Suara keras terdengar menggema mengisi seluruh ruangan tanpa kedap suara, hingga membuat beberapa karyawan ikut mendengarkan apa yang diinginkan oleh seorang kakek tua penuh harta berlimpah dan juga sudah memperlihatkan warna rambut memutih di atas kepalanya itu.
“Dasar cucu kurang ajar! Jadi kamu juga tidak percaya dengan adanya takdir dari Tuhan, hah?” tanya kakek Arjuna dengan nada semakin meninggi.
Dia benar-benar merasa marah dengan jawaban yang diberikan cucu kesayangannya itu. Sayangnya, Bima seolah-olah merasa tidak berdosa sama sekali telah menjawab secara asal pertanyaan sang kakek.
"Bima tahu, Kek … Manusia sudah punya takdirnya masing-masing. Bima bukan tidak percaya dengan takdir tapi gara-gara perempuan itu yang telah merebut ayah dari sisi ibu, akhirnya sampai sekarang ibu jauh dari jangkauan kita walau fisiknya bisa kupeluk dengan erat. Kakek bukan orang buta yang tak mengerti derita ibu selama ini, kan? Ibu sama sekali tak mengenal kita lagi!”
Bima berbicara dengan suara tak kalah kerasnya seiring mata yang sudah berkaca-kaca tapi pria itu berusaha tidak akan menjatuhkan air bening dari kelopak matanya, karena dia tidak ingin kakeknya menganggap dirinya sebagai laki-laki yang lemah. Apa lagi Bima juga menyadari bahwa semua karyawan yang berada di lantai ini sudah pasti bisa mendengar perbincangan pemilik perusahaan ini.
Bahkan hampir semua karyawan yang sama dengan ruangannya, rata-rata mengetahui mental kejiwaan yang dialami oleh perempuan penuh martabat sebagai ibu kandung Bima Saputra.
"Aku yakin bahwa suatu saat nanti ibu akan sembuh seperti sedia kala, dia akan kembali memarahiku ketika melakukan kesalahan dan dia pasti akan kembali memberikan omelan bak kicau burung di pagi hari saat Bima terlambat bangun, aku merindukan semua itu, Kek … aku rindu suara ibu memanggil namaku."
Bima melanjutkan kata-katanya dengan suara bergetar,berusaha menahan rasa sedih yang tiba-tiba saja menyeruak di dadanya sehingga ingin sekali diri membanting meja yang ada di hadapannya untuk melampiaskan kemarahan terhadap sosok seorang ayah dan juga perempuan selingkuhannya.
Kakek Arjuna terdiam mendengar apa yang disampaikan oleh cucunya, dia melihat mata laki-laki yang sangat dingin di depan orang lain itu ada genangan air yang sengaja ditahannya agar tidak bisa jatuh melewati pipi tampannya. Sangat kentara kalau Bima sedang menahan agar gumpalan bulir itu tak jatuh hingga membentuk anak sungai di pipinya.
‘Ya Tuhan … apa yang harus aku lakukan lagi agar Bima bisa legowo menerima takdir yang menimpa ibunya? Bima adalah cucuku satu-satunya. Apa yang harus kuperbuat agar cucuku mau menerima seorang gadis di dalam kehidupannya?’
Pria tua itu tidak ingin membuat cucunya bertambah sedih dengan paksaan agar segera menikah, kakek Arjuna juga mengetahui bagaimana rasa sakit hati yang selama ini ditahan oleh cucunya. Sakit yang begitu dalam saat menghadapi mental kejiwaan yang dialami oleh anak perempuannya sebagai ibu yang telah melahirkan Bima ke dunia.
Bima memang salah dalam menyalurkan dendamnya, sebab yang harus disalahkan bukanlah perempuan selingkuhan sang ayah, tetapi ayahnya itu sendirilah yang tidak punya rasa setia pada istri dan rumah tangganya.
Pria yang hampir seluruh hidupnya berjuang dalam membesarkan anak perempuannya hingga menikah dan memberikannya seorang cucu, harus bisa dengan lapang dada untuk mendapatkan kenyataan bahwa anak yang selama ini sangat disayanginya menderita depresi akibat ulah suaminya yang berselingkuh.
Laki-laki bejat itu meninggalkan ibunya Bima setelah diberikan jabatan tinggi dalam perusahaan, sehingga dia bermain api dengan sekretarisnya di belakang sang istri yang setia menunggunya di rumah setiap hari. Arjuna teringat akan perkataan sang menantu kala itu.
“Pokoknya saya lebih memilih dia daripada kamu yang hanya pakai daster setiap hari seperti seorang babu, Safitri! Kamu itu jelek dan tubuhmu juga sudah tak menarik lagi buatku! Jadi jangan salahkan aku kalau berselingkuh di belakangmu!” teriak menantunya bernada tinggi.
“Aku janji akan ke salon dan berbenah diri, Mas … tapi kamu jangan tinggalin aku, ya! Aku nggak sanggup hidup tanpa kamu, lagian liatlah Bima sedikit, dia butuh sosok seorang ayah untuk masa depannya,” bujuk Safitri memelas menahan kepergian suaminya.
“Hey Mbak Safitri, kalau laki udah gak mau itu jangan mengemis dong! Perkataanmu itu lebih mirip dengan ucapan seorang wanita murahan yang tidak laku!” seru sekretaris menantunya.
“Diamlah kamu wanita murahan! Kau itu tidak lebih dari perempuan yang merebut suami orang! Apa kamu nggak punya hati sampai tega menghancurkan rumah tangga atasanmu sendiri, hah! Dasar perempuan rendahan! Kau —”
Belum selesai Safitri berkata, sebuah tamparan melayang di pipinya.
Plak!
wajah Safitri tertoleh hingga ke samping dengan pipi yang sudah merah.
“Mas … kau lebih membela gundikmu itu? Aku ini istrimu, Mas!” serak Safitri berusaha mengingatkan suaminya.
“Mulai sekarang aku menjatuhkan talak satu kepadamu wahai Safitri binti Arjuna kita sekarang bercerai dan jangan pernah menampakkan wajahmu lagi di hadapanku! Ooh, aku lupa, sekarang perusahaan ini sudah menjadi milikku!”
Ternyata pria itu tidak hanya berselingkuh di belakang Safitri tetapi juga sudah mengalihkan nama Safitri menjadi pemilik perusahaan yang sah menjadi namanya.
“Ap-apa yang saya dengar ini?” Arjuna tergagap kala melihat putri sematang wayangnya bersimbah air mata.
“Kek!” panggil Bima pelan.
“Eh, hah, ya … kamu ngomong apa tadi?” Kakek Arjuna kaget dan terbangun dari lamunan panjangnya.
Bima menghela napas dengan pelan, “Apa Kakek sudah memastikan kalau ibu minum obat sebelum datang ke kantor tadi?” tanya Bima yang merasa heran melihat kakeknya melamun.
“Dia putriku dan aku selalu lebih tau segala yang terbaik untuknya dari pada kamu yang anaknya hanya tau menangis di depan ibumu itu!” jawabnya ketus.
Kakek Arjuna bangkit dari tempat duduknya, "Kakek tau kalau kamu tidak akan mungkin memutus rantai keturunan keluarga kita, kecuali kamu akan menanggung dosa seumur hidup tidak sesuai dengan yang diperintahkan oleh Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam. Jadi tolong pikirkan permintaan kakek ini, mana tau ibumu malah sembuh jika dirawat sama menantunya sendiri," ucap sang kakek selaras tepukan kecil di pundak Bima, lalu meninggalkan pria matang itu sendirian dalam kegalauan.
Kakek Arjuna hanya mencoba untuk memberikan ruang dan waktu pada sang cucu dalam berpikir tentang bagaimana masa depan yang akan dilalui nanti, karena kakek Juna yakin bahwa cucunya tidak akan mungkin menghabiskan waktu sampai menjelang ajal tiba tanpa adanya sentuhan seorang perempuan untuk hidup di sampingnya.
Sementara itu, Bima meraup wajahnya dengan kasar lalu mengacak-acak rambutnya hingga berantakan akibat memikirkan perkataan sang kakek yang memang ada benarnya.
"Bagaimana mungkin aku bisa menikah dengan seorang gadis, sementara di mataku seluruh perempuan itu sama saja menjijikkan yang selalu berujung dengan demi harta!"
Namun, baru saja dirinya terlihat begitu frustasi tiba-tiba bayangan wajah gadis yang tadi pagi di serempetnya menari-nari di pelupuk mata.
"Dasar Bima bodo, bahkan aku sama sekali tak sempat mengenal namanya!" rutuknya pada diri sendiri yang selalu merasa kaku jika perempuan di hadapannya cuek tanpa terganggu.
Bima jauh lebih gampang untuk menolak seorang perempuan yang agresif dan juga penggoda karena dia akan merasa jijik serta ingin menyingkirkannya.
"Kamu ini sebenarnya siapa sih? Mudah-mudahan saja kita akan berjodoh untuk bertemu lagi! Aku sama sekali tak boleh menceritakan pertemuan ini dengan Kenzi karena sekretaris itu pasti akan mengetawakannya jika tahu bahwa aku sama sekali tak mampu menghadapi gadis tadi.
Bibir Bima mencetak senyum membayangkan wajah lembut milik Syifa Salsabila yang ternyata mengganggu Iman di dadanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
⊹My Little Bunny🐰⊹
aku mampir kak jangan lupa mampir karya ku ya
2022-12-11
0
Sunarty Narty
wah pas kan Syifa magang nanti d kantormu bim
2022-11-23
0
candra rahma
aamiin semoga ya dia tuh gadis jodoh mu yg sdh kak putri siapkan untuk mu😊
2022-11-09
0