Di dalam rumah mewah yang hening dan dingin itu, dua insan yang berjarak 15 tahun itu saling tatap sejenak, saling melemparkan sambungan komunikasi.
Nila berharap, pertanyaanya menjadi penyambung tali hati berharap menemukan titik saling mengerti. Karena bagi Nila sekarang saatnya, mendapat jawaban dari setiap tanya di malam- malamnya yang sepi.
Sementara Rendi mendadak gelagapan, dia masih enggan memberikan jawaban kejujuran hatinya. Rendi tidak menyangka, Nila bocah kecil yang dulu terlihat penurut, berani melemparkan pertanyaan itu.
Rendi memutus pandanganya ke Nila. Nyali Rendi menciut menghadapi mata jernih Nila yang bertanya dengan kejujuran dan keberanian.
“Memang Oma dengar apa? Dan kenapa kamu tanya begitu?” jawab Rendi.
“Ehm...,” dehem Nila jadi merasa kikuk.
Sebenarnya Nila juga menahan jantungnya yang berdebar kencang berhadapan dengan Rendi suaminya. Bahkan di bawah meja makan tempatnya menghadap sekarang, tangan Nila saling tertaut, memilin kukunya sendiri melawan gemetaran.
Bagi Nila, sosok Rendi yang dia lihat dulu saat sering mengunjungi rumahnya, pedekate ke keluarganya sebagai calon suami kakaknya adalah sesosok suami sempurna, begitu tinggi untuk dia gapai. Rendi tampan, berwibawa, sholeh, mandiri, sopan tidak banyak selengekan dan mapan. Nila memang diam- diam menyimpan rasa di dalam hatinya dan mengembang sampai sekarang.
Namun Rendi cukup membuat hati Nila patah, setelah 3 tahun menanti dan diabaikan, Nila selalu menanti dengan rindu dan segenap hati untuk disapa sebagai istri halalnya. Namun tak pernah dia dapat, Nila masih berbaik sangka dan menyimpan rapi semua harapanya, tapi kenyataan yang keluar dari mulut orang tersayangnya cukup menampar dan menyadarkanya.
Nila harus melawan rasa kagum dan keinginan semunya demi mendapatkan kebahagian yang jujur.
Nila sudah cukup dewasa membedakan arti mencintai dan dicintai, mengerti tentang keinginan dan kenyataan, kebodohan atau kebahagiaan, apalagi jika berhubungan dengan hukum agamanya.
“Kenapa Mas Rendi tidak pernah mengunjungiku? Kenapa Mas Rendi tidak pernah menyempatkan bertemu denganku? Padahal Mas sering pulang kan? Apa begitu berat menemuiku!” tanya Nila lagi dengan lembut. Kali ini Nila.
Mendengar itu, Rendi malah tersenyum smirk dengan muka masih angkuh dan tidak merasa bersalah.
“Apa kamu tidak terima? Kenapa memangnya?” jawab Rendi angkuh, tapi Rendi tidak berani menatap Nila dan tampak gelagapan.
Nila menatap ke Rendi sejenak, lalu menunduk lagi menelan ludahnya, ternyata Rendi memang menyebalkan tak seperti wajahnya yang tampan.
“Maaf, Mas. Tapi aku istrimu kan? Kamu sudah menikahiku?” jawab Nila lagi.
Rendi masih tersenyum lagi.
“Apa kamu sedang menuntutku berlaku sebagai suami terhadapmu? Begitu maksudmu?” tanya Rendi lagi.
Nila semakin bingung bagaimana cara menyampaikan kegundahanya, respon Rendi benar- benar di luar dugaanya, Nila pun semakin yakin yang Oma lihat dan dengar benar. Ya, lagipula tidak mungkin kan Oma membohongi Nila. Mendadak hati Nila terasa ada yang mencengkeramnya keras sehingga terasa sakit.
Nila menunduk menahan matanya yang berat, karena matanya mulai tergenangi air. Nila berusaha menahan agar airnya cepat surut, Nila harus kuat.
Melihat Nila menunduk Rendi tidak mau disalahkan.
“Kamu ingat kan peringatanku? Sebelum kita menikah aku pernah bilang, aku tidak mencintaimu anak kecil. Kenapa kamu mau menggantikan kakakkmu, tugasmu sekolah bukan kegatelan menikah!” ucap Rendi, kali ini sedikit kasar dan sangat lugas menyakiti Nila.
“Mas!” pekik Nila langsung mengangkat wajahnya memotong, hati Nila sangat sakit dikatai kegatelan, pertahanan Nila juga mengikis, mata Nila mulai berkaca- kaca.
“Ehm...,” Entah kenapa Rendi tidak berani menatap Nila lagi dan merasa tidak nyaman.
“Maksudku, seharusnya kamu bersyukur, aku menghormati ayahmu, aku membiarkanmu berkembang seperti seharusnya. Jadi jangan menuntutku menjadi suami seperti Adip! Nggak usah terlalu tinggi mengharapkanku, lagian siapa suruh kamu mau menjadi istriku!” jawab Rendi malah membawa- bawa nama Adip.
Nila yang tadi menangis sedih mendadak jadi geli dan semakin surut kekagumanya ke Rendi. Kenapa Rendi terdengar sangat kekanakan dan menggelikan.
“Mas!” pekik Nila lagi sekarang berani menatap Rendi.
“Ehm..,” dehem Rendi celingukan membuang muka.
“Apa hubunganya dengan Bang Adip? Kenapa bawa- bawa Bang Adip?” tanya Nila dengan getir.
“Ya kamu bermimpi aku bisa menjadi suami yang kamu inginkan. Aku tidak mencintaimu, jadi terima nasibku dan tidak usah banyak menuntut!” jawab Rendi lagi.
Nila menelan ludahnya, walaupun pahit ini memang kenyataanya, bahkan sedari awal Nila sudah tahu.
“Nila tidak menuntut Mas!” jawab Nila lagi.
“Lalu kenapa kamu menanyakan hal itu, sudah jelas kamu itu masih sekolah ngapain aku nemuin kamu!” jawab Rendi lagi.
Nila pun hanya bisa mengeratkan rahangnya mendengar semua pernyataan Rendi.
“Lagian siapa suruh kamu mau menikah denganku!” ucap Rendi lagi masih merasa benar.
“Hh....,” Nila kemudian menghela nafas mulai hilang kesabaranya. Nila menyeka air matanya dan menegakan badanya menghadap ke Rendi.
“Apa mas Rendi menyesal menikahiku? Aku bersedia menggantikan Kak Jingga, karena aku tidak mau Baba dan juga keluarga Pak Rendi malu. Meski begitu aku selalu berusaha menerima pernikahan ini dengan ikhlas. Kalau Mas Rendi menyalahkanku, lantas kenapa Mas Rendi mau menikahiku?” jawab Nila lancar.
Rendi kembali dibuat diam oleh perempuan yang dianggapnya sebagai gadis kecil.
“Tidak usah tanya seharusnya kamu tahu, oh iya aku lupa kamu kan masih kecil!” jawab Rendi lagi.
“Semua orang ingin, menikah dengan orang yang kita cintai Mas, akan tetapi Nila percaya, jodoh itu tertulis dalam lauhul mahfuds dan Alloh yang tentukan jalannya entah dengan cinta atau tidak. Dan yang Nila tahu pasti, mencintai orang yang kita nikahi itu kewajiban!” tutur Nila lagi.
“Tau apa kamu tentang cinta!” ucap Rendi lagi masih terus meremehkan Nila.
“Nila memang tidak tahu apa- apa tentang Cinta Mas, tapi Ummi yang selalu ajarin Nila. Mas menikahiku dengan sadar, seharusya Mas bila memperlakukan aku sebagaimana mestinya.”
“Sebagaimana mestinya gimana? Wah benar- benar kamu ya. anak jaman sekarang, mengerikan!” jawab Rendi malah salah terima. Padahal maksud Nila setidaknya Rendi memberi perhatian dan mendekatkan diri berkomunikasi dengan baik.
“Kenapa Mas Rendi terus mengataiku mengerikan?”
“Ya kamu memang mengerikan!” jawab Rendi lagi.
“Jadi bener yang didengar Oma?”
“Dengar apa?”
“Apa benar Mas hari rabu kemarin makan siang di golden Park bersama teman- teman Mas?” tanya Nila lagi.
“Ya..., tahu darimana?” jawab Rendi mantap.
Mendengar jawaban Rendi Nila kembali meneteskan air mata.
“Haish anak kecil nangis lagi, aku tidak punya permen!” jawab Rendi.
“Kenapa Mas Rendi mengatakan ke teman- temanmu, kalau Mas masih lajang? Kalau memang Mas Rendi menyesal menikah denganku? Ya sudah, katakan pada Baba dan Bunaku, ceraikan aku dengan cara yang baik Mas!” ucap Nila dengan terisak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 255 Episodes
Comments
Siti Rohmah
👍👍👍
2023-10-18
0
Nila
👍👍👍
2023-07-19
0
Sandisalbiah
seorang gus yg pastinya udah di didik dan dibekali ilmu agama dan juga pekerjaannya sebagai dosen yg juga paham ilmu dunia dan masyarakat tp kelakuan dan akhlak minus abis... mengecewakan sih..
2023-06-20
0