Beberapa menit berlalu, mobil Rendi memasuki pekarangan rumah mewah bergaya modern. Tidak sebesar rumah Baba, namun terlihat nyaman untuk ditempati.
Nila masih terpejam dan tidak tahu hingga Rendi mematikan mesin mobilnya. Rupanya Nila benar- benar menuruni sifat Buna, jika membau AC dan dibawa berjalan seperti anak kecil yang disihir oleh peri yang membawakan lagu tidur.
Ummi Rendi kemudian menoleh ke Nila. Ummi hanya tersenyum dan menghela nafasnya.
Sementara Rendi tampak mematikan laju mobil, tatapanya masih ke depan Rendi fokus melepas seat beltnya.
"Jangan bangunkan Nila ya! Kasian dia lelah perjalanan jauh dan harus menemui Omanya yang sakit. Bawa dia ke kamarmu. Ingat dia istrimu. Perlakukan dia dengan baik, kamu laki- laki. Ucapanmu tindakanmu harus kamu jaga!" tutur Ummi menasehati lagi dengan suara berbisik takut Nila bangun.
Rendi tidak menjawab hanya diam.
Ummi kemudian membuka pintu mobilnya dan buru- buru turun. Ummi segera menelpon santri yang tadi menjadi supirnya kembali. Saat Rendi datang, Ummi memberi kelonggaran santrinya untuk bersantai dan boleh main.
Sementara Rendi tampak diam sejenak. Lalu kepala Rendi menoleh ke Nila.
Seraut wajah yang imut dan manis, nafasnya begitu tenang tertangkap di netra Rendi. Jilbabnya sedikit meleyot karena Nila bersandar miring di jok mobil, namun hal itu tidak mengurangi kecantikanya justru membuatnya lucu.
Hari Rendi seketika berdesir, namun ada rasa yang cukup sakit yang cukup menusuknya. Rasa sakit yang datang dari hati Rendi sendiri yang tidak tahu apa itu.
Entahlah itu rasa bersalah? Atau rasa kasihan atau menyesal. Rendi berusaha membuangnya, menyadari hari yang baginya dulu menyebalkan akan tiba.
Rendi menjadi suami Nila seutuhnya, hidup dalam satu rumah dan membimbingnya.
Rendi menelan ludahnya, mendadak keluar keringat kecil di keningnya diiringi deguban jantung yang tak beraturan.
Untuk pertama kalinya, Rendi akan menyentuh Nila, membawanya dekat tanpa jarak, hanya pakaian mereka yang menjadi pembatas.
Rendi kemudian membuka mobilnya. Lalu mengangkat Nila hati- hati. Rendi pun membawa Nila ke kamarnya.
"Berat juga dia?" batin Rendi jadi penasaran dengan tubuh Nila yang terasa berat dalam gendonganya.
Nila memang tak setinggi Jingga. Nila hampir menyerupai Buna. Walau jauh lebih tinggi daripada saat dia lihat tiga tahun lalu, tapi Nila hanya stag di tinggi sekitar 155cm. Tidak seperti Jingga yang bak model menuruni Baba.
Tapi entah apa yang membuat Nila terasa berat. Jika tadi yang keluar buliran keringat kecil, kini Rendi benar- benar keluar keringat banyak.
Meski begitu Rendi sangat tengsin jika saat itu Nila bangun. Jadia dia menahan sekuat tenaga dan hati- hati membaringkan Nila di kasurnya.
"Huh...," Rendi menghela nafasnya melepas pegal.
Masih lengkat dengan sepatu juga jilbab meleyotnya Nila berbaring di atas kasur Rendi. Rendi tidak berani menyentuh Nila lagi walau dia menyadari seharusnya sepatu Nila dilepas saja.
Entah tidak berani atau malu dengan sumpah serapahnya sendiri. Rendi pernah bertekad dalam hati Rendi tidak mau menyentuh Nila dan ingin melampiaskan sakit hatinya pada Nila.
Rendi kemudian meninggalkan Nila di dalam kamarnya sendiri, Rendi keluar.
Supir Ummi sudah datang dan Ummi bersiap- siap pulang.
"Ummi beneran mau pulang?" tanya Rendi.
"Ya... Ummi hanya pamit mengantar Nila. Ummi masih banyak tugas juga!" jawab Ummi.
"Kan bisa telepon Abi, Ummi.. pekerjaan Ummi juga bisa dilakukan yang lain!" tutur Ummi berpamitan
"Memang Ummi tidak lelah? Istirahatlah dulu!" tutur Rendi lagi.
"Tidak! Sudah, Ummi mau pulang. Ingat pesan Ummi, Nila itu anak orang, dia istrimu? Perlakukan dia dengan baik. Kamu seorang suami!" tutur Ummi berkali- kali bahkan tak terhitung berapa kali selalu memberi pesan.
"Ya!" jawab Rendi malas dan hanya mengangguk.
Ummi kemudian pergi dan Rendi mengantarnya sampai depan.
Supir Ummi membukakan pintu mobil. Lalu mendekat ke Rendi dan meminta tangan Rendi untuk bersalaman.
"Sehat Gus?" sapa Supir Rendi yang terbiasa memanggil Rendi Gus.
"Alhamdullilah, Mas. Hati- hati di jalan. Pelan- pelan aja ya bawany!" jawab Rendi memanggilnya Mas.
Rupanya supir Rendi masih ada hubungan saudara jauh dari Ummi.
Ummi pun berangkat, Rendi berdiri di depan pintu rumahnya menatap mobil Ummi melaju jauh hingga tak terlihat lagi.
Begitu mobil Ummi pergi Rendi kembali dheg- dhegan. Rendi kemudian mengusap tengkuknya.
"Huuuft. Malas sekali hanya berdua dengan anak kecil itu?" batin Rendi masih gengsi mengakui Nila sebagai perempuan yang sudah beranjak dewasa.
Selama ini Rendi tinggal seorang diri. Ada ART namun hanya pagi hingga siang membersihkan rumah setelah beres pulang ke rumahnya.
Tidak ingin canggung bersama Nila, Rendi memilih membuka lemari es mengambil minum dan menyalakan televisi dan menyandarkan dirinya yang lelah di sofa.
Karena lelah menggendong Nila dari parkiran hingga ke kamarnya yang melewati ruang tamu dan ruang televisi Rendi terlelap sembari duduk.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 231 Episodes
Comments
Susi Sidi
munafik kamu Rendi.. 😠😠
2023-03-13
1
Salminah Burhanuddin
gengsi Gus...hehe... nyesel lo ntar...
2022-11-23
0
Ida Nur Hidayati
kak Ririn kok lama upsnya, dah 2 hari nunggunya kak.
semangat yakak 🥰🥰🥰💪💪
2022-11-15
0