Chap 19. Obati Lukaku
"Kau itu istriku." Ben menyela ucapan Elea. Yang seketika membuat Elea tertegun.
Ben melontarkan kalimat itu dengan raut wajah serius. Tidak terlihat sedikitpun di wajahnya bila pria itu sedang bermain-main.
Elea masih dalam mode tertegun, terkejut mendengar ucapan Ben, saat Ben kembali berkata,
"Bukankah tugas seorang istri mengobati suaminya yang sedang terluka?"
Namun Elea masih terdiam. Terlihat bingung dan tak percaya.
"Apa kau tidak merasa kasihan pada suamimu ini? Suamimu sedang terluka, dan kau malah ingin pergi? Di mana hati nuranimu?" cecar Ben kesal. Yang membuat Elea terperangah.
Apakah ini benar? Apakah pendengaran Elea tidak sedang bermasalah? Lalu apa yang dikatakan Ben?
"Tu-Tuan, kau ..."
"Naiklah, cepat. Obati lukaku."
"Baiklah." Tak membantah lagi, Elea pun naik ke mobil itu. Di samping Ben yang duduk di depan kemudi.
Untungnya Elea baru saja membeli obat-obatan untuk mengobati luka Jane. Sehingga obat-obatan itu bisa ia gunakan untuk mengobati luka di dahi Ben.
Elea pun mulai melakukan apa yang diminta oleh Ben. Dengan pelan dan sangat hati-hati Elea membersihkan darah di dahi Ben terlebih dahulu. Sedangkan Ben, netranya tak pernah lepas dari wajah Elea.
"Tuan, apa yang baru saja kau katakan? Apakah kau ..."
"Kau mengaku-ngaku istriku. Bahkan dengan tidak tahu malunya kau mengakui itu di depanku. Bukankah kau sangat yakin kalau aku ini suamimu? Jadi lakukan saja tugasmu sebagai istri," sela Ben.
Padahal sedari tadi jantung Elea berdebar. Elea mengira bila Ben telah sudi mengakuinya. Tetapi ternyata ia salah. Dalam hatinya ia sungguh berharap, bila Ben yang ada di depan matanya saat ini adalah Ben suaminya.
"Apa kau ingin memanfaatkanku, Tuan?" celetuk Elea.
"Memanfaatkan? Ya, anggap saja seperti itu. Salahmu sendiri mengaku-ngaku istriku." Dengan santainya Ben membalas celetukan Elea. Ia menikmati saja saat Elea mengobati lukanya. Dengan begitu ia bisa menatap wajah Elea dari dekat.
Akan tetapi, bila teringat kembali foto-foto itu, malah menghadirkan luka di hati Ben. Sakit di kepalanya tidak seberapa, namun sakit di hatinya jauh lebih perih.
Tidak ada yang tahu, memori Ben telah kembali. Namun Ben sengaja merahasiakannya untuk suatu alasan tertentu.
Rupanya firasat Julian benar adanya. Ben menyembunyikan sesuatu dari Julian. Kapan tepatnya memori Ben telah kembali, hanya Ben sendiri yang mengetahuinya.
Suatu keajaiban, dua tahun lamanya kenangan indah Ben bersama Elea terkubur dalam. Lalu secara ajaib kembali muncul ke permukaan melalui kejadian tak terduga. Seperti yang terjadi malam ini.
Siapa sangka, ingatan Ben semula samar, perlahan-lahan mulai jelas, lalu akhirnya menjadi jelas akibat hantaman balok kayu di kepalanya.
Bayangan seorang wanita dalam memorinya yang semula samar pun kini menjadi jelas. Wanita itu adalah Eleanor, yang tengah mengobati lukanya saat ini. Wanita yang sangat dirindukannya, namun memberinya luka yang dalam.
"Kalian memang memiliki wajah dan nama yang mirip. Tapi Ben ku berbeda. Dia tidak sama sepertimu," ucap Elea.
"Memang apa bedanya? Dia tidak lebih baik dariku. Dia itu seorang pecundang." Ben malah mencela dirinya sendiri. Ia hanya ingin tahu sejauh mana perasaan Elea terhadapnya. Termasuk apakah Elea membencinya setelah ia pergi meninggalkan wanita itu dua tahun lamanya.
"Ben ku bukan seorang pecundang. Dia itu adalah pria yang baik, selalu memperlakukan wanita dengan baik," bela Elea.
"Jika benar dia pria yang baik, maka dia tidak akan pergi meninggalkanmu."
Elea terdiam. Dihentikannya gerakan tangannya yang sedang mengobati luka di dahi Ben. Ucapan Ben membuatnya teringat kembali akan sakit hatinya saat Ben pergi meninggalkannya tanpa pamit. Sakit hati itu terkikis seiring waktu berjalan.
Dan kini, Elea hanya ingin menemukan di mana Ben nya Berada. Serta ingin mengetahui alasan yang sebenarnya, yang membuat Ben pergi meninggalkannya.
"Itulah yang membuatku datang jauh-jauh ke kota ini seorang diri," ucap Elea lirih dengan wajah sendu.
Menatap wajah sendu Elea membuat darah Ben berdesir. Ada perasaan bersalah di hati Ben meninggalkan Elea begitu saja, tanpa Elea mengetahui alasannya.
Ben yang saat itu dikuasai amarah akibat foto-foto yang diperlihatkan ibunya, membuat Ben tak bisa berpikir jernih lagi. Kemudian Ben pun memutuskan untuk kembali ke Paris. Menyadari pula saat itu ia sudah terlalu lama meninggalkan Paris.
Hingga detik ini, bahkan disaat memorinya telah kembali, Ben masih belum tahu pasti kebenaran foto itu. Apakah Elea benar-benar telah memiliki pria lain di London?
Lalu mengapa pula Elea jauh-jauh datang ke Paris mencarinya?
"Kau masih mencintainya?" tanya Ben menelisik raut wajah Elea. Dengan hati berdebar Ben menunggu jawaban Elea. Yang malah memasang wajah sedih.
Ya. Elea memang sedih, karena pria yang dicintainya pergi meninggalkannya tanpa sebab. Bahkan hingga kini Elea masih belum tahu alasan Ben pergi meninggalkannya.
"Oh ya, apa yang kau lakukan di tempat ini, Tuan? Apa kau membuntutiku? Atau kau diam-diam memata-mataiku?" Bukannya menjawab pertanyaan Ben, Elea malah balik bertanya demi mengalihkan topik.
Ben pun salah tingkah seketika. Memang ia tengah membuntuti Elea diam-diam saat Elea keluar dari bar. Dan yang membuatnya tak bisa meninggalkan pengawasannya begitu saja adalah keterangan yang diberikan Mark.
Beberapa jam lalu ...
"Halo, Mark? Bagaimana? Kau sudah menyelidikinya?" tanya Ben melalui sambungan telepon beberapa jam lalu.
"Ya, Tuan Ben. Aku sudah menyelidikinya. Tapi mungkin ini hanya sebagian informasinya saja. Nama perempuan itu adalah Eleanor Wisse. Dia tinggal di London. Yatim piatu. Dia datang ke Paris untuk mencari pekerjaan. Dia sudah menikah, tapi sudah berpisah dengan suaminya," terang Mark berdasarkan secuil informasi yang didapatkan.
"Hanya itu? Tidak ada yang lain lagi? Seperti apakah dia punya laki-laki lain mungkin?" Ben mempertanyakan soal pria lain yang terlihat memeluk Elea dalam foto tersebut.
"Tidak ada, Tuan. Eleanor masih sendiri sejak berpisah dengan suaminya."
"Kau yakin?"
"Yakin, Tuan. Karena itu menurut informasi yang aku dapatkan. Alamat tempat tinggalnya di kota ini juga nomor ponselnya yang aku dapat dari HRD, bisa aku berikan padamu jika kau mau, Tuan."
"Baiklah. Kau kirimkan saja nomor ponselnya padaku."
"Baik, Tuan."
Seperti itulah percakapan Ben dan Mark beberapa jam lalu. Yang membuat Ben semakin penasaran dengan kehidupan Elea.
Ben adalah tipe orang yang selalu menuruti rasa penasarannya. Terlebih, terkait Elea, wanita yang mengisi hati dan hidupnya. Tetapi sayangnya, telah ia lupakan.
"Atau jangan-jangan kau ini seorang penguntit?" tanya Elea dengan wajah terkejut. Sebab tidak mungkin bila seorang Benedict menjadi seorang penguntit bagi wanita seperti dirinya.
"Apa kau sudah gila? Untuk apa aku mengikutimu? Aku hanya kebetulan saja berada di sekitar sini." Ben membela diri. Tak ingin Elea tahu bila ia memang mengikutinya sejak tadi.
"Baiklah. Anggap saja aku percaya. Ya sudah, kalau begitu aku pergi dulu. Urusan kita sudah selesai. Aku sudah berterimakasih padamu, juga lukamu sudah aku obati. Sampai jumpa, Tuan. Hati-hati di jalan." Elea hendak turun dari mobil itu, namun Ben dengan cepat menahan pergelangan tangannya. Elea pun menoleh.
"Masih ada luka lain yang harus kau obati, Eleanor," ucap Ben tiba-tiba. Membuat Elea sedikit terkejut.
"Di mana lukanya? Apakah lukanya parah?" Elea pun panik. Sebab setahunya hanya dahi Ben yang terluka. Lalu di bagian tubuh mana lagi yang terluka.
"Ya. Sangat parah. Lukanya terlalu dalam."
"Di bagian mana?" Sembari Elea memeriksa tubuh Ben.
"Hatiku."
Seketika Elea pun terdiam.
*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
Mama Una
ceritanya asyik Kak
saying like sedikit
semangat kk,semoga keberuntungan Ada di novel my
tulisannya benar2 author platinum😘😘
2023-05-18
3
Elisabeth Ratna Susanti
hadir😍
2022-11-23
1