Chap 12. Ulah Nyonya Roberta
"Eleanor?" Anehnya nama itu yang terucap dari bibir Ben begitu membuka matanya. Membuat Julian terpaku dan mengakhiri instruksinya dalam mempengaruhi alam bawah sadar Ben.
"Ben?" Julian memicing menatap Ben dengan seksama. Dalam hatinya ada kecemasan bila apa yang dilakukannya lagi-lagi tidak membuahkan hasil yang baik. Bisa-bisa ia terkena amukan Nyonya Roberta.
Sementara Ben terlihat kebingungan. Wajah cemasnya pun sangat kentara. Pria tampan itu tampak linglung.
"Kau melihat sesuatu?" tanya Julian memastikan. Ia sudah berusaha samampunya mempengaruhi alam bawah sadar Ben, menuntun pria itu menemukan ingatannya yang lain selain Eleanor. Sebisa mungkin ia membuat Ben tidak menemukan wanita itu dalam memorinya dengan memberikan instruksi berbeda seperti yang diinginkan Ben.
"Seorang wanita, rambutnya panjang berwarna hitam."
"Kau melihatnya dengan jelas?"
Ben menggeleng pelan. "Aku tidak melihatnya dengan jelas. Tapi suaranya ... suaranya ..." Ben menutup matanya, membayangkan kembali bayang-bayang seorang wanita yang muncul dalam memorinya. Suara wanita itu menggema memenuhi kepalanya. Terdengar familiar, namun ia masih berusaha mengenalinya dengan jelas.
Dan ciri-ciri wanita yang yang hadir dalam memori Ben tersebut sebagian mirip dengan ciri-ciri yang ada pada diri Eleanor.
"Ada apa dengan suaranya?" Julian kembali bertanya, ingin memastikan bila kecemasannya tidak terbukti.
"Terdengar mirip dengan suara seseorang."
"Suara siapa?"
Ben menghela napasnya panjang, menghembuskannya pelan. Sembari menajamkan ingatan, di mana kiranya ia pernah mendengar suara itu.
"Apakah kau pernah bertemu dengan seseorang yang memiliki suara yang mirip dengan suara yang kau dengar?" tanya Julian lagi.
"Mungkin." Jawaban Ben terdengar seakan ragu-ragu.
"Mungkin?" Julian tak bisa menyembunyikan kecemasannya bila upayanya gagal total. Memang ingatan bisa saja dihilangkan secara paksa. Tetapi perasaan, mungkinkah ia pun bisa menghilangkannya dengan paksa?
"Kapan kau bertemu dengan orang itu? Orang yang bersuara mirip dengan suara yang kau dengar?" sambung Julian bertanya.
Bola mata Ben bergerak liar. Dalam hatinya memang ada sedikit keraguan. Namun entah mengapa pikirannya malah tertuju kepada Eleanor sedari tadi.
"Belum lama ini."
"Be-benarkah?" Julian sampai tergagap begitu mendengarnya. Terbayang-bayang sudah amukan Nyonya Roberta terhadapnya bila sampai upayanya gagal.
Dua tahun lalu, begitu kembali dari London, saat itu Ben tengah berbaring. Ben yang saat itu dalam keadaan lelah, tertidur di kamarnya. Diam-diam Julian masuk ke kamar Ben, lalu mulai melakukan apa yang diperintahkan Nyonya Roberta kepadanya. Yaitu mempengaruhi alam bawah sadar Ben, membuat Ben seolah-olah merasa trauma akan kecelakaan yang menimpanya dua tahun lalu.
Sehingga pada akhirnya alam bawah sadar Ben terpengaruh. Ben pun mulai berhalusinasi, merasa ketakutan, bahkan trauma. Keadaan Ben yang seperti itu dimanfaatkan Nyonya Roberta dengan menyarankannya untuk mendatangi Julian sebagai ahli hipnoterapi agar Ben bisa melupakan ketakutan dan traumanya.
Ben saat itu menuruti saja apa kata ibunya. Dan disitulah Julian mulai melakukan tugasnya dibawah perintah Nyonya Roberta. Lalu tanpa Ben sadari, ada memori indah yang terlupakan perlahan-lahan secara bersamaan.
"Kenapa kau terlihat cemas, Julian?" tanya Ben menelisik raut wajah Julian serta tingkahnya yang terlihat aneh. Sewaktu ia datang Julian terlihat rileks. Namun begitu ia terbangun, Julian tampak cemas.
"Ti-tidak, aku ... aku hanya ..." Julian bahkan sampai salah tingkah. Ia tahu persis Ben itu orang yang seperti apa. Ben adalah tipe orang yang selalu menuruti rasa penasarannya.
"Hanya apa?"
Julian memutar otak, mencari-cari alasan yang bisa ia gunakan untuk menghindari pertanyaan Ben yang nantinya malah membuatnya salah dalam memberikan pengertian kepada Ben.
"Aku hanya memikirkan soal wanita yang sering muncul dalam memorimu itu. Lalu kau bilang belum lama ini kau bertemu dengan orang yang suaranya mirip dengan suara yang sering terngiang-ngiang di kepalamu itu. Apakah mungkin ..."
"Orang itu adalah orang yang sama?" sela Ben cepat.
"Maksudmu?"
"Eleanor."
"E-Eleanor? Kau sudah bertemu dengannya?"
"Wanita yang mengaku-ngaku istriku itu namanya adalah Eleanor."
Julian terdiam, menelan salivanya dalam-dalam. Apakah mungkin ini terjadi? Bahkan selama dua tahun ini nama itu sudah terhapus dari memori Ben. Lalu bagaimana bisa Ben mengingat kembali nama itu?
Lalu Eleanor? Apakah wanita yang ditemui Ben itu adalah orang yang sama?
Julian hanya mengetahui nama lengkap wanita yang dinikahi Ben di London dua tahun lalu. Tetapi Julian belum pernah melihat wajahnya. Julian mengetahui nama itu dari Nyonya Roberta sendiri.
"Nama lengkapnya?" tanya Julian ingin tahu lebih banyak lagi. Sebab tamat riwayatnya bila sampai Nyonya Roberta mengetahui hal ini. Wanita paruh baya itu tak ubahnya singa betina bila dikuasai amarah.
"Ya. Suaranya terdengar mirip. Tapi ..."
"Di mana kau bertemu dengannya?" sela Julian semakin penasaran. Wajahnya terlihat tegang.
Ben tidak langsung menjawab pertanyaan Julian. Ia justru tersenyum menanggapinya. Ada hal yang membuatnya merasa enggan memberitahu Julian. Salah satunya adalah ibunya sendiri.
"Sudahlah. Mungkin aku salah." Ben kemudian bangun dari kursi sembari memperbaiki blazer nya. Kemudian beranjak hendak meninggalkan tempat itu.
"Ben?" Cepat Julian bangun dari duduknya, menyusul Ben.
Ben pun menghentikan langkahnya. "Hari ini sampai di sini dulu. Kita lanjutkan lagi lain hari. Aku masih ada urusan lain yang harus aku selesaikan. Maaf aku sudah mengganggu waktumu. Dan terimakasih sudah meluangkan waktu untukku."
Kembali Ben mengulas senyumnya begitu melihat wajah cemas Julian.
"Aku pergi dulu. Sampai jumpa lain waktu." Tanpa perlu berlama-lama lagi Ben pun meninggalkan ruangan Julian.
Julian pasrah, tidak bisa bertanya lebih. Julian hanya bisa memandangi punggung Ben yang semakin menjauh, sampai akhirnya menghilang dibalik pintu lift yang menutup. Ruangan Julian berada di lantai 3, tepat berhadapan dengan lift yang tak jauh berada di depannya.
Kepergian Ben meninggalkan tanya bagi Julian. Dari raut wajah Ben yang terlihat, Ben seakan tengah menyembunyikan sesuatu darinya. Tiba-tiba saja ia berfirasat bilamana ada kemungkinan Ben tidak jujur kepadanya.
Bagaimana jika memori Ben telah pulih sepenuhnya, namun enggan mengatakan yang sesungguhnya?
...
Ben hendak menjalankan mobil begitu menghidupkan mesinnya saat tiba-tiba ponselnya berdering. Dengan gerakan malas Ben meraih ponsel dari dashboard mobil dan menjawab panggilan masuk dari ibundanya.
"Ada apa Mom?" tanya Ben begitu menjawab panggilan masuk.
"Ben, apa kau bisa pulang ke rumah sebentar? Ada yang mau Mommy bicarakan denganmu." Terdengar tanya Nyonya Roberta dari seberang.
"Kenapa tidak menugguku pulang saja?"
"Tidak bisa. Semalam kau tidak pulang ke rumah. Dan Mommy harus tahu alasan yang membuatmu tidur di luar."
"Tapi aku masih punya pekerjaan yang harus aku selesaikan."
"Kalau soal itu Mommy sudah meminta Mark untuk meng-handle sebentar pekerjaanmu. Dan sekarang Mommy membutuhkan kehadiranmu di rumah ini. Kalau kau tidak mau kau tinggal pilih saja, kau yang datang ke rumah atau Mommy yang datang menemuimu?"
Ben menghela napasnya, memijit pelipisnya pelan. "Baiklah. Aku akan segera ke sana." Ben hanya bisa pasrah. Sebab kedatangan ibunya ke tempat kerjanya sedikitpun tidak membuatnya nyaman. Ibunya itu sudah pasti akan memperhatikan setiap pegawainya. Bukan hanya dari kinerja mereka saja, tetapi juga dari perilaku mereka. Bila ada yang kegenitan terhadap Ben, ibu yang satu itu tidak akan segan-segan menegur bahkan memecatnya.
Ben pun menjalankan mobilnya setelah menutup teleponnya.
...
Ben melangkah panjang memasuki mansion besar nan megah tersebut. Sesampainya di ruang tengah, Nyonya Roberta menyambutnya dengan senyuman manis tersungging di bibir merahnya.
"Ben," sapa Nyonya Roberta membuka kedua lengannya hendak memeluk Ben. Namun Ben menepis kedua lengan tersebut. Membuat senyum Nyonya Roberta surut seketika.
"Kenapa Ibu memintaku pulang?"
"Ayo, kemari, duduk dulu." Nyonya Roberta menarik pergelangan Ben, mengajaknya duduk di sofa.
"Mommy hanya ingin tahu, bagaimana perkembangan hubunganmu dengan Camila?" tanya Nyonya Roberta.
"Seperti yang Mommy lihat. Sama saja seperti setahun belakangan ini. Memangnya ada apa Mommy menanyakan hal ini?"
"Mommy sud ..."
"Oh ya, aku sampai lupa ..." Ben menyela cepat ucapan Nyonya Roberta sebab teringat sesuatu.
"Kenapa Mommy tidak bertanya padaku dulu jika pertunangannya dipercepat?" sambung Ben menatap tajam ibunya.
"Bukankah lebih cepat lebih baik?"
"Dan satu lagi yang ingin aku tanyakan padamu, Mom."
"Soal apa itu?"
"Apa kau mengenal Eleanor, Mom?"
Nyonya Roberta pun terdiam.
*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
Elisabeth Ratna Susanti
lanjut 😍
2022-11-13
2