"Pergi meninggalkan suatu tempat untuk selamanya memang seringkali terasa berat. Apalagi, jika tempat tersebut menyimpan banyak kenangan. Belum lagi, jika kepergian tersebut juga memisahkan kita dengan orang-orang terdekat. Saat harus mengalaminya, hati akan merasakan kesedihan mendalam." Ucap Husna yang mengejutkan Alvino.
" Husna, kamu belum tidur?"
" Bagaimana aku bisa tidur jika suamiku sendiri tidak bisa tidur karena merasa sedih."
Alvino langsung mengalihkan pandangannya dan menyesal air mata yang tersisa di sudut matanya.
"Pepatah mengatakan tak ada yang lebih pahit daripada pahitnya perpisahan. Kata mutiara perpisahan tersebut sepertinya nyata dialami banyak orang. Setiap pertemuan pasti berakhir dengan perpisahan."
"Kebahagiaan selalu diiringi dengan kesedihan yang akan datang silih berganti. Setiap hari seseorang bisa bertemu dengan orang-orang baru dan berpisah dengan orang lama. Terkadang tak semua pertemuan bisa memberi kebersamaan. Bahkan ada yang berakhir dengan perpisahan yang menyakitkan."
Alvino terdiam.
"Untuk bisa bersama perlu keteguhan yang luar biasa dari sebelumnya. Jadi jangan jadikan perpisahanmu adalah sebuah akhir dari segala bentuk pelayaran, tapi jadikan ia sebagai awal kisah baru yang lebih indah dari sebelumnya." Ucap Husna yang membuat Alvino melihat sekilas ke arah nya sebelum mengalihkan pandangan ke arah lain.
" Husna, aku tidak ingin menyakitimu karena pernikahan ini. Maafkan aku karena aku mungkin belum bisa menerima kenyataan bahwa saat ini kamu adalah istriku tapi aku berjanji akan bersikap sebagai suami yang baik kepadamu."
"Manusia tak akan bisa merasakan cinta yang akan hadir jika dia belum bisa melepaskan segala bentuk penderitaan dari kisah sebelumnya.."
Alvino terdiam.
" Sudah malam, sebaiknya mas masuk dan beristirahat karena tidak baik terlalu lama terkena angin malam. Jika hati dan pikiran masih belum bisa untuk tenang maka sajadah dan sujud adalah tempat yang tepat untuk mendapatkan ketenangan."
Setelah mengatakan itu, Husna masuk ke dalam dan sudah dalam posisi tidurnya ketika Alvino menutup pintu balkon dan berjalan menuju kamar mandi.
Husna tersenyum saat melihat Alvino menggelar sajadah dan hanyut dalam dua rakaat yang dia lakukan.
Pagi harinya...
Suasana rumah tiba-tiba menjadi panik saat kesehatan papa menurun dengan drastis.
Husna langsung memutuskan untuk membawa Papa ke rumah sakit.
Husna yang sebelumnya memang seorang asisten dokter memutuskan ikut masuk ke dalam ruang ICU untuk melihat sebenarnya apa penyebab dari menurunnya kondisi Pak Winata.
Pak Winata sendiri sejak beberapa tahun terakhir sudah menderita penyakit komplikasi hanya saja penyakitnya menjadi sangat parah dalam 2 tahun terakhir.
Husna menjadi perawat yang selalu membantu Pak Winata untuk cuci darah selama melakukan rawat jalan hingga kemudian Pak Winata secara pribadi meminta Husna untuk merawatnya di rumah ketika Pak Winata tidak bisa lagi melakukan rawat jalan.
Sejak itulah, Husna memutuskan untuk berhenti bekerja di rumah sakit dan mengabdikan diri kepada keluarga Pak Winata. Bisa dikatakan Husna menjadi perawat Pak Winata sekaligus dokter keluarga Pak Winata.
Husna bersyukur keputusannya untuk berhenti bekerja di rumah sakit karena tinggal di rumah Pak Winata membuat Husna merasakan kehangatan keluarga yang sebelumnya tidak pernah Husna rasakan.
Dan sekarang melihat Pak Winata terbaring lemah tidak berdaya membuat Husna tidak bisa menahan tangisnya.
Pak Winata dinyatakan kritis.
Semua keluarga sekarang berkumpul dan berada di sisi Pak Winata sementara Husna tidak terlihat.
" Alvino, coba kamu cari di mana Husna." Ucap Mama.
Alvino hanya menganggukan kepala sebelum akhirnya dia keluar dari ruangan Pak Winata untuk mencari Husna.
Alvino langsung melangkahkan kakinya menuju masjid yang ada di rumah sakit itu dan benar saja Husna ada di sana.
" Assalamualaikum Husna."
Alvino menghentikan langkahnya yang hendak menghampiri Husna ketika ada seorang dokter yang menghampiri dan menyapa Husna.
" Walaikumsalam Dokter Ciko."
" Aku dengar pasien yang kamu rawat secara pribadi di rumahnya sedang kritis."
" Iya, mohon doanya untuk kesehatan beliau karena dokter sudah angkat tangan atas kondisi beliau." Ucap Husna sambil menundukkan kepalanya.
"Di dunia ini kita hidup hanya sementara. Semua makhluk yang hidup, termasuk manusia akan mengalami kematian yang sudah pasti terjadi."
"Dunia hanya sebagai tempat persinggahan maupun penginapan untuk menunggu hari akhirat. Tak seorang pun mengetahui datangnya kematian, termasuk Rasulullah SAW juga tidak mengetahuinya."
" Mungkin saja beliau sedang meminta keikhlasan dari seluruh anggota keluarganya."
Husna terdiam tanpa Dokter Ciko tahu, air mata Husna sudah menetes dan membasahi cadar yang dia kenakan.
" Husna..." Alvino akhirnya menghampiri Husna.
" Assalamualaikum." Ucap Alvino.
" Walaikumsalam, anda....." Tanya Dokter Ciko.
" Perkenalkan, saya Alvino. Suami Husna."
Ciko melihat sekilas ke arah Husna yang masih menundukkan kepalanya sebelum akhirnya menerima jabat tangan dari Alvino.
Setelah Ciko dan Alvino berbasa-basi Alvino mengajak Husna untuk kembali ke ruangan Pak Winata.
Sepanjang perjalanan, Husna terus memikirkan perkataan yang dikatakan oleh dokter Ciko mengenai Pak Winata yang mungkin sedang menunggu keikhlasan dari seluruh keluarganya.
Sesampainya di ruangan Pak Winata.
" Apa maksud dokter dengan mengatakan jika Pak Winata sudah tidak bisa lagi jika tidak dipasang berbagai selang di dalam tubuhnya?" Ucap Mama dengan penuh air mata.
" Maafkan kami bu, kami para dokter sudah berusaha tapi penyakit yang diderita Pak Winata sudah sangat menyebar ke seluruh tubuhnya jadi untuk menjaga Pak Winata tetap bertahan kita tidak boleh melepas selang yang ada di tubuhnya. Anggap saja, Pak Winata sekarang kembali mengalami,. Hanya bedanya sekarang hanya keajaiban dari Tuhan yang mampu membangunkannya."
" Hiks.... hiks, tidak mungkin. Anda pasti salah mendiagnosis suami saya karena beberapa hari yang lalu suami saya sehat bahkan suami saya sendirilah yang menjadi saksi pernikahan dari putra kedua saya."
Dokter itu memilih untuk diam dan menundukkan kepalanya karena dia sungguh tidak tega mengatakan kepada istri dari Pak Winata bahwa kondisi Pak Winata dalam dunia kedokteran sudah tidak dapat lagi ditolong.
Husna yang melihat itu langsung menenangkan Mama yang kini menjadi mama mertuanya.
Satu Minggu berlalu, kondisi Pak Winata benar-benar memprihatinkan.
Dokter meminta keikhlasan dari keluarga untuk melepas selang bantu pernafasan yang di pasang pada Pak Winata mengingat harapan hidup dari Pak Winata hanya 10%.
Husna tidak pernah absen membacakan ayat-ayat suci Alquran di dekat Pak Winata.
" Assalamualaikum Bapak..." Ucap Husna saat melihat tangan Pak Winata bergerak seolah-olah akan menyentuh kepalanya.
Husna meletakkan tangan Pak Winata di atas kepalanya dan terlihat senyum di bibir Pak Winata.
Husna mendekat saat melihat mulut Pak Winata yang seolah-olah ingin mengatakan sesuatu.
" Di.... ma.... na.... ya...ng la...in?"
" Mungkin sedang di luar, Husna akan memanggilnya."
Pak Winata mengedipkan mata sebagai isyarat anggukan kepala.
Husna segera memanggil seluruh keluarga untuk berkumpul karena Pak Winata sadar.
Semua orang masuk kecuali Alvino, Husna segera mencari keberadaan Alvino.
" Dimana kira kira mas Alvino berada?"
...----------------...
...----------------...
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments