Chap 16. Dipecat
"Eleanor?" Tersadar begitu tubuhnya hampir saja terjungkang, Ben mengusap wajahnya kasar.
"Oh, sial!" Ben mengumpat, menyadari apa yang baru saja dilakukannya kepada Elea. Ditatapnya wanita itu tampak ketakutan sembari memperbaiki pakaiannya yang terlihat berantakan akibat pergumulan setengah memaksa.
"Maaf." Hanya kata itu yang terucap dari mulut Ben. Ia menyesali tak bisa menahan dirinya saat berada di dekat Elea. Entah mengapa pula ada dorongan hasrat dalam dirinya saat melihat Elea dalam tampilan seperti itu.
"Kau sungguh keterlaluan, Tuan. Aku tidak mengira kau tidak bisa memperlakukan seorang wanita dengan baik. Kau itu sama saja dengan para hidung belang yang berkepala botak dan berperut buncit. Apa bedanya dirimu dengan mereka?" Elea merasa kesal dan hanya bisa meluncurkan omelan-omelan yang tak jelas. Yang membuat dahi Ben mengerut.
"Hei, kau ..." Lagi-lagi Ben tak bisa berkata-kata begitu menerima tatapan tajam Elea. Semakin dalam Ben menatap sorot mata Elea, sepenggal-sepenggal memori masa lalu berkelebatan di kepalanya. Salah satunya ia melihat bayangan seorang wanita berambut hitam panjang tengah tersenyum kepadanya.
Ben pun memaku tatapannya pada wajah Elea. Sekilas bayangan wanita yang muncul dalam memorinya itu terlihat mirip dengan Elea. Membuat dahi Ben semakin berkerut.
"Kau? Kenapa aku merasa seolah pernah mengenalmu?" ucap Ben lirih sambil terus menatap wajah Elea lekat-lekat.
"Katakan padaku, siapa kau sebenarnya?" tanya Ben menuntut.
Elea menghela napasnya sejenak tanpa berpaling muka dari tatapan lekat Ben.
"Aku bukan siapa-siapa, Tuan. Aku ini hanya seorang wanita yang diberi harapan palsu oleh seorang pria yang menikahiku dua tahun lalu. Tapi pria itu pergi, lalu menghilang entah ke mana," sahut Elea tak memperlihatkan wajah sedihnya. Ia justru membalas tatapan Ben sama lekatnya. Meski Ben yang berdiri di hadapannya adalah Ben yang berbeda, namun entah mengapa hati kecilnya masih saja berbisik, bila Ben yang ada di hadapannya saat ini adalah Ben suaminya.
"Kau ..." Ben kehilangan kata-kata. Sekelebat bayangan wanita itu melintasi benaknya sekali lagi. Yang semula samar, kini mulai terlihat jelas perlahan-lahan.
"Eleanor, kau ... kau ..." Ben memegangi kepalanya. Ben terlihat kesakitan. Bayangan dikala ia sedang marah saat melihat foto seorang wanita yang berpelukan dengan laki-laki itu berkelebat di kepalanya. Hingga bayangan saat ia meninggalkan London dalam keadaan marah pun tiba-tiba muncul dalam memorinya.
Lalu tiba-tiba pula Ben malah meraih wajah Elea, menghapus kasar lipstick merah di bibir Elea dengan tangannya. Membuat Elea terkejut dengan perlakuan kasar Ben.
"Aku tidak suka melihat mu seperti ini. Jangan pernah kau memperlihatkan penampilanmu yang seperti ini kepada laki-laki lain. Kau benar-benar terlihat seperti ja lang. Cepat, ganti pakaianmu." Mendadak ada amarah yang mencuat dari dalam diri Ben. Ia marah dan tak suka membayangkan bila Elea dilirik oleh laki-laki lain. Membuat darahnya mendidih tiba-tiba.
Elea yang mendengarnya justru merasa aneh dengan sikap yang ditunjukkan Ben. Tiada angin tiada hujan, mendadak Ben berubah. Apakah Ben ...
"Memangnya aku ini siapamu, Tuan. Kenapa tiba-tiba kau peduli padaku?" cibir Elea.
"Kau ..." Sumpah, Ben kehilangan kata-kata. Bingung dan tak tahu harus menjawabnya bagaimana. Elea memang bukan siapa-siapa baginya. Namun jauh di lubuk hatinya, entah mengapa Elea seolah begitu berharga baginya.
"Maaf, aku tidak bisa menemanimu lagi, Tuan. Aku permisi." Tak menghiraukan Ben lagi, Elea pun beranjak pergi.
"Hei, kau!" seru Ben memanggil Elea.
Namun Elea tak peduli. Elea bergegas membuka pintu ruang VIP, membawa langkahnya cepat menjauhi ruangan itu.
"Hei, kau. Kembali, aku belum selesai bicara denganmu." Ben bahkan harus berteriak demi menghentikan langkah Elea. Tetapi Elea tetap saja masih tak menghiraukan.
Bergegas Ben pun menyusul. Sambil berteriak memanggil Elea yang sudah berada jauh di depan. Sayangnya suara Ben teredam oleh hingar-bingar suara musik di luar ruangan itu. Sampai akhirnya Chris datang menghampirinya.
"Ada apa, Ben? Kenapa kau berteriak?" tanya Chris.
"Perempuan itu ..."
"Ada apa dengannya? Apa dia membuat masalah?"
"Dia pergi begitu saja."
"Biar kupanggilkan lagi dia untukmu."
"Tidak perlu."
"Kesalahan apa yang dia lakukan padamu, kawan? Biar aku buat perhitungan dengannya."
Ben terdiam sejenak.
Membuat perhitungan?
Mengapa tidak?
Rahang Ben mengetat. Ada amarah yang tertahan dalam dirinya. Ada rasa tak sukanya melihat Elea dalam tampilan busana minim serta make up yang mencolok seperti itu.
Ben benar-benar tak sanggup membayangkan bila Elea melayani pria-pria hidung belang di bar ini. Ia bahkan tak ingin membayangkan jika Elea di sentuh oleh lelaki lain selain dirinya. Dalam diri Ben ada perasaan memiliki yang sangat kuat terhadap Elea.
"Kau benar ingin membuat perhitungan dengannya?" tanya Ben dengan sorot mata berbinar.
"Tentu saja, kawan. Selain teman, kau ini tamu istimewaku. Jadi kenapa tidak? Lagipula perempuan itu baru beberapa jam lalu bekerja di bar ini. Dan aku tidak akan merasa rugi memecatnya."
"Bagus. Kalau begitu aku mau kau memecat perempuan itu sekarang juga." Ben menyeringai tipis. Raut wajahnya terlihat senang keinginannya terpenuhi.
...
Elea tertegun begitu Chris, sang manajer memanggilnya ke ruangan dan mengatakan sesuatu yang membuatnya tak bisa berkata-kata lagi. Baru beberapa jam saja ia bekerja, kini ia dipecat tanpa uang sepeserpun atas jasanya beberapa jam bekerja di bar tersebut.
Elea tak tahu dimana letak kesalahannya. Padahal ia sangat membutuhkan pekerjaan ini demi mengumpulkan uang untuk membantu Jane.
"Kau dipecat, Elea," ujar Chris menatap lurus Elea yang berdiri di depan mejanya.
"Ta-tapi apa kesalahanku sampai aku dipecat?" Elea bahkan sampai tergagap saking terkejut.
"Kau tidak melayani tamu ku dengan baik. Dan kau membuat tamuku kesal."
"Tamu yang mana?"
"Tamu istimewaku. Dia adalah pelanggan setia bar ini bertahun-tahun lamanya. Kau sudah berani melawannya hingga membuatnya marah. Aku bisa rugi jika tidak ada lagi pelanggan yang mau datang ke bar ini. Sekarang kau paham?"
Elea pun tak bisa berbuat apa-apa selain pasrah menerimanya. Mungkin sebaiknya ia mencari pekerjaan di tempat lain saja.
Dengan lesu Elea melangkah keluar dari bar tersebut. Kepergiannya diawasi oleh sepasang mata tajam, yang memperhatikannya sejak keluar dari ruangan Chris.
Sepasang mata itu terus mengikutinya. Mengawasinya diam-diam dari dalam mobil berwarna hitam yang terparkir di seberang jalan. Bahkan disaat Elea berjalan menyusuri trotoar jalan, mobil hitam tersebut mengikuti pelan-pelan dari belakang Elea.
Merasa lelah, Elea pun mampir ke sebuah minimarket. Ia bermaksud untuk membeli makanan ringan. Elea tengah memilih-milih camilan yang diinginkannya saat tanpa sengaja ia malah menginjak kaki seseorang saking fokus memilih camilan.
"Aw! Aw!" Suara berat seorang pria terdengar mengaduh kesakitan.
Sontak Elea menoleh. Dan ia terkejut begitu menyadari sebelah kakinya sedang menginjak kaki seorang pria.
"Maaf, maaf, maaf. Maafkan aku, Tuan. Aku tidak sengaja," ucap Elea cepat pada seorang pria berkacamata yang sedang meringis kesakitan, mengibas-ngibaskan kakinya yang terinjak.
Mendengar permintaan maaf Elea, pria tersebut mengangkat wajahnya. Pria itu tertegun begitu menatap wajah Elea.
"Maafkan aku, Tuan. Aku sungguh tidak sengaja. Oh ya, apa kakimu terluka?" Elea jadi malu dan merasa tak enak hati, sehingga ia meminta maaf berkali-kali.
Namun pria berkacamata tersebut malah terdiam menatap wajah Elea.
"Em ... Tuan. Tuan, Anda baik-baik saja?" Elea tersenyum kikuk sembari melambaikan tangannya di depan wajah pria tersebut. Tetapi pria tersebut seolah tersihir, sehingga pria tersebut mematung di tempatnya.
Elea pun akhirnya memberanikan diri menepuk pelan lengan pria tersebut.
"Tuan. Anda baik-baik saja?"
Pria tersebut pun tersentak. Lalu gelagapan, salah tingkah seketika.
"Em ... Em ... Aku tidak apa-apa. Ya, a-aku tidak apa-apa." Pria tersebut terlihat gugup sembari memperbaiki letak kacamatanya.
"Maafkan aku, Tuan. Aku sungguh tidak sengaja. Apakah kakimu terluka?"
"Oh, ti-tidak. Kakiku baik-baik saja."
"Baguslah. Kalau begitu aku permisi dulu." Elea memutar tubuhnya. Ia beranjak, namun langkahnya terhenti ketika pria tersebut memanggilnya.
"Nona, maaf ..."
Elea kembali memutar tubuhnya berhadapan dengan pria berkacamata itu, yang datang menghampirinya.
"Iya, ada apa Tuan?"
"Maaf, aku hanya ingin tahu siapa namamu."
"Aku? Namaku Eleanor."
"Eleanor? Nama yang cantik. Kenalkan, aku Julian."
*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
Mama Una
wah Julian😄😄
2023-05-18
0
Elisabeth Ratna Susanti
lanjut 😍
2022-11-19
1
ainatul hasanah
sudah keluar saingan Ben....
2022-11-19
2