"Kamu yakin akan langsung pulang?" Tanya Selfia ketika mobil berhenti karena lampu merah.
"Entahlah aku sebenarnya tidak yakin, tapi tidak ada pilihan lain bagiku selain pulang dan mengatakan yang sebenarnya kepada orang tua ku."
"Ya, semoga orang tuaku bisa mengerti dan memaafkan kamu." Ucap Selfia.
Helena hanya tersenyum tipis, Helena tidak mengetahui jika pikiran Ernesto sudah diracuni oleh Selfia.
Mobil memasuki halaman rumah Helena...
"Terima kasih Selfia...,"
"Sama sama, kabari aku jika kamu butuh sesuatu."
Helena tersenyum sebelum akhirnya dia turun dari mobil dan sedikit berlari karena hujan masih turun dengan derasnya.
Tok
Tok
Tok
"Helena..."
Mama Helena yang saat itu tidak bisa tidur, langsung berjalan ke arah pintu begitu mendengar suara ke tukang pintu dan dia terkejut mendapati Helena berada di hadapannya.
"Mama..."
Helena langsung memeluk mamanya, sementara sang Papa yang baru saja keluar dari ruangan lain dan berdiri di belakang sang mama, langsung menatap Helena dengan tatapan tajam Helena.
"Papa..." Pekik Helena.
"Papa kecewa sama kamu."
Deg !!
Helena langsung melepas pelukannya dan menatap sang mama.
"Kenapa kamu membuat malu keluarga kita nak?" pekik mama.
"Ma, biarkan Kak Helena ganti pakaian dulu." Ucap Adik Helena.
Mama melihat ke arah Papa seolah-olah meminta izin agar Helena masuk ke dalam kamar dan berganti pakaian.
"Papa tunggu penjelasan kamu di ruang keluarga." Pekik Papa Helena.
Lalisa segera menarik tangan Helena untuk masuk ke dalam kamar.
Di dalam kamar...
"Lalisa, ada apa?"
"Beberapa saat lalu, keluarga dari kak Ernesto datang, mereka kecewa dengan kakak, karena..." Lalisa tidak meneruskan kata-katanya.
"Karena apa?" tanya Helena.
"Kakak, kenapa kakak menerima lamaran kak Ernesto, jika kakak masih mencintai pria lain?"
"Lalisa, pergilah istirahat. Kakak akan menemui mama dan papa." Ucap Helena.
Lalisa memeluk Helena.
"Semoga apa yang kakak lakukan, tidak akan membawa hal buruk pada keluarga kita."
"Lalisa, kenapa kamu berbicara seperti itu?" Tanya Helena.
"Tadi...."
Belum sempat Lalisa berbicara, mama masuk ke dalam kamar.
"Helena, mama datang ke sini untuk melihat apakah kamu sudah siap atau belum?"
"Aku sudah siap ma." pekik Helena.
"Baiklah, kamu harus menghadap Papa untuk mempertanggungjawabkan hal yang sudah kamu perbuat."
Helena tersenyum dan bakalan nafas panjang.
Lalisa ingin ikut tapi sama Mama memberikan kode agar Lalisa tetap berada di dalam kamar.
"Ma..." Panggil Helena.
"Helena, Mama pikir kamu sudah melupakan pria itu. Mama sungguh bahagia saat kamu menerima kehadiran Ernesto, bahkan kamu menerima lamarannya."
"Ma, Papa Dan Papa yang merencanakan pernikahanku dengan Ernesto. Bukan aku."
"Jadi, kamu menyalahkan kami yang sudah menikahkan kamu dengan Ernesto?"
"Bukan seperti itu..."
"Bukankah saat Papa mengatakan apakah kamu mau menikah dengan Ernesto, kamu menjawab dengan jawaban terserah?"
"Terserah dalam artian apa jika bukan kamu melimpahkan jawaban kepada kami sebagai orang tua?"
Helena terdiam, dia baru menyadari bahwa kesalahan sepenuhnya ada pada dirinya.
Jika saja dulu saat sang Papa bertanya kepadanya, dan Helena menjawab jika dia belum siap untuk berumah tangga. Mungkin hal ini tidak akan terjadi.
Sekarang, Helena harus menghadapi akibat dari perbuatannya.
Helena kini sudah duduk di hadapan Mama dan Papanya.
"Apa kamu sadar dengan akibat dari tindakanmu itu?" Tanya papa.
"Maaf kan Helena pa." Pekik Helena.
"Kenapa?, apa istimewanya pria itu sehingga kamu berani mengatakan bahwa kamu masih mencintainya di hadapan pria yang sudah menjadi suami kamu?" Keluh papa sambil menangis.
"Papa..." Helena langsung bersimpuh di hadapan sang Papa begitu dia mengetahui bahwa sang Papa menangis.
"Maafkan Helena pa, Helena refleks mengatakan itu karena Ernesto memaksa Helena untuk melayaninya, padahal Helena sudah meminta waktu kepada Ernesto."
"Memangnya kenapa jika Ernesto memaksamu untuk melayaninya, bukankah sudah menjadi tugas dan kewajibanmu sebagai seorang istri untuk melayani suami di malam pertama pernikahan kalian?"
"Hiks hiks, Helena pikir Ernesto adalah pria yang berbeda, mengingat selama beberapa hari ini, Ernesto selalu bersikap baik dan ramah kepada Helena."
"Nak, jika sudah terikat dalam ikatan pernikahan. Tidak baik menyebut nama pria lain di hadapan suami. Apalagi kamu secara terang-terangan mengatakan bahwa kamu masih mencintai pria selain suami kamu." Ucap Mama.
"Kamu sudah mencoreng nama keluarga kita." Ucap Papa.
"Sekarang, kita harus membayar ganti rugi atas apa yang kamu perbuat."Imbuh Mama.
"Ganti rugi?" Tanya Helena.
"Keluarga Ernesto akan mengambil apa yang kita miliki." Ucap Mama dengan berlinang air mata.
"Semua yang kita miliki?" Tanya Helena.
"Rumah, perusahaan, dan segala sesuatu yang kita miliki. Dan itu gara-gara dirimu. Seharusnya, jika memang kamu belum siap untuk menikah kamu tidak perlu memberikan jawaban terserah ketika Papa bertanya kepadamu." Ucap Papa.
"Papa, maafkan aku."
"Sudahlah Helena, sekarang kata maafmu tidak akan bisa mengembalikan apa yang sudah mereka ambil."
"Papa..."
"Kamu sudah membuat perusahaan yang Papa bangun mati-matian lenyap dalam hitungan menit saja. Papa kecewa bukan karena kamu membuat kita jatuh miskin, tapi kamu sudah mencoreng citra baik keluarga kita."
"Papa..."
"Sebaiknya, kembalilah ke kamarmu dan berkemaslah."
"Berkemas?"
"Keluarga Ernesto menginginkan kita segera mengosongkan rumah ini, paling lambat besok pagi." Ucap Mama sambil bangkit setelah Papa beranjak dari tempat duduknya dan pergi meninggalkan Helena yang masih duduk di lantai.
"Mama..."
"Kita akan diasingkan karena kita sudah menodai sebuah pernikahan. Ini adalah kali pertamanya seorang wanita mengucapkan kata yang tidak seharusnya diucapkan kepada suaminya di malam pertama pernikahan mereka."
"Mama..."
Mama yang sebenarnya ingin memeluk Helena, memilih untuk segera pergi dari sana.
Lalisa yang sedari tadi menyimak di balik tembok, langsung menghampiri Helena begitu memastikan bahwa kedua orang tuanya sudah masuk ke dalam kamar.
"Kakak..."
Lalisa memeluk Helena, dan Helena kembali menangis dalam pelukan Lalisa.
"Kakak hanya tidak sengaja mengatakan bahwa kakak masih mencintai Alvino. Tapi, bukan berarti kakak menginginkan hal buruk terjadi pada pernikahan kakak."
"Sudah kak, tidak baik juga terlalu menyesali apa yang sudah terjadi karena, mereka tidak bisa lagi di negosiasi."
Lalisa kemudian mengatakan bahwa keluarga Ernesto juga datang bersama dengan Ernesto.
Helena benar-benar menyesali perbuatannya, seandainya saja dia membiarkan Ernesto mengambil haknya. Walaupun dia harus terluka tapi setidaknya kehormatan dan martabat dari keluarganya tetap terjaga.
Sekarang, ibarat pepatah yang mengatakan nasi sudah menjadi bubur..
Seperti itulah yang dirasakan oleh Helena. Dia tidak bisa lagi membuat sesuatu yang sudah menjadi bubur kembali menjadi nasi.
Malam itu, Lalisa mengajak Helena untuk tidur bersama dengannya. Tapi, nyatanya Helena tidak dapat tidur. Dia memikirkan nasib keluarganya akibat tindakannya.
"Aku harus bicara dengan Ernesto. Aku harus bisa mengambil hati Ernesto sebelum semuanya terlambat."
...----------------...
...----------------...
...----------------...
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments