“Thiing... thoong.. assalamu’alaikum!”
Selang beberapa menit dari Rendi mengakhiri telpon Ummi, bel di rumah Rendi berbunyi. Rendi mengusap tengkuknya panik, sebentar lagi masalah pasti akan datang.
Rasa bersalah pun mulai menyusup ke relung hati yang paling dalam.
Rendi tergagap bagaimana dia akan menyusun kalimat menjelaskan ke Umminya.
Selama ini dia tidak menemui Nila. Lalu pulang selalu dadakan menghindari bertemu Nila, masih dengan alasan memenuhi janji Baba Ardi. Janji untuk memberi ruang Nila tumbuh menjadi gadis yang dewasa sempurna tanpa diganggu. Sekarang tidak ada alasan lagi bagi Rendi menjauhi Nila.
Dengan Rendi masih mendinginkan Nila itu adalah satu kesalahan besar bagi Ummi. Ditambah jika Ummi tahu, Nila pergi karena sakit hati mendengar perkataan Rendi. Ummi akan sangat murka dan kecewa.
“Thing... thong... assalamu’alaikum...,” Ummi mengulang memencet bel lagi.
Sementara Rendi masih duduk dengan wajah piasnya, kaki Rendi terasa sangat berat untuk melangkah.
Rendi merasa hatinya masih terkurung dalam balut hitam dari belang luka cinta bertepuk sebelah tangan Jingga. Rendi masih ingin bertindak sesuka hatinya, menjadi diri yang merdeka melampiaskan kekesalanya tanpa peduli perasaan orang lain.
“Thing thooong... assalamu’alaikum..,”
Ummi yang sudah lelah, ngantuk dan dingin karena udara malam, mulai naik emosinya dan berkurang kesabaranya. Ummi sampai memencet bel lagi walau baru jeda beberapa detik.
Walau kepalanya menegang dan pusing, mendengar suara bel yang mulai berisik. Rendi memaksa badanya bangun, menyeret kakinya langkah keluar membuka pintu untuk ibunya. Walau dia buruk menjadi suami, Rendi masih jadi putra yang baik untuk ibunya.
“Cekleek....” pintu terbuka.
“Hhhh...,” Ummi langsung menghela nafas begitu melihat wajah Rendi.
“Lama banget bukanya?” tanya Ummi.
Wajah Rendi menegang, tapi dia mecoba menguraikanya dengan menarik bibirnya tersenyum. Lalu Rendi meraih tangan Ummi menciumnya.
“Maaf Ummi habis makan!” jawab Rendi asal, mencari alasan acak. “Ayo masuk!” ajak Rendi melihat ke sekeliling, baik santrinya atau supir taksi tidak ada.
Ummi pun mengangguk dan berlenggang masuk ke rumah Rendi. Rendi mulai gemetaran, menyiapkan alasan kemana Nila jika Ummi bertanya.
"Terus mobilnya gimana?" tanya Rendi.
"Udah diurus. Ummi kedinginan dan pusing kalau harus nunggu di pinggir jalan!"
"Iya.. Ummi tidur sini saja. Maafin Rendi Mi?"
“Nggak apa- apa! Nila masih tidur?” tanya Umi sembari berjalan.
Benar sesuai perkiraan Rendi, Ummi langsung bertanya tentang Nila. Untung tanyanya bukan dimana Nila.
“Iya Ummi!” jawab Rendi dengan hati yang lega.
Ummi pun mengangguk tersenyum.
“Baik- baik sama dia... belajarlah mencintainya. Bantu dia dapatkan kampus yang bagus untuk kuliah. Kalau udah dapat kita harus segera bahas rencana pernikahan dan resepsi kalian!” ucap Ummi semangat empat lima kalau membahas kemajuan dan bayangan masa depan Rendi dan Nila.
Rendi yang hatinya sedang berkecamuk hanya tersenyum menyembunyikan bohongnya.
Lalu Ummi segera masuk ke kamar yang biasa dia tempati.
“Huuuft...,” Rendi langsung menghela nafasnya dan memegang kepalanya yang terasa pening. Di dahinya juga keluar keringat kecil.
“Bagaimana ini? Ummi pasti sangat marah kalau tahu Nila pulang. Aku harus telpon Nila dan memintanya kembali kesini. Tapi bagaimana aku menjemput Nila kalau nanti ditanya Om Ardi dan keluar? Aduh Nila dan Jingga cerita nggak sama Om Ardi? Haissh harusnya aku mencegahnya.” gumam Rendi keringatnya langsung keluar bertambah banyak, bahkan dadanya bergetar hebat akibat jantungnya memompa dengan kuat.
Rendi segera mengambil ponselnya dan menghubungi Nila. “Kenapa nggak diangkat sih? Bocah cilik ayo angkat!” gumam Rendi kesal karena telponya tidak kunjung diangkat Nila.
“Dia terlihat sangat manis dan penurut, patih ya! Aku harus minta maaf dan merayunya, came on Nila... ayo angkat!” batin Rendi lagi semakin panik dan kembali memencet tombol panggilan.
Sayangnya sudah 3 kali Rendi menelpon panggilan tak kunjung diangkat. Rendi pun gelagapan.
Dia pun merangkai kata mengirim pesan untuk Nila.
“Aku minta maaf, aku salah sudah menyakitimu.
Aku harap kamu mengerti, kita menikah karena perjodohan dan kita belum saling mengenal.
Aku tidak berniat menceraikanmu, aku hanya malu terhadap teman- temanku jika tahu, aku menikahi anak SMA, secara sirih pula. Aku masih menganggapmu istri. Kita masih suami istri.
Beri waktu untuk kita saling mengenal. maafkan aku.
Kamu mengerti kan?
Tolong balas pesanku!!”
Dengan menggunakan otaknya cerdiknya, tidak peduli apapun, Rendi merayu dan meminta maaf pada Nila.
“Huuuft... kamu pasti maafin aku kan bocah manis. Ayo balas!” gumam Rendi lagi.
Sayangnya belum Rendi mendapatkan balasan, Umminya datang di belakangnya.
“Ren...,” sapa Ummi.
“Ya Ummi..,” jawab Rendi tergagap kaget.
“Jawab pertanyaan Ummi! Jujur!” ucap Ummi tiba- tiba. Raut Wajah Ummi pun sudah merah menyala dan terlihat marah.
“Ada apa Mi?” tanya Rendi.
“Dimana Nila?” tanya Ummi lagi.
Rendi langsung menelan ludahnya gelagapan.
“Ya.. em.. Nila, Nila tidur, Nila di kamar!” jawab Rendi.
“Ini apa?” ucap Ummi menunjukan sebutir cincin berlian yang berkilauan cantik.
Rendi langsung melotot tidak menyangka. Saat tadi Nila menangis dan pamit pergi di ruang makan, tanpa Rendi perhatikan, Nila melepas cincin nikahnya. Rendi pun tidak menjawab.
“Sejak kapan kamu suka masak mi? Ummi hafal rasa masakan Nila. Nila membuatkanmu makan malam kan?” tanya Ummi lagi.
Ya setiap minggu saat Nila pulang ke rumah “Ndalem” (Rumah Kyai pemilik pondok). Nila sering berbaur dengan santri lain membuat masakan untuk Abi dan Ummi mertuanya.
Setelah meletakan tasnya ternyata Ummi ke dapur hendak minum. Ummi mendapati sisa makanan masakan Nila juga bekas makan mereka berdua. Nila yang sakit hati belum membereskan dapur.
“Dimana Nila?” tanya Ummi lagi membentak dan menegaskan.
Rendi pun menelan ludahnya dan menunduk.
“Maaf Ummi...!” ucap Rendi lirih tidak berani menatap Umminya.
****
Di rumah Baba
"Abang mau ngobrol sama Nila nggak?" tanya Jingga ke suaminya di balik layar hp.
"Boleh!"
"Tapi jangan lama- lama ngobrolnya. Jingga cemburu!" ucap Jingga lagi mode cemburu.
"Astaghfirulloh. Ya udah nggak usah. kamu sendiri yang nawarin kamu sendiri yang nglarang!" jawab Adip kesal ke Jingga.
"Hehe ya nggak. Nggak apa- apa kalau Bang Adip mau ucapin selamat dan kasih hadiah kelulusan. Tapi Jingga nggak suka Bang Adip liat Nila lama- lama. Nila sekarang jauh lebih cantik dari Jingga soalnya," jawab Jingga lagi beralasan konyol.
"Ck...," Adip pun hanya berdecak. "Ya ampun kamu ya minta tak jitak!" ucap Rendi lagi masih gemas ke Jingga yang sudah mau jadi ibu.
"Hehe...," Jingga hanya nyengir.
Semenjak hamil, Jingga memang mendadak gendhut. Apalagi tubuhnya yang tinggi, bahkan Adip sering mengatainya Mommy Gajah kalau lagi mode membully.
"Ya udah nggak usah! Udah ngobrolnya lewat kamu aja. Selamat ya.. udah lulus mau jadi mahasiswa!" jawab Adip lagi.
"Nggak.. nggak... boleh- boleh. Barangkali Nila mau konsultasi masalah jurusan kuliah! Aku ke Nila nih," jawab Jingga lagi semangat bangun dari rebahanya.
Suami Jingga dahulu adalah mahasiswa yang aktif. Sekarang pun sedang melanjutkan kuliah lagi. Adip juga aktif di masyarakat.
Walau sudah kaya, Keluarga Nila memang sangat memperhatikan pendidikan. Nila pernah berujar ingin mengikuti jejak iparnya. Aktif dan menjadi mahasiswa yang berguna.
Jingga lalu bersemangat berjalan ke kamar Nila.
Sayangnya langkah Jingga terhenti begitu sampai di depan pintu kamar Nila.
"Katakan ke Kakak! Apa Kak Rendi menyakitimu? Jangan takut ke Baba. Pernikahan itu sekali seumur hidup. Dan ini tentang hidupmu, Nila. Kakak ada untuk kamu!" terdengar Amer sedang mendesak Nila bercerita.
Jingga yang tadinya mau semangat membahas bantu Nila pilihkan kampus kuliah jadi berubah mood dan ikut gemas teringat Rendi.
"Benar kata Kak Amer Nila!?" sambung Jingga langsung menyerobot masuk.
Nila pun terdiam menatap kedua kakaknya. Seketika itu air mata Nila kembali menetes.
"Kakak tahu 3 tahun lalu kamu sangat lugu, kamu masih idealis membahagiakan Baba dengan cara mengabulkan semua keinginan Baba. Tapi kamu sekarang bisa kan berfikir jernih? Membahagiakan Baba bukan berarti mengabulkan semua keinginanya!" sambung Nila lagi semakin meracuni Nila untuk bercerai.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 255 Episodes
Comments
安呢
lanjut
2022-12-21
0
Affye Afifah
ayokk nilaa kamu jjur ajaaa,,, biar rendy berjuangin kamuu, jgn mau di lindas trs rendy, nnti kamu dpt yg kya daddy binarrr
2022-11-25
0
Asrini Zafarani
begitulah seharusnya seorang saudara, ketika ia melihat saudara nya punya masalah,,, gercep amer... suka,,, jodohnya amer siapa ka Ririn..
2022-11-25
0