“Selamat malam Ba...,” sapa Rendi bangun mengulurkan tangan lalu mencium tangan Baba walau ragu.
“Assalamu’alaikum, selamat malam Pak Ardi?” sapa Ummi menangkupkan kedua tanganya di depan dadanya sembari tersenyum sejenak dan menganggukan kepala tanda menghormati besanya.
“Waalaikum salam. Mari – mari silahkan duduk!” jawab Baba ramah.
Rendi dan Ummi semakin menegang begitu Baba tiba. Raut wajah Baba masih ramah dan santai, sepertinya Baba belum tahu apa- apa.
Entah bagaimana Nila menyembunyikan masalah mereka dan bagaimana mengatakan pada Buna dan Babanya, kenapa Baba masih sangat santai. Kekaguman Ummi pada Nila semakin bertambah.
Tapi Ummi sadar, setelah ini, entah apa yang terjadi, pasti akan berubah. Ummi, sebagai Ibu Rendi, sebagai Mertua yang sayang pada Nila hanya ingin menunaikan tugasnya. Ummi merasa bertanggung jawab harus meminta maaf dan siap resikonya.
Selebihnya Ummi sudah pasrah biar Rendi yang mendapatkan teguran dan pelajaran agar bisa berubah. Ummi sendiri sudah bingung bagaimana menyadarkan Rendi agar lembut perasaan Rendi.
Rendi sendiri baru merasakan betapa dirinya tidak menyangka, dia akan berada di titik ini. berhadaapan dengan Tuan Ardi Gunawijaya yang namanya begitu tinggi dihormati banyak orang, dia segani dan juga amat baik padanya. Saat ini Rendi seperti hendak melakukan pengakuan dosa dan siap dihakimi.
Buna dan Amer langsung mengeratkan rahangnya bersiap menyelesaikan semuanya malam itu juga. Buna dan Amer bukan hanya geram ke Rendi tapi juga ke Baba. Mereka tidak sabar untuk menunjukan kalau Baba salah.
“Ehm...,” Amer langsung berdehem tidak sabar.
“Tadi katanya Rendi mau anter Ummi pulang, kok malah ke sini? Nggak jadi pulang atau gimana?” tanya Baba masih mode ramah tidak tahu apapun. Tapi Baba mulai bingung dan janggal.
“Ehm.. ehm..,” Rendi berdehem tidak langsung menjawab, karena masih gemetar takut. Rendi diam sejenak sekaligus, mengonekan arah pertanyaan Baba.
Rendi kan tidak tahu kalau ternyata Nila dan Jingga masih melindunginya dan berbohong pada Baba. Tapi begitu sambungan saraf Rendi menyambung, di situlah hati Rendi terkoyak penyesalan kembali bercokol. Nila memang sebaik itu, dia masih kecil tapi ternyata bijak dan masih melindunginya. Harapan Rendi memperbaiki pun mulai datang.
Sementara Ummi dadanya langsung mengembang, semakin percaya dengan penilaiannya. Ya, Nila adalah menantu pilihan terbaiknya, dia masih melindungi kesalahan putranya. Ummipun sangat berharap semua akan kembali baik.
“Ah ya... mobil saya mogok, jadi saya putuskan balik lagi!” jawab Ummi cepat jujur walau masih menutupi Rendi. “Makanya ini mau jemput Nak, Nila lagi!” Ummi pun tidak menyiakan kesempatan untuk juga menyelamatkan diri.
Tapi Sayangnya Amer yang sudah tahu semuanya tidak tinggal diam dan langsung menyanggah.
“Oh ya Ummi? Mogok dimana? Tapi saya lihat Ummi tadi putar arah memakai taksi? Nggak ada Bang Rendi!” celetuk Amer cepat.
Rendi dan Ummi pun langsung gelagapan, Baba pun langsung menoleh ke Amer mulai cuning dan isi kepalanya mulai berputar.
“Amer apa maksudmu?” tanya Baba.
Buna lalu melirik ke Ummi geram, Amer juga tidak tahan segera membuka masalahnya.
“Katakan saja pada mantan Besan dan mantan menantu Baba!” ucap Amer akhirnya tidak tahan menahan kesal dan bicara kasar sampai mengatakan Rendi dan Ummi mantan, mengisyaratkan saking kesal dan benci.
Tentu saja semua terhenyak kaget mendengar perkataan Amer, terutama Baba.
“Amer! Kamu sudah besar, jaga ucapanmu! Apa masksudmu, mantan?” tegur Baba lagi isi kepalanya tidak hanya berputar- putar tapi ikut memanas.
Amer lalu mengeratkan rahangnya menatap ke Rendi yang tampak menunduk membuang muka, melindungi raut bersalah dan takutnya. Kalau saja tidak ada Ummi sejak tadi Amer sudah ingin melayangkan bogeman ke Rendi.
“Maafkan kami!” sahut Ummi cepat mengambil celah menahan agar Baba tidak marah.
Ummi tidak seperti Rendi dan Amer, Ummi lebih dewasa dan lebih memilih jalan jujur.
“Maaf?” tanya Baba kaget dan semakin bingung. Ini pasti terjadi sesuatu. Baba pun menegang, dheg- dhegan menerka.
Di sisi lain, Buna mendapatkan sedikit kelegaan melihat itikad Ummi yang hendak jujur, tapi Buna tetap masih geregetan ke Rendi dan menunggu kejujuran Rendi.
“Maaf kenapa Ummi?” tanya Baba.
Ummi kemudian menyenggol kaki Rendi, memberi kode agar mengakui salahnya. Tapi Rendi yang awalnya merasa benar, juga malu mengakui kesalahanya, tampak sangat berat dan ragu menguraikan kata.
“Ehm...,” dehem Rendi plintat plintut.
Amer dan Buna jadi tambah geregetan.
“Nila pulang karena Bang Rendi nyakitin Nila Ba. Kak Jingga ditelepon untuk jemput Nila! Bang Rendi tidak mengantar Ummi. Iya kan Ummi?” celetuk Amer mengadu sudah sangat kesal tidak sabar.
Baba mulai tersulut emosinya. Baba pun menatap Rendi dengan tatapan mulai menyelidik.
Rendi tambah gelagapan dan Ummi mulai panik.
“Benarkah kata Putraku?” tanya Baba masih menahan diri.
“Pak Ardi. Saya bisa jelaskan!” sahut Ummi cepat, selalu ikut campur, ingin mempertahankan Nila.
Baba langsung angkat tangan, memberikan kode, menghentikan Ummi berbicara.
“Saya mohon maaf Ummi, saya ingin dengar dan bicara dengan Putra anda!” jawab Baba perkataanya mulai kaku.
Baba kemudian menatap Rendi, Baba masih terus berusaha mengontrol emosinya dan menahan tanganya untuk tetap tenang di posisinya.
“Apa yang terjadi? Tolong jelaskan!” desak Baba masih terus berusaha bermain halus dan tertata.
Ummi tahu diri, walau geram ke Rendi, Ummi menahan mulutnya sembari menyembunyikan wajahnya sangat malu. Ummi memilih pasrah walau hatinya sangat bergemuruh menebak apa yang akan terjadi setelah ini.
Rendi tampak gemetaran dan nyalinya menciut menghadapi Baba.
“Apa benar kamu menyakiti putriku? Aku percaya padamu? Apa yang kamu lakukan terhadap Putriku!” tanya Baba mulai meninggi dadanya mulai bergemuruh.
“Ma- maafkan, maafkan saya Ba!” ucap Rendi kemudian gemetaran.
Mendengar kata Maaf, bukanya lega, Baba semakin tegang. Kata maaf adalah sebuah konfirmasi kebenaran kalau Rendi sudah menyakiti Putri yang dia sayang.
Baba yang kepalanya sedari tadi didatangi berbagai prasangka spontan langsung mendekat ke Rendi dan menarik krahnya brutal. Sampai membuat buna dan Ummi jantungan.
“Baba...!”
“Tuan Ardi!”
Buna dan Ummi jadi tersentak kaget, Baba begitu tersulut emosi.
“Apa yang kamu lakukan pada Putriku? Kamu menyelingkuhinya? Kamu kasar pada Putriku? Hah!”
Baba tidak mengindahkan Buna dan Ummi. Baba tetap fokus hendak mencekik dan menghajar Rendi.
Rendi menggelengkan kepalanya sembari menahan sesak.
“Tidak, Ba... saya tidak melakukan itu!” jawab Rendi gemetaran.
Baba pun langsung menurunkan Rendi kasar menghempaskanya.
"Uhuk...uhuk...," Rendi terbatuk menetralkan nafasnya.
Ummi dan Buna langsung menghela nafasnya lega. Tapi bagi Amer, Amer geregetan, kenapa tidak langsung dipukul saja. Rasanya Amer ingin maju melangkahi Buna dan Baba menghabisi Rendi.
Baba kembali menghela nafas menormalkan emosinya dan duduk di tempatnya. Baba berfikir, jika Rendi masih setia dan tidak main tangan, kesalahan dalam rumah tangga pasti ada.
Amer yang geregetan pun tidak tinggal diam, Baba melepaskan Rendi.
“Tapi, Bang Rendi tidak mengakui Nila Ba. Oma sakit karena Bang Rendi!” sahut Amer tidak sabar.
Baba lalu menegang lagi dan menatap Rendi mendengar kata Amer.
“Saya bisa jelaskan Ba!” sahut Rendi cepat kali ini ingin menyelamatkan diri.
Amer tidak mau kalah lagi.
“Tapi bukankah, tidak mengakui istrimu itu sama saja kamu menjatuhkan talak, Bang? Bang Rendi jijik dan malu punya istri, Nila katanya, Ba! Untuk apa Bang Rendi ke sini?” sahut Amer sangat emosi dan geregetan.
Kali ini emosi Baba naik drastis dan tak terbendung lagi emosinya.
“Benarkah itu?” tanya Baba mengkonfrmasi ke Rendi sembari menegang dan mengepalkan tangan.
Rendi jadi gelagapan menyesalkan kenapa Amer tampak sangat membencinya. Amer juga melebihkan perkataanya.
Tidak menunggu jawaban Rendi, Baba kelepasan.
“Bug...!” akhirnya satu tonjokan mendarat di pipi Rendi.
“Baba...,” pekik Buna lagi sementara Ummi kali ini hanya bisa memegang dadanya menahan nyeri.
“Hh... hh...,” Baba pun bernafas terengah sangat kesal.
“Maafkan saya, Ba!” tutur Rendi sambil tanganya menahan sakit di pipinya.
Amer sedikit puas dan dia semakin ingin meneruskan.
“Bang Rendi juga tidak pernah menjenguk, Nila. Batalkan perjodohan ini Ba! Ini kan artinya Nila sudah bukan lagi istri Bang Rendi!” celetuk Amer sangat tidak sabar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 255 Episodes
Comments
Nila
👍👍👍💪💪
2023-07-19
0
Sandisalbiah
Maaf kan aAmer Ummi.. dia bukanya tdk menghargai ummi dan memprofokasi baba, tp Amer hanya ingin melindungi adiknya yg udah begitu di sia²kan oleh ank ummi
.
2023-06-20
0
Sulfia Nuriawati
laki² kok cemen, akhlak jg g baik gmn mw jd imam utk istri dg anaknya nanti, plin plan 🤦🏾♀️🤦🏾♀️🤦🏾♀️🤦🏾♀️
2023-06-18
0