(Selamat membaca)
“Assalamu’alaikum...” sapa Nila memberi kejutan begitu sampai ke ruang keluarga rumah Baba.
Nila dan Jingga sepakat tidak membunyikan bel dan berjalan mengendap sampai ke ruang keluarga istana Baba.
Di ruang keluarga mansioan Baba yang luas dan nyaman, keluarga Nila tampak hangat berkumpul jadi satu, minus Ikun dan Amer. Ikun tidak ada, harus berjaga menemani Oma, sementara Amer, yang mulai menggantikan pekerjaan Baba belum pulang bekerja.
Baba sedang bermain dengan anak bungsunya yang cantik. Anak Baba yang bungsu berama Viola. Tapi mau Baba di panggil dengan panggilan Baby Uung. Sebab sebenarnya mau Baba namanya Ungu, tapi oleh anak- anaknya ditentang keras. Kakak- kakanya tidak ada yang rela adik bungsunya mengalami nasib yang sama, namanya jadi bahan ejekan.
Tapi Baba Ardi adalah Baba Ardi yang tidak mau kalah. Meski yang dipakai di akta Viola artinya ungu juga, Baba dengan tanpa bersalah tetap memanggilnya dengan sebutan Uung. Akhirnya jadi terbiasa. Dan heranya, Ungu adalah satu- satunya yang lengket ke Baba dan jarang mau dengan Buna.
Uung yang berusia 3 tahun kurang sedang bermain dengan aneka boneka buah dan karakter. Baba dengan telaten menyebutkan nama- nama hewan ke putrinya serta membuat cerita random. Uung yang mulai ceriwis tapi masih belum jelas melafalkan katanya pun menirukan Baba dengan riang.
Sementara Buna duduk lesehan di atas karpet empuk dan mahal. Di hadapan Buna dua meja belajar yang di atas kedua meja itu di terdapat buku dan alat tulis lalu duduk Iya Iyu. Meski bisa mendatangkan guru Les, tapi Buna selalu telaten mengajari Iya Iyu sebelum tidur.
Mendengar salam Nila semua pun menoleh dan menghentikan aktifitasnya. Mereka semua pun membulatkan matanya gembira melihat Nila.
Nila tampak memberikan bibirnya yang merekay manis karena tersenyum
“Kakaaak..,” seru Iya dan Iyu girang melihat kakak tersayangnya pulang, tanpa menjawab salam Iya dan Iyu langsung meletakan pensilnya tanpa takut Buna lagi dan kompak berlari ke Nila.
“Waalaikum salam..,” Hanya Buna dan suster yang menjawab.
Sementara Baba langsung terhenyak dan bengong.
“Kok pulang Nak?” tanya Baba spontan tapi tidak ditanggapi.
Nila tampak berjongkok mensejajarkan tubuhnya memeluk Iya dan Iyu. “ Mmmm...Kakak kangen banget sama kalian! ” ucap Nila ke Iya Iyu.
“Iya dan Iyu juga...” ucap Iya dan Iyu.
"Udah gede aja sih kalian?" ucap Nila.
“Ehm...,” Jingga yang mendengar pertanyaan Baba langsung berdehe.
Nila yang sedang melepas rindu dengan adik kembarnya lalu menoleh ke Jingga. Babapun bertanya lagi menegaskan.
“Kok pulang Nak? Mana Rendi?” tanya Baba lagi. Baba kan tadi dipamiti Nila Rendi dan sudah bilang ke Buna kalau Nila malam ini bersama Umi tidur di rumah Rendi dan akan berkunjung pagi.
“Baba ini gimana sih? Orang anaknya pulang, biarin sih Buna kangen... sini Nak!” sahut Buna ke Baba.
Nila yang hampir tidak bisa berbohong wajahnya langsung berubah, Jingga pun tanggap.
“Kak Rendi antar Umminya balik Ba. Kasian Nila sendirian di rumah sebesar itu, kan belum ketemu Buna ma adik- adik jadi Jingga ajak pulang!” jawab Jingga cerdas lalu melirik Nila dengan mata berkode.
“Oooh,” jawab Baba hanya mengangguk.
Buna pun senang mendengarnya.
“He...iya Ba!” jawab Nila menyeringai. Jingga sangat profesional dan setia kawan ke Nila.
“Nganter Umminya Kak Rendi kemana Kak?” tanya Amer tiba- tiba nyeletuk dari belakang.
Tanpa Jingga dan Nila tahu, ternyata mobil Amer di belakang mereka. Amer tiba di belakang mereka selang beberapa menit.
Nila dan Jingga kembali gelagapan, narasi bohong yang disusun rapi malah Amer mengorek.
“Ya pulanglah!” jawab Jingga cepat.
“Tadi aku kaya lihat Umminya Kak Rendi naik taksi lho! Dia ke arah balik ke rumah Kak Rendi Kok!” ucap Amer dengan polosnya karena memang Amer melewati tempat Ummi mogok. Amer hendak menyapa tapi laju taksi Ummi begitu cepat.
Nila yang menyembunyikan masalah semakin gelagapan, untung Iya dan Iyu mengalihkan fokus Nila dengen bergelayut manja ke kedua tangan Nila, jadi Nila disibukan ke Iya dan Iyu dan tidak terlihat.
“Salah lihat kamu!” sahut Jingga lagi dengan santai sambil berjalan duduk ke sofa. Jingga jauh lebih pandai menyimpan sesuatu.
“Apa sih kalian kok malah ributin Ummi?” sahut Buna bangun.
Buna mendekat ke Nila mengulurkan tangan hendak memeluknya. Buna sangat senang Nila lebih memilih pulang ke rumah apapun alasanya.
Buna sempat berseteru dengan Baba saat dengar Nila pulang ke rumah Rendi dulu, tidak menyapa Buna.
Nila pun menyambut Buna dengan memeluknya hangat.
"Ya Amer kan cuma tanya!" jawab Amer mengakhiri pertanyaan lalu duduk di sofa melepas kaos kakinya.
Buna dan Nila tidak peduli mereka memilih saling melepas rindu.
“Maafin Buna ya.. Oma sakit. Adik kamu juga masih kecil, jadi Buna dan Baba nggak jemput kamu nggak datang ke akhirusannahmu. Kata Ummi kamu bersama mereka.” bisik Buna menyesalkan tidak datang.
Nila mengangguk.
“Iya Buna..., Nila ngerti kok. Ummi udah cerita." jawab Nila
Nila sangat tahu kalau Bunanya sangat pengertian dan pasti datang ke acaranya jika tidak ada halangan. Sebab jika liburan tiba dan acara penhambilan raport Buna selalu datang. Buna juga yang selalu tahu jadwal Nila memegang ponsel dan menelpon Nila duluan.
“Selamat yah, anak Buna udah mau jadi mahasiswa?” ucap Buna lagi mengurai pelukanya lalu memegang kedua lengan Nila.
“Iya Bun! Nanti Nila cari kampus sama Kak Amer dan Kak Jingga!” jawab Nila.
"Uuh.. anak Buna?" Lalu Buna memeluk Nila lagi.
Saat Nila memeluk Buna erat, Uung tampak menaangis memanggil Buna.
“Unaaa... unaa... Bunaku angan dipeyuk!” protes Viola tidak terima Bunanya dipeluk orang yang baginya asing.
Nila pun menoleh ke adik Bungsunya dengan tatapan terharu. Uung membuatnya pangling.
Uung masih di kandungan saat Nila berangkat ke pondok, Nila hanya bertemu langsung setahun dua kali saat Nila pulang liburan. Rutinya seminggu sekali saat Nila video call Buna.
“Hai... cantiiknya Kakak! Ini Kaka!” sapa Nila langsung ingin menggendong Uung.
Sayangnya saat Nila mengulurkan tangan, Uung langsung berbalik menghambur ke Baba, Uung bak perangko jika sama Baba. Uung tidak kenal Nila.
“Itu Kakak Naak, Kakaknya Uung, sama kaya Kak Amer dan Kak Iya Iyu,” sahut Baba memberitahu.
Sayangnya Uung hanya cemberut menatap Nila.
“Sama aku juga gitu Dheek... soalnya baru lihat! Nggak tahu tuh, pasti nangis kalau kudeketin!” sahut Jingga.
"Kamu galak sih!" sahut Baba ke Jingga.
Baba dan Jingga kan bak musuh juga.
Buna kemudian hanya tersenyum mendengarnya. Buna kemudian mendekat ke Uung menggendongnya dan memberitahu kalau itu Kakaknya juga mengajari salim. Tapi tetap saja Uung memalingkan muka dan menarik tanganya.
“Huu dasar si muka jutek! Ini Kaka lho Dheek!” imbuh Amer ikut rese ke Uung sembari menoel pipinya. Uung masih tetap saja tidak mau menatap Nila.
“Iya tuh, ikutin siapa sih? Jutek banget pasti nanti kalau gede tuh!” sahut Jingga lagi mencibir Uung.
Karena ternyata Uung hanya mau dekat dengan kakak- kakak laki- laki, terutama ke Ikun dan Baba. Kalau ke Jingga dan Nila malas, melihatpun tak mau, padahal sesama girl.
Buna hanya senyum- senyum dengar anak- anaknya.
"Ini Kaka lho Dhek?" rayu Buna.
“Ya udah kalau nggak mau sama Kakak, Kakak ke kamar dulu ya!” ucap Nila nekat memaksa mencium UUng di gendongan Buna.
“Udah makan belum?” tanya Buna.
“Udah Bun!” jawab Nila.
“Ikuut Kak!" seru Iya Iyu, k
"Kita tidur sama Kakak ya Buun!” celetuk Iya.
Nila pun tersenyum mengangkat alisnya sangat suka kalau mereka menemani Nila.
Sementara Buna langsung mengernyit.
“Selesaikan dulu PR kalian, belum selesai jangan pergi dari sini!” ucap Buna galak.
Iya dan Iyu pun manyun tapi tetap patuh ke Bunanya. Nila pun hanya tersenyum lalu mengusap kedua kepala mereka,
“Selesaikan dulu Prnya nanti nyusul Kakak ya” ucap Nila mengerlingkan matanya.
“Oke Kaak!” jawab Iya Iyu kompak,
Sementara dari tas Jingga terdengar suara ponsel berbunyi nyaring. Semua sampai menoleh ke Jingga.
“Keras banget?” gerutuu Amer karena nada dering Jingga baginya alay.
Jingga hanya manyun tidak peduli ejekan Amer dan mengambil ponselnya. Kemudian Jingga tersenyum lebar.
“Sirik lo, kugedein biar nggak ketinggalan kalau ada Telpon. Suka ngatain, kualat ntar, ngrasain LDR baru tau rasa lu!” ejek Jingga ke Amer.
"Yee...," jawab Amer.
Jingga tidak peduli lagi langsung bangun, buru- buru mengangkat telpon dan langsung ngacir ke kamar. Ternyata suami Jingga yang telepon.
Semua yang sudah hafal Jingga bucin ke suaminya hanya tersenyum. Nila pun pamit ke Baba dan Buna ke kamar.
Nila tidak mau ditanya banyak sama Baba. Buna pun meminta Iya dan Iyu fokus belajar lagi dan Baba kembali mengambil Uung.
“Uung ke kamar yuk, bubu sama Baba yuk!” ajak Baba.
Uung langsung mau dan patuh ke Baba
****
“Huuuft...,” sesampainya di kamar Nila langsung mengelus dadanya.
Ditatapnya kamar kesayanganya yang sangat dia rindukan. Nila pun duduk sebentar dengan tanganya mengelus ke permukaan kasurnya lalu merebahkan badanya dan memeluk boneka panda kesayanganya sejak ia SD. 6 tahun sudah dia tinggalkan, dan sekarang dia peluk erat sebagai luapan rindu.
Seketika itu, Nila lalu teringat masalahnya.
Kalau dia tidak jadi bercerai, dia akan meninggalkan boneka pandanya dan tempat tidurnya bukan di situ? Tapi di kasur yang tadi dia tiduri. Nila kembali bersedih.
“Kapan aku cerita ke Baba dan Buna ya? Apa respon Baba? Pasti Baba marah?” gumam Nila dalam hati.
Nila kemudian bangun dari rebahanya. Kepalanya mendaak pening memikirkan nasibnya. Nila memejamkan matanya meneguhkan hatinya.
“Aku nanti malam harus istikhoroh, aku tidak mau salah langkah? Kalau kata Kakak benar aku cerai saja, aku harus bisa lupakan Mas Rendi? Tapi aku berharap Mas Rendi berubah? Hah ternyata sulit?” gumam Nila.
Lalu Nila segera melepas hijabnya dan pakaian panjangnya. Nila pun segera masuk ke kamar mandi. Sebelum tidur, Nila membiasakan diri menggosok gigi dan berwudzu.
Setelah selesai bersih- bersih Nila pun keluar.
“Kakak!” pekik Nila kaget.
Amer sudah duduk di kasurnya.
“Katakan ada masalah apa ke Kakak!” ucap Amer kemudian menatap Nila dengan tatapan serius.
“Maksud Kak Amer apa?” tanya Nila.
“Haishh...,” desis Amer sembari berdecak kemudian menatap Nila.
“Jangan takut sama Baba... sekarang belum terlambat, aku tahu Kak Jingga bohong. Apa perlu Kak Amer yang bilang ke Baba?” tanya Amer
Nila pun gelagapan, sepertinya Amer tahu sesuatu.
“Kakak mau bilang apa? Kakak tahu apa?” tanya Nila.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 255 Episodes
Comments
Dewi Purnomo
jujur aja Nila ke kakakmu....biar dicari solusinya....
2022-12-06
1