sampai menjual harta demi pesta mewah."

"Kamu nyindir aku, ya." Mela mulai terpancing emosi.

"Enggak, tapi kalo kamu merasa, berarti kamu seperti itu."

"Halah, udah miskin belagu pula."

"Mel, udahlah, jangan berantem di sini, malu dilihat orang, ayo kita pergi," ajak Rafli.

Pandangan mata Amar tertuju pada Rafli sekarang. "Bilang pada istrimu, kalau kami nggak peduli pada apa yang dia pamerkan. Kalau nggak keberatan, kami mau beli cincin, pergilah, atau kamu mau beli cincin juga?" tanya Amar.

"Nggak, saya kalau beli perhiasan di tempat yang mahal, bukan sini. Ayo, Mel, nanti aku belikan kamu berlian mahal." Rafli menggandeng tangan Mela.

"Jadi seperti itu orang yang dulu sempat akan menjadi suamimu? Menggelikan." Amar terkekeh.

Lisa hanya tersenyum. Ia cukup puas dengan cara Amar membungkam Mela yang terus saja menyombongkan dirinya.

Sementara itu, Mela dan Rafli sedang duduk sembari menunggu pesanan datang. Tiba-tiba, ponsel Rafli berdering.

"Bentar, Sayang, dari bos aku," ucap Rafli sambil meninggalkan Mela mencari tempat yang tak terlalu berisik.

"Ya, halo, Pak."

"Oh, iya, Pak, lusa saya akan ke sana."

Setelah mematikan panggilan, Rafli pun bermaksud kembali ke dalam.

Namun, baru saja ia melangkah, ia dikejutkan dengan seorang pria yang ia kenal.

Melihat pria itu, Rafli langsung mengambil langkah seribu. Ia berlari meninggalkan pria itu dan mencari tempat persembunyian.

"Woy, bayar hutang Lo!!" Pria itu mengejar Rafli, namun Rafli sudah terlanjur sembunyi sehingga ia memutuskan untuk pergi.

Terpopuler

Comments

Yunerty Blessa

Yunerty Blessa

aduh Rafli melarikan diri daripada membayar hutang 😏

2024-04-10

0

pengayom

pengayom

hahahaha kamu selamat dari rafli Lisa

2024-03-26

0

Evy

Evy

teman mela yang punya rental mobil.pelit amat...cuma ngasih 200ribu..

2024-03-21

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!