Romlah pun tersenyum. "Kau sedang tersenyum?" tanya Rain.
"Tuh kan, loe ketawa aja gue ga bisa liat. Bener kan kata gue? Apa salah kalo gue minta loe buka cadar loe?"
"Tidak ada yang salah Tuan Rain, tapi bagaimana aku bisa memperlihatkan wajahku pada laki-laki yang bahkan tidak yakin denganku?"
Rain kemudian mengerutkan hidungnya karena saking terkejutnya, bukan kening yang dia kerutkan tapi hidung biar lebih gaul dikit. Perasaan bahagia yang tadi dirasakan olehnya seketika tiba-tiba hilang, hilang begitu saja, rasanya bahkan membuat dirinya begitu kecewa, layaknya ditinggal pas lagi sayang-sayange. Rain kemudian menatap Romlah yang kini masih berdiri di depannya, berdiri dengan penuh keyakinan.
'Jadi, dia belum percaya ama gue?' batin Rain.
"Apa maksudmu? Apa ini artinya kau belum mau membuka cadarmu untukku?"
"Tuan Rain, sebelumnya aku memiliki janji pada diriku kalau semua yang kumiliki, semua yang ada pada diriku hanya akan kuberikan pada suamiku."
"Bukankah aku suamimu?"
"Ya, anda memang suami saya. Tapi, kau juga bisa belum bisa seutuhnya menerimaku, bukankah kau sendiri yang mengatakan kalau kau butuh waktu? Lantas bagaimana kalau ternyata kau masih tidak bisa menerimaku? Sedangkan wajah ini sudah kuperlihatkan padamu. Maaf Tuan Rain, kalau saat ini aku belum bisa karena semua yang ada pada diriku hanya akan kuberikan pada suamiku, suami yang benar-benar mencintaiku. Bukan karena keterpaksaan atau keadaan."
"Astaga,' batin Rain dalam hati.
"Haruskah sesulit ini untuk melihat wajah istriku sendiri?"
"Bukan aku Tuan Rain tapi anda yang memulai, aku hanya meneruskan kisah yang sudah kau mulai sebelumnya. Iya kan?"
Rain pun hanya diam tak berkutik, meskipun tangannya tergelitik untuk utak-utik tapi dia ga mau jadi berisik.
"Lalu aku harus bagaimana? Bagaimana caranya agar aku bisa memperbaiki hubungan ini?"
"Tuan Rain, ini semua tergantung anda. Maafkan aku, aku hanya mau memperlihatkan wajahku pada laki-laki yang benar-benar mau menerimaku apa adanya."
"Jadiiii... "
"Ya, sampai anda mau menerimaku apa adanya, dan benar-benar menyayangiku sebagai istri anda. Saya mau memperlihatkan wajah ini untuk anda."
"Apa wajahmu itu sangat cantik? Hingga kau bersikap jual mahal seperti itu?"
"Maaf Tuan Rain, ini bukanlah tentang fisik tapi tentang prinsip, dan keyakinan yang ada di dalam hati saya."
"Jadi untuk melihat wajahmu saja harus diperlukan usaha? Apakah semahal itu nilai jual yang kau miliki?"
"Bukankah tadi sudah kukatakan, ini bukan tentang fisik tapi prinsip, apalagi materi. Apa anda sudah lupa kalau anda yang memulai semua ini? Coba anda ingat kembali, setelah kita menikah orang tua kita mempersilahkanmu untuk membuka cadarku. Tapi kau menolaknya, lalu saat baru saja sampai di rumah ini, anda pun sudah menolak kehadiran saya dengan menyuruh saya untuk tidur di kamar yang berbeda dengan anda. Bukankah saya hanya melanjutkan skenario yang telah anda tuliskan?"
"Tapi aku suamimu."
"Hari ini anda suamiku, tapi esok tak ada yang tahu, bukankah tadi anda berbicara hati? Bagaimana kalau hati itu selalu menolak kehadiran saya dalam hidup anda? Sedangkan saya berprinsip hanya akan memberikan apa yang saya miliki pada suami yang benar-benar mencintai saya. Sekarang anda mengerti kan? Anda telah membuang hak yang telah saya berikan pada anda, dan sekarang saya sudah menutup hak itu."
"Itu artinya aku harus berusaha mendapatkan hakku kembali?"
"Syukur Alhamdulillah kalau anda sudah memahami semua perkataan saya. Jadi sekarang anda mengerti kan?" ujar Romlah sembari meninggalkan Rain yang kini hanya terdiam, terpaku layaknya lampu lalu lintas di persimpangan jalan, bukan persimpangan hati.
'Sial! Ada-ada saja! Suruh buka cadar aja susah banget kaya mau buka rahasia kehidupan! Lagian gue yakin, tu muka di balik cadar juga ga cakep-cakep amat kaya mimi peri yang lagi nyanyi di tepi kali,' batin Rain.
"Gue lakukan apa yang harus?" sengaja dibalik-balik kalimatnya biar lebih menghayati kalau lagi bingung.
"Mungkin gue harus ngobrol ini sama Paijo yang butuh belaian bojo, meskipun gue juga ga yakin sih dia bakalan kasih gue jalan keluar, tapi setidaknya dia tetep ga bakalan biarin gue jalan di tempat kayak anak sekolah yang lagi latihan baris berbaris. Astogeh, si Kokom lagi goreng toge kenapa gue jadi nglantur gini? Udah ah, lebih baik gue hubungin dulu tuh si Paijo."
Rain kemudian mengambil ponselnya, dan mengutak-atik ponsel tersebut, cukup diotak-atik karena ponselnya bukan oreo yang diputer, dijilat, dicelupin. Namun beberapa kali dia menghubungi Jo, panggilan itu tak kunjung mendapat jawaban, apalagi pertayaan, mungkin karena tidak ada kunci jawaban. Rain yang putus asa kemudian menyambung asa yang udah putus itu dengan mengikat dengan tali rafia, bukan tali kapal, karena terlalu kencang.
Dia kemudian merebahkan tubuhnya di atas sofa sambil memejamkan matanya, dia pun tampak berfikir, cukup lama, tidak sebentar karena kualitas otaknya memang belum terlalu bagus, matang, dan sempurna. Mungkin, tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan kecerdasan otak Devano dengan segala kebenaran yang ada pada dirinya.
Hingga, mata yang menurutnya itu sangat menawan tiba-tiba terbuka. "Ahaaaa!" teriaknya.
"Gue belum nemu ide!" teriaknya lagi. Di novel lain kan kalo tokohnya berteriak itu artinya nemu ide, khusus di novel ini nggak. Malah artinya semakin pusing memikirkan hidupnya. Begitu pula Rain, dia semakin pusing memikirkan apa yang harus diperbuat olehnya. Saat berada dalam kekalutan, tiba-tiba Romlah keluar dari kamarnya, dan berjalan menuju ke pintu unit apartemen.
"Rommm!" panggil Rain dengan suara tercekat, karena itulah ciri khasnya, jika memanggil Romlah.
"Ada apa?"
"Kau mau kemana?"
"Membeli keperluan dapur untuk makan malam."
"Apa perlu kuantar?"
"Kau mau mengantarku?"
"Bukankah suami istri seharusnya begitu? Kejar daku kau kutangkap, itu kan peribahasanya? Kau mau kan kuantar?" tanya Rain kembali, yang dijawab anggukan kepala oleh Romlah.
"Kita pergi sekarang?"
Romlah kemudian menganggukan kepalanya kembali. Mereka berdua lalu keluar dari unit apartemen itu. Selama dalam perjalanan, Rain tampak melirik Romlah.
'Mungkin inilah jawabannya, aku harus berpura-pura perhatian dan jatuh cinta pada Romlah. Hanya itu yang bisa kulakukan agar dia percaya padaku, dan membuatnya jatuh cinta padaku, inilah cara terbaik, daripada aku harus kehilangan uang ratusan miliar,' batin Rain.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
Seuntai Kata
kok hidung sih, bukanya kening? Lucu😅
2022-12-22
0
Candra Woods
apa mungkin otaknya rain nyangkut di tiang jemuran ya pas habis jemur pakaian😁😁😁😁😁
2022-11-07
0