Sejak kembalinya Emely, Glen terpaksa harus terus berpura-pura menjadi suami yang baik. Ia menghabiskan waktu lebih banyak untuk menemani Emely.
Perhatian berlebihan itu kadang membuat Shara kesal dan cemburu. Karena Glen sama sekali tak menyisakan sedikit waktu untuknya.
Malam itu di meja makan Shara harus menjadi saksi dari segala bentuk perhatian Glen yang begitu memanjakan Emily. Membuat Shara kehilangan selera makan dan hanya memainkan makanan dengan sendok.
"Sayang, apa kamu tidak mau tambah dagingnya?" tawar Glen.
"Tidak, aku sudah kenyang," jawab Emely.
"Tapi kamu baru makan sedikit. Kata dokter kamu harus makan banyak supaya tenagamu cepat pulih."
Emely hanya mengulas senyum tipis. Ia merasa kurang nyaman karena sejak tadi Shara terus menatapnya tajam.
"Maaf, aku sudah kenyang. Selamat malam semua," ucap Shara, lalu bangkit dari kursi dan berjalan dengan tergesa menuju lantai atas.
Balkon lantai tiga adalah tempat favorit Shara saat sedang kesal. Di sana ia melampiaskan amarahnya. Beberapa pot bunga pun harus menjadi sasaran.
"Aku sangat membenci Emily! Dia hanya anak pungut Tuan Gabriel, tapi kenapa harus dia yang mewarisi semua hartanya?" gerutu Shara.
"Aku dan ibu juga berhak mendapatkan harta warisan itu! Aku anak kandung dari istri Tuan Gabriel. Seharusnya aku lebih berhak, kan?"
Shara terduduk sambil mengatur napas yang memburu. Wanita itu masih belum puas melampiaskan kekesalan ketika Glen datang.
Tadi, selepas makan malam, Glen mengantar Emily ke kamar dan segera menyusul Shara. Ia tahu kekasihnya itu sedang kesal karena belakangan ini Glen memberikan seluruh perhatiannya untuk Emely.
"Mau apa ke sini?" tanya Shara ketus, lalu bangkit dan berdiri menghadap ke taman yang luas.
Melihat sikap Shara dan juga beberapa pecahan pot yang berserakan, Glen segera mendekati sang kekasih.
"Ada apa lagi, Shara?" tanyanya lembut, sambil memeluk dari belakang. Namun, Shara mendorongnya dengan cepat.
"Aku tidak suka caramu memperlakukan Emily!" pekik wanita itu tanpa basa-basi. "Sejak dia pulang, kamu tidak pernah memiliki waktu untukku!"
Mendengar tuduhan itu, Glen menghembuskan napas panjang. Jika boleh berkata, ia pun lelah dengan sandiwara itu. Ia sendiri pun tidak suka dengan Emely.
"Kamu pikir aku suka bersikap seperti itu kepadanya? Aku juga terpaksa, Shara. Ini semua kulakukan untukmu juga agar Emely percaya padaku." Glen membela diri. Namun, semua penjelasan Glen itu tidak diterima dengan baik oleh Shara yang sedang terbakar cemburu.
"Terpaksa? Tapi kenapa aku melihat hal sebaliknya? Kamu seperti sangat menikmati kebersamaan mu dengannya. Atau jangan-jangan kamu sudah pernah tidur dengan dia?"
Tuduhan itu membuat Glen berdecak kesal. Namun, ia mencoba menjelaskan pelan-pelan.
"Kamu tenang saja, Shara. Aku mana mungkin tertarik dengan wanita jelek seperti Emily? Bersentuhan dengannya saja sudah membuatku merasa jijik." Glen kembali mengikis jarak. "Aku hanya mencintai kamu, Sayang."
"Kalau begitu berjanji padaku kamu tidak akan tidur dengan Emely!"
Glen menepuk jidat. "Ya ampun Shara. Harus bagaimana lagi aku menjelaskan. Laki-laki manapun tidak akan ada yang mau dengan Emely. Apa lagi aku!"
Akhirnya, Shara bernapas lega. Kemarahan yang tadi tergambar jelas di wajahnya mulai berkurang.
"Baiklah, aku percaya padamu."
Keduanya lantas berpelukan. Glen membelai wajah Shara dengan lembut, kemudian membenamkan ciuman di bibir.
Tanpa disadari oleh keduanya, sejak tadi Emily berdiri di belakang sebuah pilar mendengarkan pembicaraan itu.
Kedua tangan Emily terkepal sempurna mendengar setiap kata menyakitkan yang terucap dari bibir Glen dan saudara tirinya.
"Lihat saja! Aku akan membuatmu bertekuk lutut!" ucapnya dalam hati, lalu memilih pergi dan berpura-pura tidak mendengar pembicaraan sepasang kekasih itu.
*
*
*
Pagi hari ini Emely merasa lebih baik dibanding hari-hari sebelumnya. Selepas mandi, ia turun ke lantai bawah. Suasana rumah tampak sunyi pagi itu. Hanya ada beberapa pelayan yang sedang bekerja dengan tugasnya masing-masing.
Emely sendiri sudah merasa membaik. Luka-luka di tubuhnya akibat kecelakaan itu sudah mulai mengering. Emely juga tampak rapi dengan penampilan seadanya. Ia berjalan cepat menuju halaman rumah. Tadi ia sempat meminta seorang sopir untuk menyiapkan mobil.
"Mau ke mana, Emily?" tanya Ibu Lena, yang segera menyusul begitu melihat Emily keluar rumah. Wanita yang dulunya jahat bak iblis itu bersikap ramah dan lembut sejak Emely selamat dari kecelakaan.
"Aku mau ke makam ayah sebentar, Bu," jawab Emily.
"Tapi apa kamu sudah merasa lebih baik, Sayang? Bagaimana dengan luka-lukamu?" tanyanya agak khawatir.
Emily berbalik dan menatap wanita itu. "Jangan khawatir, Bu. Luka ini tidak ada artinya bagiku."
Setelah menyelesaikan kalimatnya, Emely pergi dengan mobilnya. Sementara Bibi Lena hanya dapat menatap mobil yang perlahan mulai menjauh.
"Kenapa aku merasa Emely agak berubah? Dulu dia sangat penakut dan sering gagap saat ketakutan."
Namun, ia tak mau ambil pusing. Emely tidak curiga atas kecelakaan itu saja sudah untung baginya.
*
*
*
Setelah menempuh perjalanan selama 30 menit, mobil yang dikemudikan Emily tiba di sebuah klinik. Wanita itu menoleh ke kanan dan kiri demi memastikan keadaan aman dan tidak seorang pun mengikutinya.
Setidaknya ia harus berhati-hati. Bahaya bisa saja mengintai sejak kejadian malam itu.
Setelah memastikan keadaan aman, Emely mempercepat langkah memasuki klinik tersebut. Seorang wanita berpakaian putih tampak menyambut kedatangannya. "Selamat pagi, Nona."
"Selamat pagi, Hilda. Di mana Dokter Zack?" tanyanya.
"Dokter Zack ada di atas. Silahkan naik, beliau sudah menunggu Anda sejak tadi," balas wanita itu ramah.
"Baik, terima kasih."
Tanpa menunggu lagi, wanita itu segera menuju lantai tiga, tempat sang dokter menunggu.
Begitu membuka pintu, tampak seorang pria tampan berjas putih sedang duduk di sisi ranjang pasien dengan sebuah map ditangannya. Ia seketika menoleh saat mendengar suara pintu terbuka.
"Hey ... kenapa baru datang?" tanya pria itu.
Zack Parker adalah seorang dokter ahli bedah pemilik klinik tersebut. Ia tampan, kaya raya dan digilai banyak wanita.
"Maaf, Zack ... aku baru sempat ke sini. Luka di tubuhku baru kering," ucap wanita itu.
Dokter tampan memesona itu kemudian memindai tubuh wanita di hadapannya. Meneliti bekas luka-luka akibat kecelakaan beberapa waktu lalu.
"Ini sudah hampir kering seluruhnya. Tetap oleskan salep setiap hari, ya." Ia melepas kacamata yang membingkai matanya, lalu menatap dalam wajah wanita di hadapannya. "Kamu cantik sekali dengan dandanan seperti ini. Rambutmu, wajahmu, dan ...."
"Diamlah!" Ia menatap galak. Kemudian menatap ke arah ranjang pasien. Seketika raut wajahnya berubah. "Bagaimana keadaan adikku?"
"Masih sama. Dia belum sadarkan diri."
Wanita itu mendekat ke ranjang pasien. Memandangi tubuh lemah yang terbaring di sana. Sebelah tangannya terulur, membelai wajah pucat yang serupa dengan wajahnya bak pinang dibelah dua. Tanpa sadar sepasang bola matanya melelehkan air mata.
"Bertahanlah untukku, Emely! Aku pasti akan menghukum mereka semua untukmu!" lirihnya.
Isak tangis pilu mulai memenuhi ruangan itu.
Zack mendekati wanita yang merupakan sahabatnya itu. Mengusap bahunya perlahan demi memberinya kekuatan.
"Tenanglah, Amanda. Kita akan berusaha menyembuhkan Emely. Dia wanita yang sangat kuat. Bisa bertahan dalam kecelakaan separah itu adalah sesuatu yang luar biasa."
"Kamu benar, Zack. Aku harus bersikap tenang untuk membalas orang-orang yang sudah membuat adikku menderita."
Wanita itu mengusap lelehan air mata di pipi. Lalu kembali menatap adik kembarnya yang terbaring tak sadarkan diri.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
ferdi ferdi
musnahkan keluarga parasit itu Amanda
2024-11-12
1
Raufaya Raisa Putri
anak pungut sm ank tiri sama
2024-12-14
0
Raufaya Raisa Putri
oh.. ternyata
2024-12-14
0