Memperpanjang Kontrak

Mendengar perkataan manajer tersebut, Rain pun terlihat sangat terkejut. Tubuhnya kini tampak menegang, ingat ya hanya tubuhnya yang menegang, bukan bagian bawahnya, karena dia pun tak yakin bagian bawahnya mampu menegang atau tidak saat berhadapan dengan Romlah.

Keringat dingin pun tampak keluar dari tubuhnya, bahkan keringat itu dinginnya melebihi air es di Laut Kaspia. Meskipun di Laut Kaspia tidak ada es, ya anggap saja ada, daripada perasaan Rain semakin berantakan. Sama berantakannya seperti lalu lintas di persimpangan.

Melihat Rain yang termenung, Amita Tabahchan lalu mengernyitkan pipinya, biasanya sih kening. Tapi sebagai seorang manager di sebuah perusahaan manajemen artis terbesar, Amit pun merasa tertantang, jadi bukan kening tapi pipinya yang dia kernyitkan. Hal ini bisa disebut dengan out of the box, bahasa gaulnya tampil beda.

"Rain! Kenapa kau termenung seperti itu? Pasti kau saat ini sedang bahagia kan hingga tak mampu berkata-kata?" tanya Amita Tabahchan. Namun, karena masih begitu syok, pertanyaan dari Amit dihiraukan olehnya begitu saja, dihiraukan layaknya Raffi Ahmad yang tidak pernah tertarik pada Cinta Lucinta Luna.

Melihat Rain yang hanya bisa termenung sambil membuka mulutnya layaknya gua di tengah Gurun Sahara, Jo kemudian menepuk bahunya.

"PUK PUK PUK!" begitu bunyinya kalau kring kring kring itu suara telepon berdering.

"Rain! Rain!" panggil Jo dengan suara yang menurutnya sangat merdu, sama merdunya seperti Rehan.

Setelah beberapa saat terdiam, Rain akhirnya tersadar dari lamunannya, lamunan jika dia harus memiliki anak dengan Romlah. Memiliki anak dengan wanita yang bernama Romlah, baginya merupakan hal yang begitu menyeramkan. Sangat menyeramkan hingga membuatnya seolah lebih memilih untuk menjadi peserta uji nyali sampai hari kiamat kurang tiga hari, daripada harus memiliki anak dengan Romlah.

"Rain!" panggil Jo kembali.

"Apaan, sih? Gue udah sadar nih!"

"Alhamdulillah, gue pikir jiwa loe dah dibawa dedemit Pasar Rebo."

"Enak aja, gue masih waras nih!"

"Ya kali aja, orang loe cuma diem sambil melongo. Mana loe melongo lebar bener kaya goa di Gurun Sahara lagi."

"Mana ada goa di Gurun Sahara."

"Ada, besok gue bikin. Mau sekalian gue bangun juga cluster tipe A siapa tau aja laku, kalo nggak buat berteduh bagi jiwa-jiwa yang gersang."

Melihat Rain dan Jo yang malah asyik berbincang sendiri, seketika Amit pun menggebrak mejanya.

"BRAK!" Begitu bunyinya, kalo bruk itu bunyi benda jatuh. Sedangkan kalau prang, itu suara gelas pecah dan hancur berantakan, layaknya cintaku padamu yang tak terbalas.

"Hei duo ciprut! Kenapa kalian malah ngobrol sendiri?"

"Kita ngobrol berdua, Pak. Ga sendirian. Kalo sendirian ntar dikira gila."

"Cukup! Denger kamu ngomong cuma bikin kesel aja, Rain! Udah point to do aja!"

"Iya Pak, aku pun belum bisa menerima kenyataan atas apa yang kau katakan."

"Lebai banget bahasa loe, Rain?" bisik Jo.

"Stttt...."

"Iya Pak, sebenarnya gimana maksud Pak Amit?"

"Begini Rain, setelah mendengar pernikahanmu sebenarnya hatiku amat kacau, seperti saat meletus balon hijau. Beberapa saat kemudian, ponselku terus menerus berdering. Kupikir mereka akan membatalkan kontrak kerja sama kita atau menuntut padamu yang telah melanggar perjanjian kontrak. Tapi ternyata aku salah, setelah aku mengangkat telepon itu, mereka ternyata sangat antusias dengan pernikahanmu, Rain. Mereka bahkan memperpanjang kontrak kita, dan ada beberapa kontrak baru yang sekarang harus kau tanda tangani. Nilai kontraknya juga tidak main-main, Rain."

"Ebuset, kok bisa gitu Pak Amit?" tanya Jo.

"Iya, saat mereka tahu Rain menikah dengan Romlah, yang merupakan putri dari salah satu pemilik pondok pesantren terbesar, dan lulusan dari Al-Azhar, mereka sangat tertarik padamu, Rain."

"Tuh dengerin Rain, itu namanya rejeki nomplok! Istri loe bawa hoki, Bro!"

Namun Rain hanya terdiam mendengar candaan Jo, saat ini dia sedang tidak ingin becanda. Meskipun semesta saat ini sedang mencandai dirinya.

"Rain! Kamu denger saya ngomong ga sih?"

"I-iya Pak," jawab Rain dengan terbata-bata. Inget ya, bata bukan batako.

"Nah, ini yang paling penting Rain, beberapa produk itu, yang meminta perpanjangan kontrak, memintamu dan anakmu menjadi brand ambasador mereka, Rain!"

"Eh bujug buset, anak gue? Belum punya, Pak! Masih segel nih!"

"Segel kaya perawan aja loe!"

"Anggap aja gitu, Pak Amit."

"Terus gimana kamu mau ga perpanjang kontrak sama mereka? Nilai kontraknya ga main-main loh Rain, bahkan nilainya jauh lebih gede daripada nilai yang dikasih Pak Kadir guru Fisika. Gimana Rain? Kamu mau kan perpanjang kontrak?"

Hati Rain, kini terasa begitu galau. Layaknya anak ayam yang kehilangan tantenya, bukan induknya, karena kehilangan induk sudah terlalu biasa.

"Gimana Rain? Kau mau kan perpanjang kontrak?"

Saat bibir Rain hampir saja mengucap kata tidak, tiba-tiba sebuah suara seksi dari makhluk Tuhan yang tidak terlalu seksi pun terdengar dari ambang pintu.

"Maafh menggangguh Pakh Amith, adah sesuatuh yangh harush sayah bicarakanh... "

Belum sempat Liora menyelesaikan kata-katanya, tiba-tiba Rain ikut menyahut.

"Pak Amit, saya mau memperpanjang kontrak itu! Saya pasti bisa memiliki anak dengan istri saya secepatnya!"

Terpopuler

Comments

Deviastryveads_

Deviastryveads_

rehan???.
emmmm😭😭😭, begitu syulit lupakan rehan, apalagi rehan baikk😭😭😭🤦‍♀️🤣

2022-11-08

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!