“Siapa emangnya?” Dahi gadis itu terlihat berkerut karena sudah beberapa hari ini hidupnya terasa damai tanpa ada yang mengganggu.
Rini dan Lula melakukan aksi saling pandang, mereka sama-sama menaikkan kedua bahunya merasa seolah-olah tidak mengetahui siapa orang yang sedang menunggu pria penggemar selanjutnya.
“Kami nggak tau, swerr!” jawab keduanya dengan kompak.
Syifa yang curiga menatap secara bergantian manik hitam sahabatnya, “Apa kalian sedang merencanakan sesuatu yang tidak kusuka, hmm?”
"Hehehe Syifa, jangan masukin dalam hati dong! Kami berdua hanya ingin kau mendapatkan yang terbaik dalam hidupmu, kenapa kamu selalu menyia-nyiakan masa muda hanya dengan setumpuk buku? Kali ini kami nggak ada berbuat sesuatu yang dilarang agama kok, kami hanya ingin kamu menemui ketua BEM kita di kantin. Kasian dia udah blulukan hanya sekedar ingin bicara." Rini mencoba memberikan sedikit pandangan tentang masa muda yang harus dinikmati selagi ada.
Dia tidak menyadari jika Syifa bukanlah tipe perempuan yang suka menghabiskan masa mudanya dengan berfoya-foya, atau bergelayut manja bersama seorang laki-laki dengan penuh aura masa muda yang bisa berselancar sampai ke hubungan bebas tanpa batas.
Syifa tersenyum, Gadis itu sangat sadar jika kedua sahabatnya melakukan segala macam cara agar dirinya sedikit rehat dari buku-buku yang menumpuk sehingga dirinya pun sering dikatakan sebagai gadis kutu buku.
"Hidupku tidak seberuntung kalian berdua, jadi aku harus menatanya dengan sangat baik dan hati-hati, agar kedepannya bisa lebih baik. Hanya itu saja kok, tidak ada yang lain," sahut Syifa dengan sebuah senyuman yang terbentuk di bibir mungilnya.
Senyuman itu mampu menggoyahkan hati siapa saja yang memandangnya, termasuk dua sahabat tajirnya yang punya segala di atas rata-rata.
Lula dan Rini merasa sangat sedih dan sedikit tersinggung dengan apa yang baru saja disampaikan oleh Syifa. Mereka seolah tersadar dari lamunan panjang selama ini yang tidak pernah mereka ketahui, bahwa Syifa bukanlah gadis dari golongan kaum atas, melainkan seorang gadis miskin yang berusaha kuat dalam menghadapi arus kehidupan dengan segala kemampuan yang ada.
Ya, Syifa hanya seorang anak penjual es dawet yang mengais rezeki dengan selalu bertumpu pada cuaca panas.
Persahabatan yang sangat kental kadang menghilangkan garis tipis yang membatasi antara si kaya dan si miskin. Lula dan Rini selama ini tidak pernah peduli dengan apa yang dikatakan oleh orang lain tentang seorang gadis miskin yang selalu menempel kepada orang kaya.
Hal itu terjadi, akibat persahabatan yang terlalu dekat antara mereka berempat, Lula, Rini, Syifa dan juga Bram.
Ketiga anak muda yang tajir melintir selalu siap memberikan kendali sopir guna mengantarkan Syifa kemanapun yang dia suka. Namun kenyataan yang sebenarnya, seorang gadis yang bernama Syifa tidak pernah sekalipun memanfaatkan salah seorang dari sahabatnya untuk kepentingan yang bukan menjadi lahan jangkauannya.
"Maafkan kami, Syifa. Kami tidak punya niat sama sekali untuk membuatmu merasa rendah, kami ini sahabat yang sangat menyayangimu. Jadi jangan pernah menganggap kami ini adalah orang yang membedakan status di antara kita," ujar Lula mengingatkan sahabatnya yang tiba-tiba saja menjadi baper akibat pembicaraan sepele.
Syifa hanya menanggapi perkataan mereka berdua dengan senyum ramah penuh ikhlas, memberikan rasa nyaman dan kesejukan saat melihatnya.
“Kok malah minta maaf, sih? Emangnya kalian ada salah apa sampe segitunya?”
Syifa tidak pernah merasa tersinggung dengan apa pun yang diucapkan orang lain terhadap dirinya, ini merupakan salah satu sifat yang jarang ditemui oleh gadis seusianya. Namun, ada kalanya dia akan memberontak dan melawan habis ketika seseorang menghina keluarganya.
"Lula benar, Syifa. Kami ini sangat menyayangimu, jadi apapun masalahmu itu juga merupakan masalah kita bersama." Rini juga sangat menyayangi Syifa dan dia tidak ingin hubungan antara mereka bertiga renggang hanya karena salah paham dengan kata-kata yang keluar tanpa mereka sengaja.
Syifa tersenyum kepada kedua sahabatnya sambil meraih kedua tangan Rini dan Lula. Menyalurkan hawa persahabatan yang murni tanpa pamrih, membuat orang yang menerima sentuhan dari jemarinya, menjadi semakin merasakan aura penuh perhatian. Hal yang sudah hampir punah dari muka bumi ini, akibat dilanda rasa keegoisan yang terpatri pada hati manusia kebanyakan saat ini.
"Kalian tidak usah khawatir, kalian berdua adalah sahabat terbaikku. Jadi tidak mungkin aku tersinggung, bukankah kita sudah sangat mengenal satu sama lainnya. Lupakan! Sekarang ke mana kita akan magang? Ada yang punya ide nggak?" tanya Syifa dengan suara datar sambil menautkan kedua alisnya, seolah menuntut jawaban dari dua perempuan yang mengganggu waktu membacanya.
“Tunggu dulu, terus gimana dengan si ketua BEM? Coba kamu temui sebentar saja! Kasian loh … dia itu pemuda yang baik dan juga berprestasi sepertimu, apa salahnya kamu membuka hati untuknya.” Rini kembali mengingatkan kalau ada seseorang yang masih menunggu Syifa untuk diajak bicara.
Huft!
Gadis itu menarik nafas seiring dengan anggukan kepala, “Baiklah, kali ini aku akan menemui pemuda yang kalian jodoh-jodohkan untukku tapi aku nggak janji akan seperti apa setelah pertemuan kami nanti dan nggak ada yang boleh kecewa di antara kalian berdua.”
Mata Lula dan Rini langsung memancarkan Binar Binar bahagia karena akhirnya gadis berjilbab itu mau juga diajak nya bertemu dengan sang ketua band yang sudah sangat lama sekali menyukai Syifa.
“Kami janji!” sahut keduanya dengan kompak.
“Terus gimana dengan tempat magangnya?” kembali Syifa mengingat kedua sahabatnya.
Tiba-tiba Lula dan Rini tersadar bahwa mereka sebentar lagi harus menyusun proposal untuk tugas akhirnya sebelum menyusun skripsi. Hal yang selama ini tidak pernah terpikirkan di kepalanya, karena kedua sahabatnya itu sibuk dengan masa muda dan juga foya-foya dengan berbelanja sesuatu yang kadang tidak diperlukan olehnya.
Kadang Syifa ada rasa sedikit berlebihan akibat seringnya datang tumpukan hadiah dari tiga sahabatnya yang berbeda status sosial sangat jauh, bagaikan langit dan bumi dengan keluarganya yang miskin.
Bahkan mereka bertiga kadang tanpa sepengetahuannya, telah memberikan sebuah bantuan yang sangat dibutuhkan keluarganya tanpa diminta sama sekali. Perihal semacam itu sering terjadi di dalam keluarga Syifa yang sederhana, akibatnya ada rasa hutang budi yang sedikit bergelayut di kepala gadis tersebut, mengingat kebaikan tiga sahabatnya yang selalu setia berada di sisi-nya disaat suka maupun duka.
"Astagfirullah, kenapa aku bisa lupa hal yang sepenting ini? Kalian tenang saja, aku akan bertanya sama papa, apakah kita bisa untuk ikut magang di perusahaannya," Cetus Lula sambil tersenyum untuk menyenangkan kedua sahabatnya.
Sebenarnya tidak ada larangan yang namanya hubungan nepotisme di antara pihak keluarga, namun Syifa tidak ingin menggunakan koneksi untuk membuatnya dengan gampang masuk ke dalam perusahaan seseorang.
"Aku tidak setuju, jika kita bertiga masuk ke dalam perusahaan papamu, itu namanya jalan kita terlalu mulus dalam menggapai cita-cita, lalu dimana letak rasa jiwa menantang yang selama ini kita punya, bukankah semua akan berlalu sia-sia ya," sahut Syifa sambil menaikkan kedua alisnya.
Berusaha untuk menjadi pusat perhatian yang dominan agar kedua sahabatnya segera tertarik dengan apa yang dikatakannya, tentang rasa puas dengan usaha sendiri tanpa bantuan orang lain.
"Aku setuju dengan pendapat Syifa, jadi kita akan merasa tertantang apabila dilakukan dengan usaha sendiri tanpa bantuan orang lain," timpal Rini dengan gaya khasnya, berusaha menerima keputusan yang dianggapnya benar telah keluar dari bibir indah sahabatnya.
Dia menelaah dengan sangat sempurna ketika Syifa menyampaikan niatnya, bahwa apa yang akan terjadi pada mereka bertiga akan lebih merasa terpuaskan, ketika usaha dilakukan tanpa adanya bantuan dari pihak dalam.
"Hemm, berarti besok kita akan mencari perusahaan mana yang akan kita jadikan sebagai tempat magang," usul Lula melanjutkan kalimatnya.
"Setuju," ucap Syifa dan Rini kompak. Seolah sedang dipandu bersuara dengan nada vokal yang sama oleh seorang dirigen vokal yang berada di depannya.
"Tetapi di perusahaan mana kita bisa melakukan magang dengan mudah?" lanjut Syifa bertanya.
“Hey gimana kalau bahas itu ntar malam aja, sekarang kamu temui dulu si tampan ketua BEM!” Rini kembali mengingatkan.
“Tunggu dulu, Rini. Bagaimana kalau kita magang di perusahaan Bimasakti Group, bukankah itu perusahaan besar di kota ini? Mana tau jika kita diterima magang di sana malah nanti punya kesempatan bekerja di sana?”
Halo semua jumpa lagi dengan author receh, ig putritanjung2020. Semoga suka ya. Happy reading dan terima kasih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Umi Silvia
pdhl lg bahas cowok,,, eh tetep utama ya si syifa tugas utama e,,, kpn&dimana magangnya???
astaghfirullah kayak ank kcl diajak ngmng apa, blsnya apa🤣🤣🤣✌🏻🙏🏻
2022-11-23
1
candra rahma
like kak💪🏻
2022-11-09
0
eenok
lanjut...smgt uni
2022-11-05
0