Chap 14. Bekerja Di Bar
"Kau mengingatnya?" Alih-alih menjawab pertanyaan Ben, Tuan Albert malah melempar tanya kembali. Yang membuat Ben terhenyak seketika.
"Kau mengenalnya, Dad?"
Tak langsung menjawab pertanyaan Ben, Tuan Albert malah mengangkat tangannya, memanggil seorang pelayan yang sedang bersih-bersih tak jauh dari tempat mereka duduk.
Pelayan itu pun menghentikan pekerjaannya dan bergegas menghampiri tuannya yang memanggil.
Setengah berbisik Tuan Albert memerintahkan pelayan tersebut untuk mengambilkan sebuah amplop cokelat yang ia simpan di kamarnya. Pelayan itu pun menurut. Bergegas memenuhi perintah tuannya.
Tak berapa lama pelayan itu pun kembali dengan sebuah amplop cokelat di tangannya. Pelayan itu menyerahkan amplop tersebut ke tangan Tuan Albert. Setelahnya pelayan itu kembali melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda.
"Kau mungkin akan menemukan jawabannya di sini." Tuan Albert mengangsurkan amplop tersebut kepada Ben. Yang disambut Ben dengan raut tanya diwajahnya.
"Apa ini?"
"Bukalah."
Tanpa banyak bertanya lagi Ben segera membuka amplop itu lalu mengeluarkan isinya saru per satu. Ada beberapa lembar foto seorang wanita yang ysedang berpelukan dengan laki-laki dan ada sebuah cincin. Bukan cincin mewah, hanya sebuah cincin polos seperti ...
"Ini ..." Ben mengambil cincin tersebut dan memperhatikannya dengan seksama. Cincin tersebut sangat mirip dengan cincin yang dipakai wanita aneh itu, Eleanor, pegawai hotelnya.
Ben pun terkejut begitu menemukan nama Eleanor terukir di bagian dalam cekungan cincin tersebut. Membuat Ben teringat ucapan Eleanor beberapa saat lalu. Bila ia mempunyai cincin yang sama.
Masih dengan keterkejutannya Ben meraih beberapa lembar foto yang menampilkan seorang wanita berambut panjang hitam tengah berpelukan dengan seorang laki-laki. Dan yang membuat Ben terbelalak adalah wanita yang ada dalam foto tersebut sangat mirip dengan Eleanor, pegawai hotelnya.
Apakah mungkin apa yang dikatakan Eleanor kepadanya itu adalah benar?
"Itu adalah barang-barang mu, yang kau bawa pulang dari London. Ibumu sempat membuangnya, tapi Daddy memungutnya kembali. Karena Daddy pikir mungkin suatu hari nanti kau akan membutuhkannya," tutur Tuan Albert.
"Kau benar, Daddy. Sekarang aku memang sangat membutuhkan ini." Ben memasukkan kembali foto dan cincin itu ke dalam amplop.
"Daddy mendengar kau menikahi seseorang di London. Orang yang membuatmu tidak kembali ke Paris beberapa bulan lamanya. Dan saat kau kembali, kau dalam keadaan marah. Mungkinkah kemarahanmu itu ada kaitannya dengan foto itu?"
"Untuk itu aku perlu mencaritahu." Bayangan Eleanor terus mengusik pikiran Ben. Rasa penasarannya pun kian membumbung. Apakah benar Eleanor pegawainya adalah Eleanor yang sering datang dalam mimpinya?
"Sebaiknya kau selesaikan dulu masalahmu sebelum hari pernikahanmu tiba."
"Sudah kukatakan, Dad. Aku tidak ingin menikahi Camila. Alasan yang aku berikan sudah cukup jelas, aku tidak mencintai Camila."
"Lalu kenapa kau tidur dengannya?"
Ben tersadar. Lalu hanya bisa menyesali dan merutuki kebodohannya sendiri. Rupanya hal itu dimanfaatkan Camila untuk membatalkan pertunangan dan malah menggantinya dengan pernikahan. Ia akui Camila sungguh wanita yang pandai. Pandai memanfaatkan keadaan.
"Itu adalah kesalahan, Dad. Dan aku sungguh menyesal."
"Baiklah, Daddy tidak akan memaksa. Tapi Daddy berharap, perempuan itu tidak akan menjadi alasan kau menolak Camila." Tuan Albert pun bangun dari duduknya dan hendak beranjak. Namun sebelum beranjak ia kembali berkata,
"Daddy tidak melarangmu menjalin hubungan dengan wanita yang kau sukai. Tapi Daddy berharap wanita yang akan kau nikahi nanti sebaiknya berasal dari keluarga yang jelas juga sederajat. Kau tentu paham bukan?" Kemudian berlalu meninggalkan Ben yang termangu seorang diri.
Kalimat Tuan Albert yang terlontar menyiratkan dengan jelas bila sang ayah tidak ingin Ben menjalin hubungan dengan wanita dari kalangan rendah, seperti Eleanor mungkin.
Ben pun hanya bisa membuang napasnya berat. Terlalu banyak hal yang membuatnya penasaran saat ini. Salah satunya adalah tentang Eleanor.
...
Shift kerja Elea hanya sampai jam empat sore. Beralasan ingin ke minimarket, Eleanor pamit, pergi seorang diri. Tadinya Jane menawarkan ingin menemani, tetapi Elea menolak. Dengan alasan ingin terbiasa kemana-mana sendiri. Sebab di kota Paris ini ia adalah seorang pendatang baru.
Jane pun memaklumi, dan membiarkan sahabatnya itu pergi seorang diri. Namun berpesan agar Elea berhati-hati.
Masalah yang menimpa Jane membuat Elea nekat mendatangi sebuah bar. Bukannya pergi ke minimarket untuk membeli kebutuhannya, Elea malah melamar pekerjaan di sebuah bar tanpa sepengetahuan Jane. Alasan Elea ingin bekerja paruh waktu di bar adalah untuk mencari uang tambahan demi membantu Jane melunasi hutangnya.
"Apa kau bisa bekerja dengan baik?" tanya manajer bar menelisik tampilan Elea dari ujung kaki sampai ke ujung kepalanya. Manajer bar tersebut berdecak, menyadari bila Elea memiliki paras yang cantik meski berpenampilan sederhana.
"Aku pastikan aku akan bekerja dengan baik, Tuan. Aku akan bekerja keras asalkan aku mendapatkan bayaran yang sesuai," ujar Elea tanpa rasa takut. Bekerja di sebuah bar bukan perkara mudah. Akan ada banyak para hidung belang yang akan mengganggunya nanti. Dan Elea harus menyediakan mental yang cukup akan hal itu.
"Kau yakin, Nona?"
"Yakin. Aku sangat yakin, Tuan."
"Baiklah. Kau diterima bekerja di bar ini. Tapi kau harus mengganti pakaianmu itu, Nona."
..
Elea menghembuskan napasnya pasrah begitu mengganti pakaiannya dengan pakaian yang sudah disediakan bar tempatnya bekerja. Pasalnya pakaian yang ia kenakan terlalu minim dan seksi. Menonjolkan terlalu jelas setiap lekuk tubuhnya. Ditambah lagi dengan riasan wajahnya yang baginya terlalu mencolok. Bila diperhatikan, penampilannya tak ubahnya penampilan seorang wanita malam.
Namun mau bagaimana lagi, hanya ini yang bisa ia lakukan untuk membantu meringankan beban Jane. Tetapi setidaknya pekerjaan yang akan ia lakukan nanti cukup mudah. Hanya menyajikan minuman kepada pelanggan tentu saja bisa ia lakukan.
Elea tak henti menyemangati dirinya sendiri. Ia akan melakukan pekerjaan ini hanya sampai hutang Jane terlunasi. Setelah itu ia akan berhenti dari pekerjaan ini.
Melangkah pelan Elea keluar dari ruang ganti. Manajer bar langsung memanggilnya dan memberinya pekerjaan untuk pelanggan di ruang VIP.
"Ck ck ck! Kau sangat cantik dan seksi. Kau sungguh mempesona, Nona ... Siapa namamu tadi?" tanya manajer terkesima melihat penampilan Elea. Dari ujung kaki sampai ke ujung kepalanya, kecantikan Elea begitu memanjakan mata.
"Elea, Tuan," sahut Elea.
"Oh ya, Elea. Kau sajikan minuman untuk pelanggan VIP. Tolong jangan kau buat kesalahan. Sebab di dalam ruangan itu ada tamu istimewaku. Mengerti?" ucap manajer.
"Baik, Tuan."
"Ya sudah, cepat siapkan wine nya, dan segera bawa ke ruang VIP."
"Baik, Tuan." Elea pun bergegas ke meja bartender.
Sementara di dalam ruangan VIP bar itu, seorang pria tampan tengah duduk termenung seorang diri. Cahaya temaram dalam ruangan tersebut menyamarkan wajah gusarnya. Pria itu sedang duduk berpangku kaki sambil melipat kedua lengannya di depan dada.
"Ben?" Sebuah suara terdengar menyapa bersamaan dengan pintu ruangan yang dibuka.
"Aku sudah memesankan minuman untukmu. Sudah lama kau tidak berkunjung, bagaimana kabarmu kawan?" Manajer bar datang dan mengambil duduk di sebelah Ben.
"Kulihat bar mu semakin ramai saja, Chris," ucap Ben menurunkan tangan dari dada.
"Tentu saja. Semua berkat pelayanan bar ku yang memuaskan. Oh ya, kami punya primadona baru, cantik. Kau mungkin akan tertarik bila melihatnya."
"Kau tahu setiap kali aku datang, aku hanya butuh minum. Bukan wanita."
"Tapi lihatlah dulu primadona yang baru ini. Cantik luar biasa. Aku jamin kau tidak akan menyesal berkenalan dengannya. Kau juga bisa langsung membawanya ke hotel mu jika kau mau. Masalah harga, itu bisa diatur." Chris tidak menyerah menawarkan primadona baru bar nya kepada Ben.
Ben yang merasa suntuk berada di rumah, memutuskan mendatangi bar milik sahabatnya. Sudah lama ia tidak berkunjung ke tempat ini. Dan kedatangannya malam ini adalah untuk yang pertamakalinya sejak dua tahun lamanya.
Baru saja Chris menawar-nawarkan, Elea pun datang dengan baki besar yang berisi beberapa botol anggur, gelas dan es batu. Baki itu Elea letakkan di meja di depan Ben.
Karena pencahayaan dalam ruangan itu yang terlalu minim, Elea kurang mengenali tamu istimewa di dalam ruangan itu.
"Silahkan, Tuan." Setelah meletakkan pesanan, Elea hendak beranjak. Namun langkahnya terhenti karena manajer mencegahnya.
Sementara Ben tertegun mendengar suara Elea. Jantungnya pun bahkan berdebar-debar tiba-tiba.
"Elea," panggil Chris.
Elea pun menghentikan langkahnya. Lalu berbalik.
"Iya, Tuan."
"Kau temani tamuku ini sebentar. Dia ini adalah tamu istimewaku."
"Tapi, Tuan ..."
"Hanya menemaninya minum, tidak lebih." Chris mendekat kepada Elea lalu berbisik di telinga Elea.
"Bukankah kau ingin mendapatkan bayaran yang pantas? Kau akan mendapat banyak tip jika menemani tamu ku minum. Hanya minum, tidak lebih."
Elea menghela napasnya sejenak, lalu mengangguk pelan. "Baik, Tuan." Kemudian menghampiri Ben dan mendudukkan diri di samping Ben. Sedangkan Chris bergegas keluar dari ruangan itu. Meninggalkan Ben dan Elea berdua.
"Mau aku tuangkan minumannya, Tuan?" tawar Elea tanpa tahu siapa tamu nya. Sebab cahaya dalam ruangan itu terlalu minim.
Namun Elea tertegun begitu mendengar suara berat pria itu.
"Kau? Apa yang kau lakukan di tempat ini?"
*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
ainatul hasanah
Daddy Ben baik yah....
2022-11-17
2
Elisabeth Ratna Susanti
lanjut 😍
2022-11-17
1