Chap 18. Kau Istriku
Melihat kondisi Jane yang terluka dan lebam di wajahnya, Elea tidak bisa berdiam diri dan membiarkannya begitu saja. Walau pun lukanya tidak terlalu parah, tetap saja harus diobati.
Sebab Jane tidak memiliki persediaan obat-obatan di rumahnya, Elea pun memutuskan untuk membelinya di apotik terdekat, yang hanya bisa ditempuh dengan berjalan kaki saja.
Sampai di apotik, Elea memberi beberapa obat yang bisa dikonsumsi Jane serta salep untuk mengobati lebam di wajah Jane.
Setelah mendapatkan obat-obatan yang diperlukan, bergegas Elea keluar dari apotik tersebut. Berjalan menyusuri trotoar jalan yang sepi seorang diri, Elea merasa gamang. Ia merasa seolah-olah tengah diikuti. Sesekali ia menoleh ke belakang, mencoba mencuri pandang, siapa tahu saja benar bila ia memang tengah diikuti.
Namun begitu ia menoleh, ia justru tidak mendapati siapa pun berada di belakangnya. Membuat bulu romanya tiba-tiba meremang. Elea pun mengusap tengkuknya takut. Ia lantas mempercepat langkahnya.
Tempat kontrakannya sudah dekat, Elea pun semakin mempercepat langkahnya. Perasaannya mendadak tak enak. Sejak dari apotik sampai ia hampir tiba, ia merasa seolah-olah tengah diikuti. Membuatnya merasa gamang dan takut. Sehingga sesekali ia menoleh ke belakang.
Lalu tiba-tiba saja ...
MIAAAAAW !
"Aw!" Elea memekik kencang saat tak sengaja ia malah menabrak kucing dan menginjak ekor kucing, sehingga kucing tersebut hampir saja mencakar kakinya. Beruntung ia cepat menghindar.
"Ah, ya ampuuun ... Hampir saja." Elea mengelus dadanya lega. Padahal ia terkejut setengah mati karena kucing tersebut. Ia mengira telah menabrak seseorang, atau mungkin saja ia menabrak hantu.
Menyadari bila ia tidak sedang diikuti, Elea pun kembali mengayunkan langkahnya cepat. Terburu-buru ingin segera sampai ke kontrakan.
Namun, baru beberapa langkah saja, tiba-tiba di depan Elea dua pria bertubuh gempal menghadangnya. Dua pria tersebut berpakaian seperti preman, menatapnya genit sembari menghampiri perlahan.
"Hai cantik. Sendirian?" goda salah seorang.
Elea mulai ketakutan, namun tetap berjaga-jaga.
"Kau mau ke mana sendirian cantik?" goda salah seorang lagi, yang berambut gondrong sambil mencolek dagu Elea.
Elea menepis, lalu memalingkan muka. Ia tak sudi disentuh oleh pria-pria berandal seperti mereka.
"Ikutlah bersama kami. Kau akan bersenang-senang, dan kami akan membawamu terbang ke surga."
"Cih!" Elea mendesis, muak, serasa ingin muntah mendengar rayuan sampah para preman tersebut.
"Hei, kau meremehkan kami?" Si rambut gondrong meraih pundak hendak, menyentuhnya, mengelusnya lembut.
Cepat Elea menepis tangan si pria gondrong tersebut. "Jangan menyentuhku. Jika tidak ingin tangan kotormu itu aku patahkan," ancamnya.
"Ha ha ha." Dua preman tersebut malah tertawa-tawa melihat keberanian Elea melawan. Si rambut gondrong kembali mengulurkan tangannya hendak menyentuh pundak Elea sekali lagi.
Dengan gerakan cepat Elea pun kembali menepis tangan si gondrong tersebut. Namun apa yang terjadi?
"Awwh!" Elea memekik kesakitan lantaran tangannya yang hendak menepis tangan si gondrong berhasil di genggam si gondrong. Lalu pria gondrong tersebut memutar kuat lengan Elea sampai Elea kesakitan.
"Lepaskan aku!" seru Elea lantang.
Namun dua preman tersebut kembali tergelak.
"Kau tidak akan kami lepaskan. Kau akan bersenang-senang bersama kami malam ini, cantik. Ha ha ha ..." Si gondrong tersebut lalu menarik lengan Elea. Menyeret Elea secara paksa untuk ikut bersamanya.
Dengan sekuat tenaga Elea melawan. Ia memberontak, meronta tiada henti berusaha melepaskan diri dari para preman tersebut.
"Lepaskan! Lepaskan aku!" pekik Elea sekencang-kencangnya.
"Diam dan ikutlah bersama kami. Kau harus melayani kami malam ini. Ha ha ha ... Kita dapat mangsa yang cantik, kawan. Kita akan bersenang-senang malam ini. Ha ha ha ..."
Dua preman tersebut tertawa-tawa sambil terus menyeret Elea. Mereka tak peduli dengan teriakan Elea. Mereka terus saja menyeret Elea, hendak membawanya ke sebuah gedung kosong yang tak jauh.
Lalu tiba-tiba saja, tanpa terduga, seseorang meraih pundak si pria gondrong. Begitu pria tersebut menoleh ke belakang, sebuah bogem mentah pun mendarat cepat di wajahnya.
BUGH!
Pria gondrong tersebut terkejut. Lalu hendak membalas pukulan dari seseorang yang tak dikenal. Namun sayangnya pukulan bertubi-tubi dari orang yang tak dikenal jauh lebih cepat sebelum pria gondrong itu sempat membalas. Sehingga membuatnya jatuh tersungkur.
"Hei, siapa kau? Beraninya kau mengganggu kesenangan kami?" seru si gondrong lantang.
Seorang pria dengan blazer hitam dan t-shirt turtleneck dibaliknya tersenyum sinis. Sembari ia memperbaiki blazer nya yang sedikit berantakan.
"Kalian para keparat sialan. Apa kalian ingin pergi ke neraka?" ucap pria tak dikenal sambil tersenyum sinis.
Karena keadaan trotoar jalan yang sedikit gelap membuat Elea harus menajamkan penglihatan. Berusaha mengenali pria yang datang menolongnya tersebut. Dan Elea pun sangat terkejut begitu mengenali pria tersebut.
"Ben?" gumam Elea tak percaya. Dari mana datangnya Ben tiba-tiba? Bagaimana bisa Ben berada di sekitar tempat kontrakannya? Apakah Ben membuntutinya diam-diam?
"Pergi kalian dari sini atau aku akan mengirim kalian ke rumah sakit." Ben memberi peringatan. Kemudian menoleh, memandangi Elea yang berdiri dengan wajah penuh tanya juga cemas.
Dan tanpa Ben sadari, seorang diantara preman tersebut menghampiri Ben perlahan-lahan, hendak melayangkan tinjunya ke wajah Ben.
"Awas!" Namun sayangnya pekikan Elea mengalihkan perhatian Ben darinya.
Sontak Ben menoleh. Tinju yang hendak mengenai wajahnya pun berhasil ditepisnya. Lalu dengan cepat tinjunya pun melayang, bertubi-tubi mendarat di wajah preman tersebut. Sampai preman tersebut jatuh tersungkur.
Lalu tiba-tiba saja ...
"Awas!" Elea berteriak sekencangnya saat melihat preman berambut gondrong yang mengambil sebatang balok diam-diam itu hendak memukuli Ben dengan balok tersebut.
Ben pun menoleh. Namun sayangnya ia tak dapat menghindari hantaman balok tersebut.
BUGH!
Balok tersebut menghantam mengenai dahi Ben, hingga membuat dahi Ben berdarah. Ben pun merasa kepalanya pusing setelah terkena hantaman balok tersebut. Sambil meringis kesakitan, Ben memegangi kepalanya.
Melihat Ben kesakitan serta kepalanya berdarah, Elea pun berlari menghampiri.
"Tolong ... Tolong ..." Elea langsung berteriak meminta bantuan tanpa berpikir panjang lagi. Tak peduli meski jalanan itu sepi, Elea terus saja berteriak meminta pertolongan. Sehingga membuat dua preman tersebut panik, kemudian lari meninggalkan tempat itu.
"Tuan? Tuan kau baik-baik saja?" tanya Elea membantu memapah Ben yang tengah kesakitan.
Ben mengibaskan tangannya. "Aku tidak apa-apa."
"Tapi kau berdarah. Biar aku obati lukamu."
"Sudah kubilang, aku tidak apa-apa. Kau bantu aku ke mobilku saja."
"Baiklah."
Tak jauh dari tempat mereka berdiri, dibawah pohon yang rindang, mobil Ben terparkir. Elea memapah Ben yang kesakitan memegangi kepalanya, berjalan menuju mobil Ben. Kemudian Elea membantu membukakan pintu mobil, juga membantu Ben naik ke mobilnya.
"Kau naiklah," ucap Ben melihat Elea masih berdiri di luar mobil dengan raut wajah cemas. Bukan hanya Ben saja yang dicemaskan Elea saat ini, di tempat kontrakan ada Jane yang sedang menunggunya.
"Bukankah kau ingin mengobatiku?" sambung Ben.
"Bukannya kau sendiri yang bilang kau tidak apa-apa? Bahkan kau tidak ingin aku obati."
"Hei, kau itu bahkan belum berterimakasih padaku. Aku terluka seperti ini karena menolongmu."
"Untuk hal itu aku ucapkan terimakasih banyak, Tuan."
"Kalau ingin berterimakasih maka naiklah. Naik ke mobilku sekarang juga."
"Tapi aku harus pulang. Jane sedang menung ..."
"Kau itu istriku." Ben menyela ucapan Elea. Yang seketika membuat Elea tertegun.
*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
Elisabeth Ratna Susanti
next 👍
2022-11-22
1