“Aku dimana?” gumam Nila membuka matanya
Sekitar jam 8 malam, Nila terbangun. Nila mengerjapkan matanya lalu bangun dari tidurnya dan duduk sejenak. Netranya beredar ke sekeliling. Ruangan asing yang baru dia lihat seumur hidupnya tertangkap dalam pandanganya.
Dia sekarang berada di kamar dengan dinding nuansa abu dan hitam. Tidak sebesar kamarnya di rumah Baba, tapi lebih besar dari kamar di rumah Ummi.
Aura menly sangat mencolok dengan spreinya yang bercorak kotak- kotak. Juga tembok yang berwarna gelap.
Satu yang membuat Nila mengambil kesimpulan, ada satu foto yang sama dengan foto di kamar suaminya. Foto kecil di atas nakas yang berisikan Ummi Abah, ipar- iparnya, juga Rendi.
“Apa ini kamar Mas Rendi?” batin Nila.
Nila pun beringsut turun dari kasur. Kopernya terlihat tergeletak di dekat pintu. Santri Ummi membantu menurunkannya dan hanya meletakan koper Nila di dekat pintu, Rendi sendiri sama sekali tidak menyentuhnya.
“Sudah jam 8, astaghfirulloh!” gumam Nila melihat jam yang tertempel di tembok.
Nila kemudian mengambil kopernya, walau tak ada sang empunya kamar Nila berkeliling sendiri membuak pintu di dalam menebak itu walk in closet dan menuju ke kamar mandi.
Nila pun segera ke kamar mandi membersihkan dirinya. Setelah selesai Nila pun menunaikan kewajibanya dan bersolek, menghias dirinya.
"Kata Ummi, kalau di rumah suami, aku tidak perlu mengenakan hijab?" batin Nila saat hendak mengenakan kerudungnya.
"Ehm.. tapi aku tidak tahu di sini ada ART laki- laki atau tidak. Aku pakai saja?" batin Nila kemudian kemudian mengenakan kerudung dan kain outer karena Nila mengenakan dress tidur lengan pendek.
Nila berniat keluar kamat.
"Sepi sekali...bahkan lampunya belum dinyalakan?" batin Nila begitu membuka pintu kamar ternyata gelap.
"Sepertinya aku di rumah sendirian!" batin Nila lagi.
Nila pun urung keluar kamar, Nila melepas outer dan kerudungnya lalu duduk di kasur lagi.
Sedih Nila kembali datang mendera.
"Tega sekali Mas Rendi meninggalkan aku di sini sendirian tanpa membangunkan aku? Apa Ummi sudah pulang? Aku harus tegaskan ke Mas Rendi. Dia sudah dzolim jika memperlakukan aku begini?" batin Nila berfikir dan tidak mau terus ditindas Rendi.
Nila kemudian mencari tas hendak mengambil ponselnya. Akan tetapi tiba- tiba perutnya berbunyi.
"Astaghfirulloh, aku belum makan. Maafkan aku perut aku belum memberikan hakmu," batin Nila lagi.
"Aku harus cari makanan, aku tidak boleh jahat ke tubuhku sendiri?" batin Nila lagi.
"Pesan online atau masak ya?" gumam Nila.
Nila yang hidup di pondok dengan suasana yang disetting tertutup, kolaborasi pendidikan tradisional dan modern, oleh Abah Rendi di niasakan mendidik santrinya mandiri dan hidup dalam keterbatasan dan kesederhanaan, terbiasa makan olahan dan alami.
Nila jadi asing dengan makanan yang beli. Di rumah Baba Nila juga hobby masak sendiri. Nila mengurunhkan membuka aplikasi online.
"Semoga ada bahan makanan yang bisa dimasak?" batin Nila.
Nila menyalakan senter dari ponselnya, mencari saklat dan menyalakan lampu di rumah Rendi. Dengan meraba- raba, melwan rasa takut karena percaya Tuhanya selalu menjaganya, Nila berkeliling di rumah Rendi.
Sampai Nila turun ke lantai bawah dan mendapati Rendi tertidur di sofa.
"Astaghfirulloh. Mas Rendi ternyata ketiduran?" gumam Nila.
Melihat kepala Rendi menekuk, Nila terdorong ingin membetulkan posisi Rendi agar tidur dengan benar. Pasti Rendi akan pegal.
Nila kemudian mendekat ke Rendi. Akan tetapi tangan Nila kemudian gemetar dan muka Nila mendadak panas.
Nila menarik tanganya lagi. Bagaimana kalau terbangun dan dia marah?
Nila mengurungkan niatnya, Nila berjalan ke arah dapur.
"Alhamdulillah ada banyak makanan?" gumam Nila senang di lemari es Rendi ada banyak bahan makanan.
Ada wortel, ada udang ada tomat ada telur juga sayur sawi hijau. Juga ada mie.
Karena sudah lapar Nila pun berniat membuat omelet dan Mi goreng dengan bumbu Nila sendiri.
Aroma wangi tumisan bawang Nila pun sampai ke indra penciuuman Rendi. Rendi terbangun dan mengerjapkan matanya.
"Hssh...," Rendi mengendus mencari aroma itu.
"Siapa yang memasak?" guman Rendi. Karena terbangun dari tidurnya Rendi masih belum sadar sempurna dan lupa kalau dia sudah menjemput istri kecilnya.
Rendi malah jadi berdebar kencang dan timbul rasa takut. Rendi kemudian bangun dan beranjak menuju ke dapurnya..
"Gleg!"
Langkah Rendi terhenti, Rendi menelan ludahnya, di depan Rendi, tertangkap betis yang begitu lentik putih dan halus, juga tubuh sedang dengan rambut lurus terurai sebahu. Nila membelakangi Rendi masih sibuk mengaduk mie gorengnya yang sebentar lagi siap diplatting dan dimakan.
Rendi baru ingat, dia sudah menjemput istrinya. Rendi hendak melangkah menyapa Nila. Akan tetapi baru hendak maju, kakinya terasa kaku dan berat.
"Untuk apa aku menyapanya? Biarkan saja!" gumam Rendi masih enggan menyapa Nila.
Rendi putar balik dan kembali menjauh.
Masakan Nila matang, kompor dimatikan dan Nila hendak mengambil piring. Di saat yang bersamaan Nila pun melihat Rendi.
"Dia sudah bangun?" gumam Nila. Sesaat hatinya kembali terasa ngilu.
"Tapi kenapa dia tidak menyapaku?" batin Nila. "Lawan Nila, kamu harus tegaskan!" Nila pun bertekad tidak mau lemah. Walau jantungnya berdetak kencang, Nila mengumpulan tekad dan keberanianya.
"Mas!" panggil Nila keras. "Mas Rendi!" panggil Nila lagi menghentikan langkah Rendi.
Rendi pun berhenti dan menoleh. Hingga sekarang mereka berhadapan saling tatap. Suasana mendadak hening dan canggung.
Nila menelan ludahnya mendadak gemetaran. Pria tampan yang dia kagumi, yang hendak menjadi iparnya tapi justru menjadi suaminya kini ada di depanya.
Pria yang dia rindukan dan dia nanti selama tiga tahun ini. Tapi Pria ini juga yang membuatnya menangis dan merasa dihinakan.
Sementara Rendi tampak canggung melihat gadis kecil yang dulu tampak mungil dan lugu, kini menjelma sebagai perempuan ranum yang mempesona.
"Ada apa?" tanya Rendi singkat.
"Nila mau ngomong Mas Rendi!" ucap Nila berani.
"Ngomong apa?"
"Tapi Nila lapar. Nila mau makan dulu. Nila masak omelet dan mie. Mas Rendi mau?" tanya Nila masih berlaku baik.
Rendi menelan ludahnya, hendak menerima tapi gengsi, hendak menolak tapi mereka hanya berdua dan Rendi juga lapar
"Ya!" jawab Rendi singkat.
"Tunggu!" ucap Nila.
Nila pun segera membagi mie goreng buatanya menjadi dua juga omeletnya. Nila pun menyajikanya di meja makan yang tersedia.
Masih dengan ekspresi dingin dan canggung. Rendi menerima ajakan Nila makan malam. Untuk pertama kalinya Rendi menyantap makanan istrinya dan makan bersamanya.
Suasana makan sangat hening dan kaku. Tidak ada obrolan di antara keduanya. Hanya dentingan sendok yang mewarnai, sehingga makanan cepat habis.
"Kamu mau bicara apa?'" tanya Rendi dingin.
Nila yang baru saja menenggak air putih, hampir tersedak mendengarnya. Namun berusaha menelan cepat airnya dan mengatur nafasnya kembali.
Setelah tenang, Nila pun menatap Rendi menata kata.
"Apa yang Oma dengar itu benar?" tanya Nila to the point.
Rendi langsung mengernyitkan matanya.
"Dengar apa?"
"Apa aku masih istrimu? Apa Mas Rendi masih tidak menerima pernikahan kita? Apa Mas Rendi hendak menceraikan aku?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 231 Episodes
Comments
Nila
good nila
2023-07-19
0
Yani
Bagus Nila bat Rendi mengemis cinta
2023-05-22
0
Naila Putri
bagus nila jadi perempuwan harus tegas
2022-12-21
0