Bos Dingin Si Gadis Cendol
Dret! Dret! Dret!
Suara bunyi telepon genggam milik Bima yang masih santai di tempat tidur, memenuhi ruang kamarnya. Pemuda itu sengaja mengistirahatkan otaknya karena dia baru saja menyelesaikan Pendidikan pasca sarjananya dengan nilai yang sangat bagus, alias comlaud. Baru juga sang pemuda ingin bersantai, tiba-tiba saja ponselnya berdering, membuat dirinya mau tak mau harus mengangkat panggilan yang baru saja masuk.
"Hallo, Kek. Ada apa sih? Bima baru juga istirahat ini, tapi Kakek udah tau aja kalau aku lagi rehat."
Pemuda itu menjawab telepon dari sang kakek yang selama ini membiayai kehidupannya bersama sang bunda. Seorang perempuan yang selalu menjadi motivasinya, agar bisa menjadi orang yang sangat sukses dan akan membalas dendam pada ayah kandungnya.
"Kamu itu kan sudah tamat, jadi masih ngapain kamu di negeri orang sana? Buruan pulang ke Indonesia, kasihan ibumu!"
Kakek Arjuna entah sudah berapa kali menyuruh cucunya tersebut untuk pulang ke Indonesia, tetapi Bima masih punya banyak cara untuk menolak permintaan sang kakek. Namun, kali ini sepertinya pemuda itu tidak punya akan lain untuk menunda kepulangannya ke Jakarta.
"Tapi, Kek —" Ucapan Bima langsung terpotong karena sang kakek yang selalu mendominasi setiap mereka melakukan panggilan via telepon.
"Umur kakek itu sudah tua, Bima. Jadi sebelum kakek pergi masuk ke dalam kuburan, maka kakek pengen menggendong cicit dari kamu. Apalagi kakek sudah nggak sanggup mengurus perusahaan sebesar itu sendirian, jadi tolong kamu secepatnya pulang ke Indonesia." Kakek tua itu seperti biasanya selalu membujuk dan terus membujuk sang cucu, agar pulang ke tanah air agar Bima segera menikah.
"Baiklah, Kek. Bima akan segera pulang, tetapi bukan untuk menikah dan memberikan cicit yang Kakek pinta. Bima hanya akan menikah kalau ibu telah sembuh dari penyakitnya karena Bima tidak ingin hal yang sama terjadi lagi seperti ibu."
Sesaat ponsel pintar itu hening tanpa mengeluarkan suara dari negara Indonesia. Pembicaraan terjeda karena kakek Arjuna merasa sedih mendengar kalimat yang keluar dari mulut cucunya. Bagaimana mungkin sang cucu benar-benar sangat trauma karena Putri semata wayangnya dikhianati oleh ayah Bima Saputra.
"Bagaimana kabar ibu sekarang, Kek? Apa ibu masih suka mengamuk dan histeris?" Pemuda itu akhirnya menanyakan kabar perempuan yang telah melahirkannya dengan penuh cinta sehingga bisa menikmati keindahan bumi yang sedang diijaknya.
Arjuna terdengar menghela napasnya dengan berat, lalu menjawab pertanyaan sang cucu dengan senyum tipis di bibir keriputnya.
"Sejak kamu pergi melanjutkan pendidikan ke luar negeri, sejak itu pula lah ibumu menjadi lebih pendiam tanpa bicara apapun, tetapi dia sekali-kali masih suka mengamuk dan ingin kabur membawa mobil," cerita kakeknya yang membuat hati Bima semakin miris dan akhirnya dia memutuskan ingin kembali, demi perempuan yang sangat disayanginya dimana saat ini sedang mengalami depresi mental.
***
Cuaca panas dan terik matahari sedang tajam menghunus bumi, memberikan jejak di setiap jengkal tanpa ada celah yang tertinggal. Udaranya begitu kental dengan rasa gerah yang menyelimuti tubuh seorang gadis sedang membaca buku dengan satu tangan. Gadis itu sibuk mengibaskan kertas ke arah wajahnya, sebagai alat pendingin alami pengganti ac.
Gadis nan cantik bermata sipit sedang asyik membaca buku di dalam perpustakaan tanpa menghiraukan orang lain yang ada di sekitarnya, dia begitu fokus dalam membaca sebuah karya fenomenal yang melegenda karya Buya Hamka yang sedang dipegangnya.
“Coba kalau aku bisa menulis … sepertinya seru kalau mampu membuat novel, Mana tahu aku juga bisa membantu Bunda dari hasil menulis nanti.”
Syifa bermenung berkelana dalam lamunannya, hingga tidak menyadari dua sahabatnya sedang berjalan perlahan-lahan, seperti pencuri yang sengaja mengendap agar tak bisa tertangkap. Mereka berjalan tanpa suara berusaha mendekat ingin memberikan sebuah kejutan agar terjadi Syifa kaget untuk candaan.
"Baaa!"
"Astaghfirullah, kalian ini benar-benar tidak punya kerjaan ya, untung aku tidak punya sakit jantung. Kalau aku sampai stroke karena terkejut bagaimana? Kalian mau tanggung jawab jika aku tidur selamanya gara-gara jantungku tidak berdetak lagi!" sungut Syifa langsung berdiri dari bangkunya dan berkacak pinggang seperti seorang ibu yang sedang memarahi anak-anaknya.
Gadis itu terlihat sedikit kesal dengan ulah kedua sahabatnya yang malah tertawa terpingkal-pingkal tanpa ada rasa berdosa. Mereka berdua bagaikan nyamuk yang selalu terbang mengitari kehidupan Syifa dan memberikan rasa gatal, sehingga mau tak mau gadis berhijab dengan tubuh mungil itu, harus bersedia menggaruk ketika tubuhnya terasa gatal akibat tingkah polah yang selalu saja membuat mereka tertawa.
"Hahaha, Syifa persis mirip sama mamaku yang cerewet ketika aku tidak mau buat tugas waktu sekolah dulu," ujar Lula sengaja menggoda sahabatnya.
Dia mengakui jika Syifa sangat mudah melupakan amarahnya dalam sesaat, sehingga membuat semua orang yang mengenalnya dengan mudah untuk bergaul dengannya.
"Lagian kamu ini udah cantik, pintar tapi tak pernah punya cowok. Kasihan itu Bram, dia siap melayanimu sampai-sampai dia ingin mengikuti mu ke toilet juga, parah tuh anak wali kota, hahaha," sela Rini yang tak bisa menahan rasa gemas melihat raut wajah satu-satu sahabatnya yang mengenakan hijab.
Rini dan Lula memang sangat suka menggoda sahabatnya, karena terlalu kutu buku di mata mereka, sehingga gak pernah sekali pun untuk mau didekati oleh seorang laki-laki sekedar untuk berkencan ataupun dinner malam.
Bahkan ada beberapa mahasiswa sengaja meminta tolong padanya agar bisa menyampaikan perasaan si cowok pada sahabatnya Syifa, tetapi seperti biasa gadis berhijab itu selalu menolak siapa pun yang ingin berkencan dengannya. Terkadang Rini dan Lula merasa kesal sendiri karena sifat Syifa yang masih belum ingin terbuka terhadap seorang pria.
"Oh ya, Syifa. Sebenarnya selama ini aku penasaran loh, sudah berapa banyak sih laki-laki yang patah hati kau buat, hem? Kurasa ratusan orang sudah ada yang merasakan tolakan halus dari seorang gadis bernama Syifa Salsabila. Hipotesis ku mengatakan, hal ini disebabkan karena melihat prestasi yang kau miliki dan juga keistimewaan yang ada di dalam hatimu," ucap Lula kembali menimpali, dengan gaya bicara seolah seorang profesor baru saja mendapatkan temuan barunya ketika melihat wajah Syifa yang merona.
“Lebay deh! Kapan sih kalian berdua bisa berhenti menggangguku saat belajar? Aku tidak mau menjadi mahasiswa abadi di kampus ini, apalagi aku ingin sekali melihat bunda pergi naik haji dari hasil jerih payahku," protes Syifa dengan nada datar tetapi menancap ke ulu hati kedua sahabatnya.
Gadis itu sebenarnya sedikit malas untuk menjawab pertanyaan apapun yang keluar dari kedua sahabatnya. Dia tidak mau ikut terhanyut dari perkataan demi perkataan yang selalu berdampak terhadap kekurangan volume belajarnya hanya karena rayuan masa muda dari kedua sahabatnya.
“Syifa, ada seseorang yang lagi nyari kamu dan nungguin di kantin tuh!” terang Rini.
“Siapa emangnya?” Dahi gadis itu terlihat berkerut karena sudah beberapa hari ini hidupnya terasa damai tanpa ada yang mengganggu.
Jangan lupa kasih dukungannya ya, terima kasih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
🔵⏤͟͟͞Rᥴⷽɛʟιᴎ🔰π¹¹™𒈒⃟ʟʙᴄ
kakekmu pasang cctv bim😂😂😂
2022-12-29
1
Nyai Iteung❤️
done
2022-12-17
0
kanaya
mampir
2022-12-17
0